Senin, 06 Januari 2020

Kala Perbankan Syariah danTeknologi Finansial Berjodoh ( Opini, Harian Singgalang 16 November 2019}


Perbankan syariah di tanah air bukan lagi sesuatu yang baru atau asing di telinga masyarakat. Sejak pertama kali muncul hingga hari ini, perbankan syariah di Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Tidak hanya tumbuh subur dalam hal cakupan wilayah operasional dan besarnya dana yang dikelola sebagai intermediasi keuangan, melainkan juga perkembangan layanan berbasis teknologi digital. Menurut laporan OJK, aset perbankan syariah naik dari Rp 356 Miliar di tahun 2016 menjadi hampir Rp 487 Miliar di tahun 2019. Jumlah kantor meningkat dari 2.201 di tahun 2016 menjadi 2.266 di tahun 2019. 
Dengan data ini, perbankan syariah tentu tidak ingin cepat berpuas diri. Secara umum, semangat sistem ekonomi Islam memiliki orientasi sosial dalam wujud menciptakan keadilan dan pertumbuhan ekonomi. Nah, perbankan syariah sebagai bagian dari sistem ekonomi ini seharusnya juga mendukung orientasi sosial tersebut. Bentuk dukungan tersebut dapat ditunjukkan perbankan syariah dalam peningkatan layanan, keunggulan produk dan juga aktivitas perbankan.
Di Indonesia, dengan penduduk muslim mayoritas, perkembangan perbankan syariah didukung oleh bentuknya yang berbeda dari perbankan konvensional yakni berdasarkan prinsip-prinsip yang mengutamakan keseimbangan aspek ekonomi dan sosial masyarakat. Mengutamakan kepentingan individu dan sosial serta keseimbangan antara individu, keluarga, masyarakat dan negara.
Kepercayaan masyarakat mulai tumbuh dan berkembang terhadap perbankan syariah dikarenakan perbankan syariah tidak hanya bertujuan profit melainkan juga mengemban tujuan sosial. Tujuan sosial ini memberikan tanggung jawab kepada perbankan syariah untuk mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat dalam hal layanan keuangan terutama pembiayaan.
Namun, tiga puluh tahun sejak kemunculannya di tanah air, perbankan syariah faktanya belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat dalam rangka memenuhi tujuan sosialnya. Hal ini dikarenakan operasional perbankan syariah yang belum merata ke seluruh pelosok Indonesia. Pembiayaan perbankan syariah belum mampu menjangkau seluruh pelosok daerah sehingga tidak heran di tahun 2017, pembiayaan mengalami penurunan sebesar 9 persen dibanding tahun sebelumnya.
Berdasarkan Statistik Perbankan Syariah yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juni 2019, perbankan syariah di Indonesia lebih banyak tersebar di wilayah Jawa, sementara di luar Jawa, perbankan syariah masih bisa dikatakan minim. Selain itu, perbankan syariah tidak bisa memberikan pembiayaan tanpa jaminan yang menyebabkan jangkauan pembiayaan terbatas pada masyarakat yang mampu memberikan jaminan. Dana yang akan diberikan perbankan syariah kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan juga berasal dari masyarakat yang harus diamankan untuk menjaga kepercayaan masyarakat sekaligus menjaga prinsip ketahanan yang termaktub dalam Undang-undang perbankan (Kartika, 2016). Tidak hanya itu, pertumbuhan perbankan syariah mengalami penurunan drastis dari 30 persen tiap tahun pada tahun-tahun sebelumnya, menjadi hanya 8 persen pada tahun 2014 dan 9 persen pada tahun 2015.
Di tengah perkembangan teknologi dan kegagapan perbankan syariah, muncul layanan keuangan berbasis teknologi yang disebut financial technology (teknologi finansial), atau yang kemudian lebih akrab disebut Fintech. Fintech memudahkan masyarakat dalam mengakses berbagai produk keuangan, mempermudah transaksi dan membantu meningkatkan literasi keuangan. Industri ini berkembang pesat dengan layanan peer to peer (P2P) lending dan sistem pembayaran sebagai produk yang paling banyak digunakan masyarakat. Layanan ini memberi harapan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk dapat mengakses pembiayaan. Dari tahun 2018 hingga 2019, penyaluran pembiayaan oleh Fintech mengalami kenaikan sebesar 14,36 persen.
Pertumbuhan pinjaman yang diberikan Fintech lebih cepat jika dibandingkan dengan pembiayaan yang diberikan oleh perbankan syariah yang justru belakangan mengalami penurunan. Secara jumlah, pembiayaan perbankan syariah memang jauh di atas Fintech, tapi secara pertumbuhan, pembiayaan perbankan syariah dapat dikatakan tertinggal dari Fintech. Pertumbuhan tersebut diperoleh karena cakupan wilayah yang lebih luas serta karena Fintech hadir dengan beragam kemudahan seperti hemat waktu dan tidak ribet dalam pengajuan dan pencairan pinjaman serta tidak perlu datang ke kantor layaknya mengajukan pembiayaan ke bank.
Kemunculan Fintech dipandang sebagian kalangan sebagai ancaman bagi lembaga keuangan terutama perbankan dan asuransi. Pandangan ini tidaklah salah jika melihat perkembangan Fintech yang begitu pesat, berbanding terbalik dengan penurunan pada perbankan. Perbankan bisa saja mengalami kepunahan jika tidak bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi. Kecenderungan masyarakat melakukan transaksi secara digital memberikan keuntungan bagi Fintech.
Namun, tidak sedikit juga kalangan yang melihat kehadiran Fintech sebagai peluang bagi perbankan untuk lebih berkembang, termasuk perbankan syariah. Fintech bisa dijadikan motor bagi pertumbuhan perbankan syariah ke depan. Melalui pemanfaatan Fintech, perbankan syariah dapat mengakses lebih banyak usaha kecil dan menengah yang selama ini belum bisa dijangkau. Perbankan syariah bisa melakukan kerjasama dengan Fintech syariah dalam hal layanan pembiayaan sehingga dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat sebagaimana yang diharapkan. Kerjasama perbankan syariah dan Fintech syariah dapat memberikan kemudahan akses pembiayaan bagi usaha kecil dan menengah sehingga dalam jangka panjang akan mendorong pertumbuhan industri keuangan syariah secara keseluruhan sekaligus mendorong kemapanan ekonomi masyarakat secara luas.
Pertanyaannya kemudian adalah kerjasama perbankan syariah dan Fintech syariah yang bagaimana atau kerjasama dalam bentuk apa yang dapat meningkatkan petumbuhan perbankan syariah, menjaga ketahanan Fintech syariah itu sendiri, serta memberi dampak sosial yang besar bagi masyarakat sebagai konsumen?
Kondisi ini menghadapkan perbankan syariah pada pilihan antara mengembangkan teknologi untuk mampu berkompetisi dengan fintech atau justru memilih opsi bekerjasama. Jika harus berkompetisi, maka pengembangan teknologi akan berdampak pada peningkatan biaya perbankan syariah. Kebijakan ini juga harus mencakup rentang waktu sosialisasi ke masyarakat, hingga peningkatan kualitas sumber daya manusia yang akan mengelola pemanfaatan teknologi yang ada. Pilihan ini bisa dikatakan bukan pilihan yang menguntungkan.
Opsi kedua yang lebih memungkinkan bagi perbankan syariah adalah bekerjasama dengan fintech yang telah ada untuk meningkatkan layanan. Fintech merupakan peluang bagi perbankan syariah untuk lebih berkembang. Fintech bisa dijadikan motor bagi pertumbuhan perbankan syariah ke depan. Melalui pemanfaatan fintech, perbankan syariah dapat mengakses lebih banyak konsumen yang selama ini belum bisa dijangkau.
Mengacu pada data publikasi yang dirilis OJK per 30 Oktober 2019, telah ada 144 perusahaan fintech yang berizin dan terdaftar, baik yang jenis usahanya bersifat konvensional maupun syariah. Dari jumlah itu, khusus yang telah melayani konsep syariah ada 13 perusahaan fintech. Bahkan, sebagian diantaranya telah mengenalkan sistem layanan berbasis android dan IOS.
Fintech syariah tentu akan menjadi pilihan karena lebih memudahkan perbankan syariah dalam hal kesesuaian prinsip dan aturan operasional berbasis syariah. Kerjasama dalam bentuk peningkatan layanan menjadi bentuk paling terbaik karena pada dasarnya, persoalan utama perbankan syariah adalah lambatnya pertumbuhan pembiayaan (yang notabene merupakan salah satu upaya mencapai tujuan sosial) perbankan syariah karena persoalan akses. Masalah ini dapat diatasi dengan luasnya cakupan wilayah kerja fintech. Selain itu, layanan yang paling banyak digunakan masyarakat dan tumbuh pesat adalah peer to peer (P2P) lending yakni layanan pinjaman.
Bentuk kerjasama ini akan membantu pertumbuhan perbankan syariah di sisi pembiayaan serta meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam pengelolaan dana. Sebaliknya, bagi fintech syariah, keberlangsungan usaha dapat terjamin lewat kerjasama dengan perbankan syariah karena persoalan utama berupa ketersediaan modal terpecahkan. Sementara itu, konsumen mendapatkan kemudahan akses pembiayaan yang dapat meningkatkan kinerja usaha mereka dan dalam jangka panjang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara luas.
Jika ditanyakan fintech syariah dengan kualifikasi dan model seperti apa yang cocok bekerjasama dengan perbankan syariah? Yang jelas platform dan konsumen pasarnya sudah ada, silakan para pelakon fintech syariah bersaing untuk merebut tempat di hati para pengelola perbankan syariah. Atau kedua pihak dapat duduk bersama, membentuk pemahaman dan tujuan bersama agar produk layanan keuangan yang didambakan dapat dirumuskan bersama-sama.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam Selamat Datang

 Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh Selamat datang dan terimakasih kepada teman-teman yang sudah mampir ke laman rumahdialekis. ...