Minggu, 01 Desember 2019

Introduction to Islamic Economics_Theory and Application


BAB 2
FONDASI PARADIGMA EKONOMI ISLAM

Target:
1.      Perbedaan Islam dengan agama-agama lain
2.      Perbedaan tujuan individu dan sosial dalam Islam
3.      Pentingnya aturan dan taat aturan dalam Islam
4.      Kenapa keadilan penting dalam Islam
5.      Peran syariah dalam ekonomi dan keuangan Islam
6.      Maksud dari maqasid syariah
7.      Unsur-unsur dasar ajaran Islam
8.      Pentingnya khalifah dalam Islam dan dalam menjaga hak-hak semua generasi

Islam sebagai agama berbasis aturan, ditopang oleh 4 konsep fundamental:
1. Walayah, cinta Allah kepada makhluk yang tidak bersyarat, dinamis, aktif dan tak pernah putus yang terwujud dalam tindakan-Nya menciptakan dan memelihara kelangsungan hidup manusia. Tindakan tersebut termasuk menyediakan sumber daya yang cukup dan menentukan aturan untuk menjaga kelangsungan hidup manusia.
2. Karamah, muru'ah manusia karena manusia merupakan tujuan dari penciptaan Allah.
3. Mitsaq, perjanjian yang ditujukan kepada manusia untuk menyatakan bahwa Allah satu-satunya Tuhan dan Pencipta. Konsep mitsaq ini mengandung 3 prinsip:
a. Tauhid, keesaan Allah
b. Kenabian, keberadaan Nabi utusan Allah secara kontinu untuk mengajak manusia kepada jalan Allah
c. Ma'ad, kembalinya manusia kepada asalnya dan mempertanggungjawabkan setiap tindakan yang dilakukan.

4. Khilafah, kepercayaan yang Allah berikan kepada manusia sebagai wakil untuk menyampaikan cinta-Nya kepada sesama manusia, makhluk lain dan lingkungan dalam bentuk materi (sumber daya yang Allah sediakan) dan non materi ( cinta tak bersyarat yang Allah curahkan kepada manusia dan seluruh makhluk)

META FRAME-WORK DAN POLA DASAR ATURAN DALAM ISLAM
Asal muasal semua paradigma dalam Islam adalah al-Qur’an. Al-Qur'an menyediakan kerangka sebagai sumber segala konsepsi realita. Sumber abadi ini merinci aturan-aturan prilaku (norma) yang bisa diaplikasikan semua bangsa pada setiap zamannya.
Meta-framework merinci aturan abstrak nan abadi sementara kerangka atau struktur dasar mengartikulasi bentuk operasional aturan tersebut dan mendemonstrasikan bagaimana aturan-aturan tersebut dioperasikan dalam masyarakat (meta-framework berasal dari Allah dalam al-Qur'an, sementara kerangka dasarnya berasal dari meta-framework yang diartikulasi, diinterpretasi dan diaplikasikan oleh manusia terpilih untuk menyampaikan dan mengajarkan al-Quran kepada manusia, Muhammad SAW.
Sistem ekonomi yang diterapkan Nabi SAW di Madinah merupakan kerangka dasar sistem ekonomi Islam yang berisi struktur institusional inti yang abadi karena berbasis pada operasionalisasi otoritatif Nabi SAW terhadap aturan-aturan yang Allah tetapkan dalam al-Qur'an.

IMPLIKASI HUBUNGAN KHILAFAH
Posisi khilafah merupakan kepercayaan Ilahiyah yang dianugerahkan kepada manusia. Kepercayaan dan tanggung jawab yang terkandung di dalamnya menjadikan manusia dipercaya untuk mendominasi segala ciptaan Allah yang diperuntukkan bagi mereka.
Akal, muruah, walayah dan fitrah yang diberikan Allah kepada umat manusia adalah agar manusia selalu ingat dan taat pada ikatan/ perjanjian dengan Allah. Ketaatan tersebut yang dilengkapi anugerah dari Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi. Sebagai khalifah, manusia harus menjaga dan membangun bumi dengan jalan menegakkan keadilan sosial lewat cinta terhadap sesama, makhluk lain sebagai perwujudan cinta Allah.
Posisi khalifah merupakan kepercayaan Ilahiyah yang dianugerahkan kepada manusia. Seluruh manusia memiliki tanggung jawab secara kolektif untuk memastikan setiap orang punya kesempatan menghidupkan potensi terpendamnya dan segala kemungkinan yang bisa ia dapatkan dan mewujudkannya menjadi nyata.

IMPLIKASI TAAT ATURAN
Islam merupakan sebuah sistem berbasis aturan, yakni aturan-aturan yang ditentukan oleh Pemberi Hukum, yang memonitor ketaatan, memberikan hadiah bagi mereka yang taat dan hukuman bagi yang tidak taat.
Ayat 96 surat al-A'raf memuat syarat penting untuk sebuah masyarakat dan ekonomi ideal. Syarat tersebut adalah taat aturan sebagai manifestasi taqwa karena taqwa tidak memberi ruang untuk tidak taat.
Masyarakat dan ekonomi ideal itu satu yaitu di mana manusia secara individu dan kolektif menaati aturan sepenuhnya. Dalam masyarakat semacam ini, anggota dan kolektivitas mereka menaati aturan yang ditetapkan umtuk semua orang dalam masyarakat dan aturan lain dalam berprilaku pada kondisi tertentu, misalnya prilaku ekonomi. Aturan ini mencakup aturan mengkonsumsi yang baik, menjauhi yang dilarang, bermusyawarah, kerjasama, menghindari tindakan menyakiti orang lain dan membangun keadilan sosial.
Dalam Islam, aturan ekonomi melampaui hal-hal yang dianggap krusial oleh ekonom bagi pertumbuhan ekonomi seperti perlindungan hak properti, penguatan kontrak dan tata kelola yang baik. Dalam Islam, aturan ekonomi lebih kepada pencarian pengetahuan lewat edukasi, menghindari kesia-siaan dan melukai orang lain, kerja keras, menjauhi tindakan-tindakan merusak dan penipuan.
Internalisasi aturan prilaku mengatur partisipasi pasar dan ketaatan aturan untuk memastikan pasar sebagai mekanisme efisien untuk menciptakan keseimbangan dalam ekonomi.
Kejujuran dan keadilan dipastikan dengan adanya ketaatan terhadap aturan sehingga harga yang muncul merupakan harga yang adil.

DAMPAK KELANGKAAN
Doktrin ekonomi konvensional fokus pada kelangkaan dan tidak terbatasnya keinginan manusia sebagai alasan utama studi ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dianggap untuk menciptakan kekayaan dan mengurangi batasan yang disebabkan oleh kelangkaan. Kelangkaan merupakan halangan serius dalam pandangan ekonomi konvensional, sementara tidak begitu dalam pandangan Islam. Allah telah menyediakan bagi seluruh manusia sumber daya alam yang cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan mereka jika mereka mengikuti aturan Allah.
Kelangkaan dalam Islam dipandang dalam 3 aspek berbeda:
1.      Dari sudut pandang makro-global, Allah telah menciptakan segala sesuatu dalam “takaran yang tepat” yang mengindikasikan bahwa Allah yang menopang segala ciptaan-Nya, menyediakan makanan yang cukup bagi makhluk-Nya termasuk manusia.
2.      Kelangkaan mikro-aktual yang berakar dari distribusi sumber daya alam yang salah, sifat rakus dan tamak manusia. Karena aspek inilah kemudian kenapa dalam al-Qur’an sangat ditekankan keadilan sosial, aturan menentang sifat mubazir, penimbunan harta dan sikap berlebihan.
3.      Konsep ketiga mengacu pada kelangkaan riil yang berasal dari keterbatasan manusia secara fisik. Manusia pada dasarnya terbatas, tidak abadi, menua dan terbatas secara ruang dan waktu.

Dengan demikian, terjadinya kelangkaan dikarenakan manusia egois, suka menimbun dan tidak berbagi dengan mereka yang tidak beruntung. Kelangkaan juga bisa dikarenakan keinginan berlebihan sebagian manusia atau karena sebagian manusia malas dan tidak bekerja cukup keras untuk memenuhi kebutuhannya. Kelangkaan hanya bisa terjadi pada tingkatan local karena sebagian orang mengambil bagian lebih dari bagian mereka.
Islam mengakui secara penuh kepentingan individu manusia, namun kepentingan tersebut harus tunduk pada kepentingan sosial karena dalam Islam, keinginan dan pilihan manusia bukan sesuatu yang diterima begitu saja tapi harus dibentuk untuk merefleksikan intense Allah terhadap manusia. Ketika ekonomi konvensional memandang bahwa keinginan manusia tidak terbatas sebagai berkat, maka Islam tidak menyukai ketamakan dan keegoisan serta memandang keduanya sebagai sifat yang harus diubah. Ketika ekonomi konvensional mengasumsikan keinginan tidak terbatas dan menekankan pertumbuhan ekonomi serta output materil untuk kebahagiaan manusia, maka Islam menekankan aspek spiritual untuk kebahagiaan manusia. Berbagi output materil dengan mereka yang kurang beruntung merupakan kepentingan spiritual dan membawa kebahagiaan bagi mereka yang berbagi dan tidak seharusnya dianggap sebagai derma melainkan sebuah tindakan untuk mendukung persatuan umat manusia dan melindungi hak-hak mereka yang di luar kehendak mereka mengalami kekurangan.
Pada akhirnya, kelangkaan hanya sebuah batasan pada tingkat mikro-individual yang menjadi ujian bagi kedua belah pihak. Bagi mereka yang memiliki keterbatasan, ini merupakan ujian kepercayaan, sementara bagi mereka yang lebih beruntung ini merupakan ujian kesadaran mereka tentang asal sebenarnya kekayaan yang mereka miliki.
Dalam hal moralitas  kepemilikan, Islam secara tegas memandang bahwa setiap individu berhak atas standar hidup tertentu. Hak inilah kemudian yang membawa pada persoalan keadilan.

RASIONALITAS DAN KEBEBASAN MEMILIH
Allah menganugerahkan kepada manusia kebebasan memilih. Termasuk dalam hal keyakinan kepada Allah, manusia diberi kebebasan memilih. Bahkan Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk mengingatkan dan memperingatkan manusia, bukan memaksa mereka.
Allah menganugerahkan kepada manusia kebebasan memilih sebagai pengakuan dan penghargaan terhadap muruah manusia. Anugerah ini begitu penting sehingga ketika Allah mengutus para Nabi kepada manusia sebagai upaya mempersuasi mereka untuk secara bebas menyadari dan mengakui cinta Allah dan kemudian membalas cinta tersebut atau justru menolak realitas dan eksistensi-Nya.
Kesadaran akan Pencipta dan aturan yang ditetapkan-Nya menjadikan manusia sebagai pembuat keputusan rasional. Rasional berarti masuk akal, sebuah tindakan manusia yang sadar kemudian diikuti dengan pertimbangan lewat anggota yang Allah anugerahkan kepada setiap manusia yakni akal yang menginisiasi proses kesadaran melalui hati.
Akal menuntun manusia pada tindakan berbasis pertimbangan untuk mencapai ridha Allah sehingga setiap pilihan yang diambil akan selalu taat pada aturan yang Allah tetapkan. Sementara pilihan yang tidak disertai dengan pertimbangan akal akan dikendalikan oleh hawa nafsu.
Otonomi kebebasan memilih dilatih dengan ketaatan terhadap aturan yang Allah tetapkan untuk menjaga agar kehidupan alam tetap harmonis. Dengan begitu, secara bersamaan manusia diberi kebebasan memilih dan bertanggung jawab untuk menggunakan akalnya dalam menentukan pilihan yang benar karena perannya sebagai khalifah di bumi.
       
KEWAJIBAN DAN HAK INDIVIDU SERTA KEPENTINGAN PRIBADI
Hak manusia merupakan konsekuensi dari kewajibannya, bukan sebab. Setiap manusia dibebani kewajiban tertentu terhadap Pencipta, alam, dirinya sendiri dan orang lain. Kewajiban-kewajiban tersebut dijelaskan dalam aturan yang telah ditentukan Allah. Ketika semua kewajiban tersebut terpenuhi, maka manusia akan memperoleh hak-hak dan kebebasan tertentu.
Dalam kerangka Islam, setiap individu memiliki hak dasar yang terjamin termasuk hak untuk menggapai kepentingan ekonomi. Menggapai kepentingan ekonomi berimplikasi pada kewajiban dan tugas, baru kemudian hak yang tidak seorangpun bisa menghalanginya. Individu yang lemah kekuatan dan kemampuan maka kewajiban menggapai kepentingan ekonomi tidak melekat padanya sementara haknya tetap dijaga karena ketidakmampuan berusaha tidak menegasi hak ekonomi seseorang dalam Islam. Sebaliknya, orang yang mampu tapi tidak menjalankan kewajibannya, maka haknya juga dihapuskan.
Manusia harus mengikuti wahyu yang bertujuan membersihkan diri mereka dari sifat-sifat yang tidak layak, menjaga dan membangun bumi, dan menegakkan keadilan sosial. Semua tujuan ini bisa dicapai dengan taat pada aturan Allah dan dengan begitu manusia telah memenuhi kepentingan pribadi terbaik mereka.
Dalam Islam, kepentingan pribadi tidak dilarang, tapi justru dianggap sebagai faktor utama pendorong sistem masyarakat. Setiap manusia diseru untuk mengikuti aturan Allah untuk kepentingan mereka secara material dan spiritual, di dunia dan akhirat.

GAGASAN UTAMA TENTANG KEADILAN
Keadilan ekonomi yang ditekankan dalam Islam bukanlah pendapatan dan kekayaan yang sama sehingga tidak fokus pada hasil semata melainkan dokus pada ketersediaan harta dan kesempatan bagi semua manusia.
Semua manusia harusnya punya kesempatan dan kebebasan yang sama untuk mencapai tujuan ekonomi mereka lewat kerja keras dan menjaga hak mereka yang kurang beruntung. Setelah manusia bekerja dan memperoleh imbalan yang adil, kemudian mereka harus menolong mereka yang kurang beruntung untuk menekan kemiskinan dan menghindari jurang pemisah yang besar antara si kaya dan si miskin.
Dalam praktiknya, keadilan diartikan sebagai tindakan sesuai hukum yang telah ditetapkan dalam syariah yang mengandung keadilan substantif dan prosedural. Keadilan substantif mengandung unsur keadilan yang termasuk dalam substansi hukum sementara keadilan prosedural terdiri dari aturan prosedur yang memastikan tercapainya keadilan yang termuat dalam substansi hukum.
Prinsip-prinsip dasar yang menentukan perbedaan antara tindakan adil dan tidak adil akan menentukan tujuan utama jalan Islam, Syariah, yang mencakup pembentukan “kebaikan umum” masyarakat, membangun karakter moral individu, hingga pada akhirnya mendorong kebebasan, keseimbangan dan toleransi yang dianggap sebagai tujuan penting Syariah. Tidak aka nada kontradiksi antara keadilan masyarakat secara keseluruhan dan keadilan individu karena setiap kepentingan individu dilindungi selama kepentingan tersebut tidak bertentangan dengan kepentingan umum masyarakat.
Landasan utama segala aturan dan regulasi etis dalam masyarakat adalah konsep keadilan sosial. Sementara, semua aturan ekonomi dalam al-Qur’an berkaitan dengan prinsip keadilan sosial di mana al-Qur’an menekankan keadilan ekonomi sebagai fondasi keadilan sosial. Keadilan ekonomi sebagai landasan keadilan sosial sangat dibutuhkan dalam masyarakat. Sehingga, adanya kemiskinan absolut dan relatif yang disertai ketimpangan pendapatan merupakan bukti nyata kegagalan ekonomi, sosial dan politik.


SYARIAH (HUKUM)
Islam mengajarkan bahwa sebagai ganti semua anugerah yang Allah berikan, manusia harus menyadari potensi penuh yang mereka miliki dan menyingkirkan segala halangan yang mengganggu intelegensi mereka untuk berfungsi dengan baik.
Agar manusia hidup sesuai pola yang Allah inginkan, maka mereka dilengkapi dengan jaringan perintah dan aturan yang merepresentasiskan perwujudan konkrit kehendak Ilahiyah.
Kode prilaku tertentu yang diterima melalui latihan kebebasan memilih, kemudian manusia menjadi seorang Muslim dan menjalani hidupnya secara individu dan sosial. Jaringan hukum yang disebut Syariah ini membimbing manusia menuju sebuah kehidupan yang harmonis di dunia dan akhirat.
Aturan Syariah berasal dari al-Qur'an dan Sunnah melalui proses investigasi dan pemikiran yang cermat melintasi waktu dan wilayah. Ekspansi aturan hukum dan ekstensinya terhadap situasi baru sebagai hasil dari pertumbuhan dan perkembangan komunitas Islam dicapai dengan bantuan dari konsensus komunitas, pertimbangan analogis dan pertimbangan independen mereka yang menguasai ilmu hukum.Hasilnya, Syariah menjadi fleksibel dalam menghadapi persoalan dalam situasi, budaya dan masyarakat yang berbeda. Cakupan solusinya luas tergantung kondisi yang berbeda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam Selamat Datang

 Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh Selamat datang dan terimakasih kepada teman-teman yang sudah mampir ke laman rumahdialekis. ...