A. Prakata
Dunia
usaha membutuhkan modal dalam jumlah yang cendrung meningkat setiap waktu.
Dalam rangka memberi kemudahan bagi masyarakat dan para produsen untuk
mendapatkan permodalan, maka pemerintah dan lembaga-lembaga ekonomi
menyelenggarakan kegiatan pasar modal. Pasar modal merupakan pasar untuk
berbagai instrument keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan. Salah satu instrument pasar modal adalah surat utang yang
lebih dikenal dengan nama obligasi.
Secara lebih detail, obligasi merupakan utang jangka
panjang secara tertulis dalam kontrak surat obligasi yang dilakukan oleh pihak
berhutang dan pihak yang menerima pembayaran alias piutang yang pada umumnya
tanpa menjaminkan suatu aktiva.
Perkembangan ekonomi Islam membuat lembaga-lembaga
keuangan Islam dan pemerintah mengeluarkan instrumen-instrumen keuangan yang
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu, keberadaan obligasi
yang selama ini identik dengan bunga yang tidak sesuai dengan syariah, mulai
beranjak ke obligasi dengan prinsip-prinsip syariah. Obligasi syariah merupakan
salah satu pilihan investasi yang tepat bagi para emiten yang ingin aman dari
unsur-unsur ribawi. Tidak hanya itu, instrumen pasar modal yang satu ini merupakan
salah satu langkah awal untuk memajukan ekonomi yang sesuai dengan prinsip
syariah.
Seperti halnya obligasi konvensional yang tidak hanya
satu jenis saja, obligasi syariah juga terdiri dari beberapa jenis. Salah satu
di antaranya adalah obligasi syariah ijarah. Dalam tulisan ini akan lebih
dipaparkan mengenai obligasi syariah ijarah mulai dari definisi, konsep dasar,
mekanisme operasionalnya, dan studi kasus pelaksanaannya dalam dunia pasar
modal.
B. Obligasi Syariah
1.
Definisi Obligasi Syariah
Obligasi syariah berbeda dengan obligasi konvensional.
Semenjak ada konvergensi pendapat bahwa bunga adalah riba, maka
instrumen-instrumen yang punya komponen bunga (interest-bearing instruments)
dikeluarkan dari daftar investasi halal. Karena itu, dimunculkan alternatif
yang dinamakan Obligasi syariah.
Istilah lain dari obligasi syariah adalah sukuk. Sukuk
berasal dari bahasa Arab, jamak dari
kata sakk yang berarti
sertifikat. Munculnya sukuk merupakan implikasi dari larangan terhadap
bunga yang menutup pintu sekuritas utang murni. Syariah hanya menerima
validitas asset finansial yang mendasarkan pengembangannya dari kinerja asset
riil.[1]
Merujuk pada Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No:
32/DSN-MUI/IX/2002, "obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka
panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang
obligasi syari’ah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada
pemegang obligasi syari’ah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali
dana obligasi pada saat jatuh tempo".
Pada awalnya, penggunaan istilah "obligasi
syariah" sendiri dianggap kontradiktif. Obligasi sudah menjadi kata yang
tak lepas dari bunga sehingga tidak dimungkinkan untuk di- syariah-kan. Seperti
halnya pengertian bank syariah adalah bank yang menjalankan prinsip syariah,
tetap menghimpun dan menyalurkan dana, tetapi tidak dengan dasar bunga,
demikian juga adanya pergeseran pengertian pada obligasi. Mulanya dikenal
sebagai instrumen fixed income karena memberikan kupon dengan bunga
tetap (fixed) sepanjang tenornya. Kemudian dikembangkan juga obligasi
dengan kupon bunga mengambang (floating) sehingga bunga yang diterima
pemegang obligasi tidak lagi tetap.
Menarik untuk memperhatikan bahwa Fatwa Dewan Syari’ah
Nasional No: 32/DSN- MUI/IX/2002 tersebut memberikan pertimbangan awal bahwa
obligasi yang selama ini (konvensional) didefinisikan masih belum sesuai dengan
syariah. Karenanya, obligasi yang dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi
yang berdasarkan prinsip syariah.
Dari sisi pasar modal, penerbitan obligasi syariah muncul
sehubungan dengan berkembangnya institusi-institusi keuangan syariah, seperti
asuransi syariah, dana pensiun syariah, dan reksa dana syariah yang membutuhkan
alternatif penempatan investasi.
Menariknya, investor obligasi syariah tidak hanya berasal
dari institusi-institusi syariah saja, tetapi juga investor konvensional.
Produk syariah dapat dinikmati dan digunakan siapa pun, sesuai falsafah syariah
yang sudah seharusnya memberi manfaat (maslahat) kepada seluruh semesta
alam. Investor konvensional akan tetap bisa berpartisipasi dalam obligasi
syariah, jika dipertimbangkan bisa memberi keuntungan kompetitif, sesuai profil
risikonya, dan juga likuid. Sementara obligasi konvensional, investor base-nya
justru terbatas karena investor syariah tidak bisa ikut ambil bagian di
dalamnya.
Bagi emiten, menerbitkan obligasi syariah berarti juga
memanfaatkan peluang-peluang tertentu. Emiten dapat memperoleh sumber pendanaan
yang lebih luas, baik investor konvensional maupun syariah. Selain itu,
struktur obligasi syariah yang inovatif juga memberi peluang untuk memperoleh
biaya modal yang kompetitif dan menguntungkan. Tetapi, tidak semua emiten dapat
menerbitkan obligasi syariah. Untuk menerbitkan obligasi syariah, beberapa persyaratan
berikut yang harus dipenuhi:
a.
Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak
bertentangan dengan substansi Fatwa No: 20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa tersebut
menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah Islam
di antaranya adalah:(1) Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau
perdagangan yang dilarang; (2) Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi),
termasuk perbankan dan asuransi konvensional; (3) Usaha yang memproduksi,
mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram; (4) Usaha yang
memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa
yang merusak moral dan bersifat mudarat.
b.
Peringkat Investment Grade: (1) memiliki fundamental
usaha yang kuat; (2) memiliki fundamental keuangan yang kuat; (3) memiliki
citra yang baik bagi publik
c.
Persyaratan tambahan jika termasuk dalam komponen Jakarta
Islamic Index (JII)Fatwa DSN – Obligasi Syariah:[2]
1) Obligasi syariah
adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang
dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten
untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi
hasil/marjin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo
2) Dalam hal akad
Mudharabah atau Musyarakah pendapatan yang dibagikan merupakan bagi hasil.
3) Dalam hal akad
jual-beli seperti Murabahah, Salam, atau Istishna, pendapatan yang dibagikan
merupakan marjin.
4) Dalam hal akad
Ijarah, pendapatan yang dibagikan merupakan fee (sewa) dari aset yang disewakan
5) Kepemilikan
obligasi syariah dapat dialihkan kepada pihak lain, selama disepakati dalam
akad
2.
Konsep Dasar Obligasi Syariah
Pada obligasi syariah, ada beberapa akad penting yang
dijadikan sebagai basis pengembangan obligasi. Akad-akad tersebut adalah:
a.
Akad Mudharabah: merupakan akad kerjasama usaha antara
dua pihak di mana pihak pertama (shahibul maal atau investor)
menyediakan modal sedangkan pihak kedua (mudharib alias emiten)
bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara kedua pihak
sesuai dengan kesepakatan di awal yang dituangkan dalam kontrak.
b.
Akad Musyarakah: adalah akad kerjasama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana sesuai dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan
ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
c.
Akad Ijarah: akad pemindahan hak guna (manfaat) atas
suatu barang/ jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa, tanpa diikuti
dengan pemindahan hak milik atas barang tersebut.
d.
Akad Murabahah: akad jual beli barang di mana pembeli
dapat membayar harga barang yang disepakati pada jangka waktu yang telah
ditentukan kedua pihak, dan penjual dapat menambah marjin pada harga pokok
barang yang dijualnya.
e.
Akad Salam: kontrak jual beli dengan cara pemesanan dan
pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.
f.
Akad Istishna: akad jual beli dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
disepakati antara pemesan atau pembeli dengan pembuat atau penjual.
Keenam akad tersebut juga merupakan struktur penerbitan
obligasi syariah. Sedangkan menurut AAOIFI, struktur penerbitan obligasi
syariah ada 10 yaitu ijarah sukuk, sukuk kepemilikan aset, sukuk salam, sukuk
istisna, sukuk murabahah, sukuk musyarakah, sukuk mudharabah, sukuk muzaraah,
sukuk musaqah, sukuk mugharasa.[3]
Jenis obligasi yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah
obligasi syariah ijarah.
C. Obligasi Syariah Ijarah
1.
Pengertian Obligasi Syariah Ijarah (Sukuk Ijarah)
Sukuk Ijarah
merupakan obligasi syariah yang didasarkan pada akad ijarah. Menurut
bahasa, ijarah berasal dari kata al-ajr yang berarti al-’iwadh
dan dalam bahasa Indonesia berarti ganti atau upah. Sedangkan menurut istilah,
ijarah adalah menukarkan sesuatu dengan ada imbalannya. Biasanya disebut dengan
sewa menyewa atau upah mengupah. Adapun jumhur mengartikan ijarah dengan
menjual manfaat, dan yang boleh disewakan adalah manfaat bukan bendanya.[4]
Sukuk Ijarah merupakan obligasi syariah berdasarkan akad
ijarah di mana pemilik harta memberikan harta untuk memanfaatkan objek yang
ditransaksikan melalui penguasaan sementara atau peminjaman objek dengan
manfaat tertentu dengan membayar imbalan kepada pemilik objek. [5]
Contoh Obligasi Ijarah: Obligasi Ijarah Matahari
Departemen Store. Perusahaan tersebut mengeluarkan Obligasi Ijarah senilai
Rp100 mialiyar dengan jangka waktu 5 tahun. Dananya digunakan untuk
melaksanakan ijarah atas ruangan usaha dari pemiliknya (pemegang obligasi yang
dalam hal ini adalah investor). Ruang usaha yang disewa adalah Cilandak Town
Square di Jakarta. Ruang tersebut dimanfaatkan Matahari sesuai dengan akad
ijarah, di mana atas manfaat tersebut Matahari melakukan pembayaran sewa (fee
ijarah) dan pokok dana obligasi. Fee ijarah dibayarkan setiap tiga bulan,
sedangkan dana obligasi dibayarkan pada saat pelunasan obligasi.
2.
Ketentuan Sukuk Ijarah
a.
Ketentuan Umum[6]
1)
Sukuk ijarah merupakan obligasi syariah yang berdasarkan
akad ijarah
2)
Pemegang sukuk ijarah dapat bertindak sebagai musta’jir
atau penyewa dan dapat pula bertindak sebagai mu’jir atau pemberi sewa
3)
Emiten sebagai wakil pemegang sukuk ijarah dapat menyewa
atau menyewakan dan dapat pula bertindak sebagai penyewa
b.
Ketentuan Khusus[7]
1)
Akad yang digunakan dalam sukuk ijarah adalah akad ijarah
2)
Objek ijarah adalah manfaat yang dibolehkan
3)
Jenis usaha emiten tidak bertentangan dengan syariah
4)
Emiten sebagai penerbit obligasi dapat mengeluarkan sukuk
ijarah untuk aset yang sudah ada atau untuk aset yang akan diadakan untuk
disewakan
5)
Pemegang sukuk ijarah sebagai pemilik aset atau manfaat
dalam ijarah aset atau manfaat yang menjadi haknya kepada pihak lain dilakukan
melalui emiten sebagai wakil
6)
Eniten sebagai wakil pemegang sukuk ijarah dapat menyewa
untuk dirinya sendiri atau menyewakannya kepada orang lain
7)
Emiten sebagai penyewa untuk diri sendiri wajib membayar
sewa dalam jumlah dan waktu yang disepakati sebagai imbalan
8)
Pengawasan dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah yang
ditunjuk oleh Dewan Syarian Nasional MUI
3.
Perkembangan Sukuk Ijarah di Indonesia
Sukuk ijarah pertama kali terbit tahun 2004 yang
diterbitkan oleh Matahari Putra Prima dengan nilai nominal Rp 150 miliyar.[8]
Sukuk ijarah baru terbit di Indonesia tahun 2004 karena
sebelumnya (sebelum tahun 2004), di Indonesia belum ada landasan syariah yang
dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional tentang keabsahan sukuk ijarah. Nilai
sukuk ijarah tahun 2007 mencapai Rp 2,3944 triliyun atau mencapai 67% dari
nilai total obligasi syariah di Indonesia. Angka yang begitu besar ini muncul
karena investor masih lebih tertarik dengan obligasi yang memberikan return
tetap setiap periodenya.[9]
Daftar sukuk ijarah yang ada di Indonesia dari tahun 2004
sampai dengan tahun 2008[10]:
Ø 2004
1)
Matahari Putra Prima Syariah Ijarah 2004
2)
Citra Sari Makmur Syariah Ijarah 2004
3)
Indorent Syariah Ijarah 2004
4)
Humpuss Intermoda Syariah Ijarah 2004
5)
Berlina Syariah Ijarah 2004
6)
Apexindo Syariah Ijarah 2004
Ø 2005
1)
Indosat IV Syariah Ijarah 2005
2)
Ricky Putra Globalindo Syariah Ijarah 2005
Ø 2006: PLN Syariah
Ijarah 2006
Ø 2007
1)
Sukuk Ijarah Indosat II 2007
2)
Sukuk Ijarah Berlian Laju Tanker 2007
3)
Sukuk Ijarah PLN II 2007
Ø 2008
1)
Sukuk Ijarah Indosat III 2008
2)
Sukuk Ijarah I Summarecon Agung 2008
4.
Skema Transaksi Sukuk Ijarah
Dalam AAOIFI, ada tiga jenis skema transaksi sukuk
ijarah. Pembagian ini didasarkan pada obyek yang ditransaksikan, yaitu:[11]
a.
Transfer Kepemilikan Atas Aset yang telah Tersedia[12]
![]() |
![]() |
||||||||||||
![]() |
|
![]() |
|||||||||||
![]() |
|||||||||||||
![]() |
|||||||||||||

![]() |
|||||||||||||||
![]() |
|||||||||||||||
|
|
||||||||||||||
![]() |
|||||||||||||||
![]() |
|||||||||||||||
|
|||||||||||||||
![]() |
1)
Saat berencana akan menerbitakan sukuk ijarah, perusahaan
terlebih dahulu menetapkan aset yang akan disewakan
2) Perusahaan mendirikan Special Purpose
Vehicle/ Company (SPV/ C). SPV merupakan paper company yang didirikan hanya untuk kepentingan
perusahaan terutama dalam penerbitan sukuk ijarah. Pada saat sukuk ijarah jatuh
tempo, SPV yang bukan merupakan badan hukum tersebut akan dibubarkan
3) Ketika SPV terbentuk, perusahaan menjual
aset yang jadi underlying ijarah kepada SPV dengan akad jual beli antara
perusahaan (sebagai penerbit sukuk ijarah) dengan SPV (sebagai wakil dari
investor pemegang sertifikat sukuk ijarah). Pada saat yang sama, SPV menjual
sertifikat sukuk ijarah kepada investor sebagai bukti bahwa investor adalah
pemilik underlying aset ijarah (proses ini menggunakan akad wakalah).
Dana dari underlying aset akan diserahkan oleh perusahaan kepada
investor melalui SPV
4)
SPV sebagai wakil investor menandatangani akad ijarah
dengan perusahaan. Dalam hal ini, SPV(Lessor) sebagai wakil pemilik aset
menyewakan aset kepada perusahaan (Lessee). Perusahaan sebagai lessee
berhak memanfaatkan aset ijarah dan wajib membayar ijarah atas penggunaan
aset kepada lessor yang kemudian diteruskan kepada investor. Pembayaran
yang dilakukan oleh perusahaan merupakan kupon ijarah yang besarnya ditentukan
secara tetap.
b.
|
|
![]() |
|||||||||||
|
|||||||||||
![]() |
|||||||||||
![]() |
|||||||||||
![]() |
|||||||||||
![]() |
|||||||||||
![]() |
![]() |
|||
![]() |
|||
|

1)
Perusahaan terlebih dahulu menetapkan aset yang akan
disewakan
2)
Perusahaan menjual manfaat kepada investor. Terhadap
transfer tersebut, perusahaan memperoleh bayaran lumpsum dari investor
dan investor memperoleh sertifikat sukuk ijarah. Perusahaan sebagai lessee dan
investor sebagai lessor menandatangani akad ijarah
3)
Perusahaan dan investor menandatangani akad wakalah di
mana investor memberikan kuasa kepada perusahaan atas manfaat aset underlying
ijarah. Kuasa ini digunakan perusahaan untuk mencari konsumen akhir yang
ingin menyewa aset underlying ijarah tersebut
4)
Ketika konsumen akhir telah ditemukan, perusahaan
mentransfer manfaat aset underlying ijarah.
Perusahaan sebagai lessor mewakili investor dan konsumen akhir bertindak
sebagai lessee yang berkewajiban membayar atas penggunaan aset underlying
ijarah. Pembayarannya merupakan sumber kupon ijarah yang akan dibayarkan
perusahaan sebagai lessee kepada investor sebagai lessor
![]() |
|||
|
|||
|

1)
Perusahaan menerbitkan sertifikat sukuk ijarah dan
kemudian menerima kas dari investor atas penerbitan sertifikat tersebut. Perusahaan
dan investor menandatangani akad wakalah. Akad tersebut memberi kuasa kepada
perusahaan untuk mewakili investor sebagai lessee atas transaksi ijarah
berikutnya
2)
Dana hasil penerbitan sukuk ijarah digunakan oleh
perusahaan untuk memperoleh manfaat atas suatu aset underlying ijarah
yang dimiliki owner (pemilik). Perusahaan sebagai lessee dan owner
sebagai lessor menandatangani akad ijarah
3)
Investor sebagai lessee dalam transaksi dengan owner
menyewakan manfaat atas aset underlying ijarah kepada perusahaan,
sehingga investor berubah menjadi lessor. Perusahaan dan investor
menandatangani akad ijarah atas transaksi sublease
4)
Perusahaan mencari konsumen akhir untuk menyewakan aset underlying
ijarah. Konsumen akhir berkewajiban membayar sewa yang merupakan sumber kupon
ijarah yang akan diteruskan perusahaan kepada investor selaku lessor
5.
Sukuk Ijarah Indosat IV 2005
Pada tanggal 21 Juni 2005, PT Indosat Tbk menerbitkan sukuk
Ijarah dan mengambil BRI sebagai wali amanat. Nilai nominal keseluruhannya
adalah Rp 285 miliyar dan akan jatuh tempo pada tanggal 21 Juni 2011.[15]
Obligasi ini memberikan cicilan imbalan Ijarah sebesar Rp
8,55 miliyar yang dibayarkan setiap tiga bulan semenjak tanggal emisi. Tanggal
pembayaran cicilan tersebut adalah sebagai berikut:[16]
Jadwal Pembayaran Cicilan Ijarah
|
||
Cicilan
Imbalan Ijarah Pertama
|
21-Sep-05
|
Rp 8.550.000.000,00
|
Cicilan
Imbalan Ijarah Kedua
|
21-Des-05
|
Rp 8.550.000.000,00
|
Cicilan
Imbalan Ijarah Ketiga
|
21-Mar-06
|
Rp 8.550.000.000,00
|
Cicilan
Imbalan Ijarah Keempat
|
21-Jun-06
|
Rp 8.550.000.000,00
|
Cicilan
Imbalan Ijarah Kelima
|
21-Sep-06
|
Rp 8.550.000.000,00
|
Cicilan
Imbalan Ijarah Keenam
|
21-Des-06
|
Rp 8.550.000.000,00
|
Cicilan
Imbalan Ijarah Ketujuh
|
21-Mar-07
|
Rp 8.550.000.000,00
|
Cicilan
Imbalan Ijarah Kedelapan
|
21-Jun-07
|
Rp 8.550.000.000,00
|
Cicilan
Imbalan Ijarah Kesembilan
|
21-Sep-07
|
Rp 8.550.000.000,00
|
Cicilan
Imbalan Ijarah Kesepuluh
|
21-Des-07
|
Rp 8.550.000.000,00
|
Cicilan
Imbalan Ijarah Kesebelas
|
21-Mar-08
|
Rp 8.550.000.000,00
|
Cicilan
Imbalan Ijarah Keduabelas
|
21-Jun-08
|
Rp 8.550.000.000,00
|
Cicilan
Imbalan Ijarah Ketigabelas
|
21-Sep-08
|
Rp 8.550.000.000,00
|
Cicilan
Imbalan Ijarah Keempatbelas
|
21-Des-08
|
Rp 8.550.000.000,00
|
Cicilan
Imbalan Ijarah Kelimabelas
|
21-Mar-09
|
Rp 8.550.000.000,00
|
Cicilan
Imbalan Ijarah Keenambelas
|
21-Jun-09
|
Rp 8.550.000.000,00
|
Cicilan
Imbalan Ijarah Ketujuhbelas
|
21-Sep-09
|
Rp 8.550.000.000,00
|
Cicilan
Imbalan Ijarah Kedelapanbelas
|
21-Des-09
|
Rp 8.550.000.000,00
|
Cicilan
Imbalan Ijarah Kesembilanbelas
|
21-Mar-10
|
Rp 8.550.000.000,00
|
Cicilan
Imbalan Ijarah Keduapuluh
|
21-Jun-10
|
Rp 8.550.000.000,00
|
Cicilan
Imbalan IjarahKeduapuluh satu
|
21-Sep-10
|
Rp 8.550.000.000,00
|
Cicilan
Imbalan Ijarah Keduapuluh dua
|
21-Des-10
|
Rp 8.550.000.000,00
|
Cicilan
Imbalan Ijarah Keduapuluh tiga
|
21-Mar-11
|
Rp 8.550.000.000,00
|
Cicilan Imbalan Ijarah Keduapuluh empat
|
21-Jun-11
|
Rp 8.550.000.000,00
|
Adapun
skema dari sukuk Ijarah Indosat ini adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan akad Ijarah (sukuk Ijarah)
Indosat tahun 2005 yang dilangsungkan antara Emiten dan pemegang obligasi
syariah Ijarah yang diwakili oleh BRI (sebagai pemegang sukuk Ijarah), Emiten
telah mengalihkan manfaat atas Sirkit miliknya sebesar 80 Mhz yang digunakan
Emiten dalam rangka pelaksanaan jasa Indosat World Live sesuai dengan
spesifikasi yang tercantum dalam akad. Obligasi ini berjangka waktu 6 tahun
terhitung semenjak diterbitkannya dengan nilai pengalihan objek Ijarah sebesar
Rp 285 miliyar atau sejumlah sisa Ijarah.
b. Kemudian, berdasarkan akad wakalah yang
dilangsungkan antara Emiten dan pemegang sukuk Ijarah, pemegang sukuk sebagai
muwakkil atau penerima objek Ijarah memberikan kuasa khusus kepada Emiten
sebagai wakil untuk melakukan:
1) Membuat perjanjian atau kontrak dengan
pihak ketiga (para pelanggan Emiten sebagai pengguna Sirkit) untuk kepentingan
pemegang sukuk Ijarah sebagai penerima objek Ijarah berdasarkan akad dan
perjanjian perwaliamanatan sukuk Ijarah
2) Mewakili segala kepentingan pemegang
obligasi dalam rangka pelaksanaan perjanjian dengan pihak ketiga sebagai
pengguna Sirkit, termasuk menerima seluruh hasil pemanfaatan Sirkit dari pihak
ketiga. Emiten sebagai wakil berjanji untuk membayar cicilan imbalan Ijarah
dari hasil pemanfaatan objek Ijarah kepada pemegang sukuk Ijarah sesuai dengan
nilai dan prosedur pembayaran yang diatur dalam perjanjian perwaliamatan sukuk
Ijarah
D. Penutup
Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka
panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang
obligasi syari’ah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada
pemegang obligasi syari’ah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali
dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Obligasi syariah disetiap transaksinya ditetapkan
berdasarkan akad. Diantaranya adalah akad mudharabah, musyarakah, murabahah, salam,
istisna dan ijarah. Dana yang dihimpun tidak dapat diinvestasikan ke pasar uang
dan atau spekulasi di lantai bursa. Sedangkan untuk obligasi konvensional tidak
terdapat akad di setiap transaksinya.
Sukuk Ijarah
merupakan obligasi syariah yang didasarkan pada akad ijarah. Menurut
bahasa, ijarah berasal dari kata al-ajr yang berarti al-’iwadh
dan dalam bahasa Indonesia berarti ganti atau upah. Sedangkan menurut istilah,
ijarah adalah menukarkan sesuatu dengan ada imbalannya. Biasanya disebut dengan
sewa menyewa atau upah mengupah. Adapun jumhur mengartikan ijarah dengan
menjual manfaat, dan yang boleh disewakan adalah manfaat bukan bendanya.
Sukuk ijarah baru terbit di Indonesia tahun 2004 dan pada
tahun 2007, nilai sukuk Ijarah di Indonesia mencapai Rp 2,3944 triliyun atau
mencapai 67% dari nilai total obligasi syariah di Indonesia.
Model aplikasi
sukuk Ijarah ada tiga, yaitu transfer kepemilikan atas aset yang telah
tersedia, transfer manfaat atas aset yang telah tersedia, dan Transfer Manfaat
Atas Aset yang telah Tersedia dengan Sublease. Salah satu sukuk Ijarah
di Indonesia yaitu sukuk Ijarah Indosat IV tahun 2005 menggunakan model
transfer manfaat aset yang telah tersedia.
DAFTAR BACAAN
Safi’i, Muhammad Aris. ”Obligasi Syariah dalam Perspektif
Hukum Islam (Studi Kasus PT Matahari Putra Prima Tbk)”, Skripsi.
Yogyakarta: Fakultas Syariah, 2009
Qoyum, Abdul. ”Analisis Perbandingan Kinerja Kelompok
Obligasi Syariah dengan Kelompok Obligasi Konvensional di Indonesia 2004-2006”,
Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Syariah, 2009
http://investorsukses.ohlog.com/obligasi-syariah.oh58976.html,
diakses 12 April 2010
http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/EKONOMI%20SYARIAH/OBLIGASI%20SYARIAH.pdf,
diakses 12 April 2010
http://www.indosat.com/html/annual_report_2008/id/1715_notes.html,
diakses 26 April 2010
http://www.indosat.com/html/Download/indosat%20bond%20prosc.pdf
, diakses 26 April 2010
[1] Abdul
Qoyum, Analisis Perbandingan Kinerja Kelompok Obligasi Syariah dengan
Kelompok Obligasi Konvensional di Indonesia 2004-2006, (skripsi tidak
diterbitkan, Yogyakarta: Fakultas Syariah, 2009), hlm. 45
[2] Nurul
Huda, Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, tahun
2007, dalam Obligasi Syariah, Abdul Manan, http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/EKONOMI%20SYARIAH/OBLIGASI%20SYARIAH.pdf,
diakses 12 April 2010.
[4] Muhammad Aris Safi’i,
Obligasi Syariah dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus PT Matahari Putra
Prima Tbk), (skripsi tidak diterbitkan, Yogyakarta: Fakultas Syariah,
2009), hlm. 41-42
[15] PT
Indosat Tbk, ”Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolisasi,” dalam Laporan
Tahunan 2008 PT Indosat Tbk, http://www.indosat.com/html/annual_report_2008/id/1715_notes.html,
diakses 26 April 2010
[16] PT Indosat Tbk, Informasi
Tambahan/ Perbaikan Prospektus, http://www.indosat.com/html/Download/indosat%20bond%20prosc.pdf
, diakses 26 April 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar