BAB 2
FONDASI
PARADIGMA EKONOMI ISLAM
Target:
1.
Perbedaan Islam
dengan agama-agama lain
2.
Perbedaan
tujuan individu dan sosial dalam Islam
3.
Pentingnya
aturan dan taat aturan dalam Islam
4.
Kenapa keadilan
penting dalam Islam
5.
Peran syariah
dalam ekonomi dan keuangan Islam
6.
Maksud dari
maqasid syariah
7.
Unsur-unsur
dasar ajaran Islam
8.
Pentingnya khalifah
dalam Islam dan dalam menjaga hak-hak semua generasi
Islam sebagai agama berbasis aturan, ditopang oleh 4 konsep
fundamental:
1.
Walayah, cinta Allah kepada makhluk yang tidak bersyarat, dinamis, aktif dan
tak pernah putus yang terwujud dalam tindakan-Nya menciptakan dan memelihara
kelangsungan hidup manusia. Tindakan tersebut termasuk menyediakan sumber daya
yang cukup dan menentukan aturan untuk menjaga kelangsungan hidup manusia.
2. Karamah, muru'ah manusia karena manusia merupakan tujuan dari penciptaan Allah.
3. Mitsaq, perjanjian yang ditujukan kepada manusia untuk menyatakan bahwa Allah satu-satunya Tuhan dan Pencipta. Konsep mitsaq ini mengandung 3 prinsip:
2. Karamah, muru'ah manusia karena manusia merupakan tujuan dari penciptaan Allah.
3. Mitsaq, perjanjian yang ditujukan kepada manusia untuk menyatakan bahwa Allah satu-satunya Tuhan dan Pencipta. Konsep mitsaq ini mengandung 3 prinsip:
a.
Tauhid, keesaan Allah
b. Kenabian, keberadaan Nabi utusan Allah secara kontinu untuk mengajak manusia kepada jalan Allah
c. Ma'ad, kembalinya manusia kepada asalnya dan mempertanggungjawabkan setiap tindakan yang dilakukan.
b. Kenabian, keberadaan Nabi utusan Allah secara kontinu untuk mengajak manusia kepada jalan Allah
c. Ma'ad, kembalinya manusia kepada asalnya dan mempertanggungjawabkan setiap tindakan yang dilakukan.
4. Khilafah, kepercayaan yang Allah berikan kepada manusia sebagai wakil untuk menyampaikan cinta-Nya kepada sesama manusia, makhluk lain dan lingkungan dalam bentuk materi (sumber daya yang Allah sediakan) dan non materi ( cinta tak bersyarat yang Allah curahkan kepada manusia dan seluruh makhluk)
META FRAME-WORK DAN POLA DASAR ATURAN DALAM ISLAM
Asal muasal
semua paradigma dalam Islam adalah al-Qur’an. Al-Qur'an menyediakan kerangka
sebagai sumber segala konsepsi realita. Sumber abadi ini merinci aturan-aturan
prilaku (norma) yang bisa diaplikasikan semua bangsa pada setiap zamannya.
Meta-framework
merinci aturan abstrak nan abadi sementara kerangka atau struktur dasar
mengartikulasi bentuk operasional aturan tersebut dan mendemonstrasikan
bagaimana aturan-aturan tersebut dioperasikan dalam masyarakat (meta-framework
berasal dari Allah dalam al-Qur'an, sementara kerangka dasarnya berasal dari
meta-framework yang diartikulasi, diinterpretasi dan diaplikasikan oleh manusia
terpilih untuk menyampaikan dan mengajarkan al-Quran kepada manusia, Muhammad
SAW.
Sistem ekonomi
yang diterapkan Nabi SAW di Madinah merupakan kerangka dasar sistem ekonomi
Islam yang berisi struktur institusional inti yang abadi karena berbasis pada
operasionalisasi otoritatif Nabi SAW terhadap aturan-aturan yang Allah tetapkan
dalam al-Qur'an.
IMPLIKASI HUBUNGAN KHILAFAH
Posisi khilafah
merupakan kepercayaan Ilahiyah yang dianugerahkan kepada manusia. Kepercayaan
dan tanggung jawab yang terkandung di dalamnya menjadikan manusia dipercaya
untuk mendominasi segala ciptaan Allah yang diperuntukkan bagi mereka.
Akal, muruah,
walayah dan fitrah yang diberikan Allah kepada umat manusia adalah agar manusia
selalu ingat dan taat pada ikatan/ perjanjian dengan Allah. Ketaatan tersebut
yang dilengkapi anugerah dari Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di
bumi. Sebagai khalifah, manusia harus menjaga dan membangun bumi dengan jalan
menegakkan keadilan sosial lewat cinta terhadap sesama, makhluk lain sebagai
perwujudan cinta Allah.
Posisi khalifah
merupakan kepercayaan Ilahiyah yang dianugerahkan kepada manusia. Seluruh
manusia memiliki tanggung jawab secara kolektif untuk memastikan setiap orang
punya kesempatan menghidupkan potensi terpendamnya dan segala kemungkinan yang
bisa ia dapatkan dan mewujudkannya menjadi nyata.
IMPLIKASI TAAT ATURAN
Islam merupakan
sebuah sistem berbasis aturan, yakni aturan-aturan yang ditentukan oleh Pemberi
Hukum, yang memonitor ketaatan, memberikan hadiah bagi mereka yang taat dan
hukuman bagi yang tidak taat.
Ayat 96 surat
al-A'raf memuat syarat penting untuk sebuah masyarakat dan ekonomi ideal.
Syarat tersebut adalah taat aturan sebagai manifestasi taqwa karena taqwa tidak
memberi ruang untuk tidak taat.
Masyarakat dan
ekonomi ideal itu satu yaitu di mana manusia secara individu dan kolektif
menaati aturan sepenuhnya. Dalam masyarakat semacam ini, anggota dan
kolektivitas mereka menaati aturan yang ditetapkan umtuk semua orang dalam
masyarakat dan aturan lain dalam berprilaku pada kondisi tertentu, misalnya
prilaku ekonomi. Aturan ini mencakup aturan mengkonsumsi yang baik, menjauhi yang
dilarang, bermusyawarah, kerjasama, menghindari tindakan menyakiti orang lain
dan membangun keadilan sosial.
Dalam Islam,
aturan ekonomi melampaui hal-hal yang dianggap krusial oleh ekonom bagi
pertumbuhan ekonomi seperti perlindungan hak properti, penguatan kontrak dan
tata kelola yang baik. Dalam Islam, aturan ekonomi lebih kepada pencarian
pengetahuan lewat edukasi, menghindari kesia-siaan dan melukai orang lain,
kerja keras, menjauhi tindakan-tindakan merusak dan penipuan.
Internalisasi
aturan prilaku mengatur partisipasi pasar dan ketaatan aturan untuk memastikan
pasar sebagai mekanisme efisien untuk menciptakan keseimbangan dalam ekonomi.
Kejujuran dan keadilan dipastikan dengan adanya ketaatan terhadap aturan sehingga harga yang muncul merupakan harga yang adil.
Kejujuran dan keadilan dipastikan dengan adanya ketaatan terhadap aturan sehingga harga yang muncul merupakan harga yang adil.
DAMPAK KELANGKAAN
Doktrin ekonomi
konvensional fokus pada kelangkaan dan tidak terbatasnya keinginan manusia
sebagai alasan utama studi ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dianggap untuk
menciptakan kekayaan dan mengurangi batasan yang disebabkan oleh kelangkaan.
Kelangkaan merupakan halangan serius dalam pandangan ekonomi konvensional,
sementara tidak begitu dalam pandangan Islam. Allah telah menyediakan bagi
seluruh manusia sumber daya alam yang cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan
mereka jika mereka mengikuti aturan Allah.
Kelangkaan
dalam Islam dipandang dalam 3 aspek berbeda:
1.
Dari sudut
pandang makro-global, Allah telah menciptakan segala sesuatu dalam “takaran
yang tepat” yang mengindikasikan bahwa Allah yang menopang segala ciptaan-Nya,
menyediakan makanan yang cukup bagi makhluk-Nya termasuk manusia.
2.
Kelangkaan
mikro-aktual yang berakar dari distribusi sumber daya alam yang salah, sifat
rakus dan tamak manusia. Karena aspek inilah kemudian kenapa dalam al-Qur’an
sangat ditekankan keadilan sosial, aturan menentang sifat mubazir, penimbunan
harta dan sikap berlebihan.
3.
Konsep ketiga
mengacu pada kelangkaan riil yang berasal dari keterbatasan manusia secara
fisik. Manusia pada dasarnya terbatas, tidak abadi, menua dan terbatas secara
ruang dan waktu.
Dengan
demikian, terjadinya kelangkaan dikarenakan manusia egois, suka menimbun dan
tidak berbagi dengan mereka yang tidak beruntung. Kelangkaan juga bisa
dikarenakan keinginan berlebihan sebagian manusia atau karena sebagian manusia
malas dan tidak bekerja cukup keras untuk memenuhi kebutuhannya. Kelangkaan
hanya bisa terjadi pada tingkatan local karena sebagian orang mengambil bagian
lebih dari bagian mereka.
Islam mengakui
secara penuh kepentingan individu manusia, namun kepentingan tersebut harus
tunduk pada kepentingan sosial karena dalam Islam, keinginan dan pilihan
manusia bukan sesuatu yang diterima begitu saja tapi harus dibentuk untuk
merefleksikan intense Allah terhadap manusia. Ketika ekonomi konvensional
memandang bahwa keinginan manusia tidak terbatas sebagai berkat, maka Islam
tidak menyukai ketamakan dan keegoisan serta memandang keduanya sebagai sifat
yang harus diubah. Ketika ekonomi konvensional mengasumsikan keinginan tidak
terbatas dan menekankan pertumbuhan ekonomi serta output materil untuk
kebahagiaan manusia, maka Islam menekankan aspek spiritual untuk kebahagiaan
manusia. Berbagi output materil dengan mereka yang kurang beruntung merupakan
kepentingan spiritual dan membawa kebahagiaan bagi mereka yang berbagi dan
tidak seharusnya dianggap sebagai derma melainkan sebuah tindakan untuk
mendukung persatuan umat manusia dan melindungi hak-hak mereka yang di luar
kehendak mereka mengalami kekurangan.
Pada akhirnya,
kelangkaan hanya sebuah batasan pada tingkat mikro-individual yang menjadi
ujian bagi kedua belah pihak. Bagi mereka yang memiliki keterbatasan, ini
merupakan ujian kepercayaan, sementara bagi mereka yang lebih beruntung ini
merupakan ujian kesadaran mereka tentang asal sebenarnya kekayaan yang mereka
miliki.
Dalam hal
moralitas kepemilikan, Islam secara
tegas memandang bahwa setiap individu berhak atas standar hidup tertentu. Hak
inilah kemudian yang membawa pada persoalan keadilan.
RASIONALITAS DAN KEBEBASAN MEMILIH
Allah
menganugerahkan kepada manusia kebebasan memilih. Termasuk dalam hal keyakinan
kepada Allah, manusia diberi kebebasan memilih. Bahkan Nabi Muhammad SAW
diperintahkan untuk mengingatkan dan memperingatkan manusia, bukan memaksa
mereka.
Allah
menganugerahkan kepada manusia kebebasan memilih sebagai pengakuan dan
penghargaan terhadap muruah manusia. Anugerah ini begitu penting sehingga
ketika Allah mengutus para Nabi kepada manusia sebagai upaya mempersuasi mereka
untuk secara bebas menyadari dan mengakui cinta Allah dan kemudian membalas
cinta tersebut atau justru menolak realitas dan eksistensi-Nya.
Kesadaran akan
Pencipta dan aturan yang ditetapkan-Nya menjadikan manusia sebagai pembuat
keputusan rasional. Rasional berarti masuk akal, sebuah tindakan manusia yang
sadar kemudian diikuti dengan pertimbangan lewat anggota yang Allah anugerahkan
kepada setiap manusia yakni akal yang menginisiasi proses kesadaran melalui
hati.
Akal menuntun
manusia pada tindakan berbasis pertimbangan untuk mencapai ridha Allah sehingga
setiap pilihan yang diambil akan selalu taat pada aturan yang Allah tetapkan.
Sementara pilihan yang tidak disertai dengan pertimbangan akal akan
dikendalikan oleh hawa nafsu.
Otonomi kebebasan memilih dilatih dengan ketaatan terhadap aturan yang Allah tetapkan untuk menjaga agar kehidupan alam tetap harmonis. Dengan begitu, secara bersamaan manusia diberi kebebasan memilih dan bertanggung jawab untuk menggunakan akalnya dalam menentukan pilihan yang benar karena perannya sebagai khalifah di bumi.
Otonomi kebebasan memilih dilatih dengan ketaatan terhadap aturan yang Allah tetapkan untuk menjaga agar kehidupan alam tetap harmonis. Dengan begitu, secara bersamaan manusia diberi kebebasan memilih dan bertanggung jawab untuk menggunakan akalnya dalam menentukan pilihan yang benar karena perannya sebagai khalifah di bumi.
KEWAJIBAN DAN HAK INDIVIDU SERTA KEPENTINGAN PRIBADI
Hak manusia
merupakan konsekuensi dari kewajibannya, bukan sebab. Setiap manusia dibebani
kewajiban tertentu terhadap Pencipta, alam, dirinya sendiri dan orang lain.
Kewajiban-kewajiban tersebut dijelaskan dalam aturan yang telah ditentukan
Allah. Ketika semua kewajiban tersebut terpenuhi, maka manusia akan memperoleh
hak-hak dan kebebasan tertentu.
Dalam kerangka
Islam, setiap individu memiliki hak dasar yang terjamin termasuk hak untuk
menggapai kepentingan ekonomi. Menggapai kepentingan ekonomi berimplikasi pada
kewajiban dan tugas, baru kemudian hak yang tidak seorangpun bisa
menghalanginya. Individu yang lemah kekuatan dan kemampuan maka kewajiban
menggapai kepentingan ekonomi tidak melekat padanya sementara haknya tetap
dijaga karena ketidakmampuan berusaha tidak menegasi hak ekonomi seseorang
dalam Islam. Sebaliknya, orang yang mampu tapi tidak menjalankan kewajibannya,
maka haknya juga dihapuskan.
Manusia harus
mengikuti wahyu yang bertujuan membersihkan diri mereka dari sifat-sifat yang
tidak layak, menjaga dan membangun bumi, dan menegakkan keadilan sosial. Semua
tujuan ini bisa dicapai dengan taat pada aturan Allah dan dengan begitu manusia
telah memenuhi kepentingan pribadi terbaik mereka.
Dalam Islam,
kepentingan pribadi tidak dilarang, tapi justru dianggap sebagai faktor utama
pendorong sistem masyarakat. Setiap manusia diseru untuk mengikuti aturan Allah
untuk kepentingan mereka secara material dan spiritual, di dunia dan akhirat.
GAGASAN UTAMA TENTANG KEADILAN
Keadilan
ekonomi yang ditekankan dalam Islam bukanlah pendapatan dan kekayaan yang sama
sehingga tidak fokus pada hasil semata melainkan dokus pada ketersediaan harta
dan kesempatan bagi semua manusia.
Semua manusia
harusnya punya kesempatan dan kebebasan yang sama untuk mencapai tujuan ekonomi
mereka lewat kerja keras dan menjaga hak mereka yang kurang beruntung. Setelah
manusia bekerja dan memperoleh imbalan yang adil, kemudian mereka harus
menolong mereka yang kurang beruntung untuk menekan kemiskinan dan menghindari
jurang pemisah yang besar antara si kaya dan si miskin.
Dalam
praktiknya, keadilan diartikan sebagai tindakan sesuai hukum yang telah
ditetapkan dalam syariah yang mengandung keadilan substantif dan prosedural.
Keadilan substantif mengandung unsur keadilan yang termasuk dalam substansi
hukum sementara keadilan prosedural terdiri dari aturan prosedur yang
memastikan tercapainya keadilan yang termuat dalam substansi hukum.
Prinsip-prinsip
dasar yang menentukan perbedaan antara tindakan adil dan tidak adil akan
menentukan tujuan utama jalan Islam, Syariah, yang mencakup pembentukan
“kebaikan umum” masyarakat, membangun karakter moral individu, hingga pada
akhirnya mendorong kebebasan, keseimbangan dan toleransi yang dianggap sebagai
tujuan penting Syariah. Tidak aka nada kontradiksi antara keadilan masyarakat
secara keseluruhan dan keadilan individu karena setiap kepentingan individu
dilindungi selama kepentingan tersebut tidak bertentangan dengan kepentingan
umum masyarakat.
Landasan utama
segala aturan dan regulasi etis dalam masyarakat adalah konsep keadilan sosial.
Sementara, semua aturan ekonomi dalam al-Qur’an berkaitan dengan prinsip
keadilan sosial di mana al-Qur’an menekankan keadilan ekonomi sebagai fondasi
keadilan sosial. Keadilan ekonomi sebagai landasan keadilan sosial sangat
dibutuhkan dalam masyarakat. Sehingga, adanya kemiskinan absolut dan relatif
yang disertai ketimpangan pendapatan merupakan bukti nyata kegagalan ekonomi,
sosial dan politik.
SYARIAH (HUKUM)
Islam
mengajarkan bahwa sebagai ganti semua anugerah yang Allah berikan, manusia
harus menyadari potensi penuh yang mereka miliki dan menyingkirkan segala
halangan yang mengganggu intelegensi mereka untuk berfungsi dengan baik.
Agar manusia
hidup sesuai pola yang Allah inginkan, maka mereka dilengkapi dengan jaringan
perintah dan aturan yang merepresentasiskan perwujudan konkrit kehendak
Ilahiyah.
Kode prilaku tertentu yang diterima melalui latihan kebebasan memilih, kemudian manusia menjadi seorang Muslim dan menjalani hidupnya secara individu dan sosial. Jaringan hukum yang disebut Syariah ini membimbing manusia menuju sebuah kehidupan yang harmonis di dunia dan akhirat.
Kode prilaku tertentu yang diterima melalui latihan kebebasan memilih, kemudian manusia menjadi seorang Muslim dan menjalani hidupnya secara individu dan sosial. Jaringan hukum yang disebut Syariah ini membimbing manusia menuju sebuah kehidupan yang harmonis di dunia dan akhirat.
Aturan Syariah
berasal dari al-Qur'an dan Sunnah melalui proses investigasi dan pemikiran yang
cermat melintasi waktu dan wilayah. Ekspansi aturan hukum dan ekstensinya
terhadap situasi baru sebagai hasil dari pertumbuhan dan perkembangan komunitas
Islam dicapai dengan bantuan dari konsensus komunitas, pertimbangan analogis
dan pertimbangan independen mereka yang menguasai ilmu hukum.Hasilnya, Syariah
menjadi fleksibel dalam menghadapi persoalan dalam situasi, budaya dan masyarakat
yang berbeda. Cakupan solusinya luas tergantung kondisi yang berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar