Jumat, 21 Februari 2020

OBLIGASI SYARIAH_210410



A.  Prakata
Dunia usaha membutuhkan modal dalam jumlah yang cenderung meningkat setiap waktu. Dalam rangka memberi kemudahan bagi masyarakat dan para produsen untuk mendapatkan permodalan, maka pemerintah dan lembaga-lembaga ekonomi menyelenggarakan kegiatan pasar modal. Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrument keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan. Salah satu instrument pasar modal adalah surat utang yang lebih dikenal dengan nama obligasi.  
Secara lebih detail, obligasi merupakan utang jangka panjang secara tertulis dalam kontrak surat obligasi yang dilakukan oleh pihak berhutang dan pihak yang menerima pembayaran alias piutang yang pada umumnya tanpa menjaminkan suatu aktiva.
Perkembangan ekonomi Islam membuat lembaga-lembaga keuangan Islam dan pemerintah mengeluarkan instrumen-instrumen keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu, keberadaan obligasi yang selama ini identik dengan bunga yang tidak sesuai dengan syariah, mulai beranjak ke obligasi dengan prinsip-prinsip syariah. Obligasi syariah merupakan salah satu pilihan investasi yang tepat bagi para emiten yang ingin aman dari unsur-unsur ribawi. Tidak hanya itu, instrumen pasar modal yang satu ini merupakan salah satu langkah awal untuk memajukan ekonomi yang sesuai dengan prinsip syariah.
Lebih jauh mengenai definisi obligasi syariah, konsep dasar, dan mekanisme operasionalnya akan dibahas berikut ini.

B.  Pengertian Obligasi
Obligasi berasal dari bahasa Belanda, ”Obligatie” yang berarti kontrak.[1] Obligasi merupakan surat utang jangka menengah-panjang yang dapat dipindahtangankan yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut.
Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa unsur-unsur yang terdapat pada obligasi adalah:
a.    Kontrak pembiayaan berjangka panjang/ menengah
b.    Pembayaran kembali pada waktu tertentu
c.    Pembayaran seluruh kewajiban yang timbul
d.   Pembayaran sejumlah manfaat yang diperoleh secara periodik berdasarkan kesepakatan
e.    Berkarakteristik: ada emiten, nilai nominal, kupon, dan jatuh tempo
Jika harga saham dinyatakan dalam bentuk mata uang, maka harga obligasi dinyatakan dalam persentase, yaitu keuntungan dari nilai nominal. Harga pasar obligasi yang ditawarkan ada tiga kemungkinan:
a.    Par value (nilai par) yang merupakan keadaan di mana harga obligasi sama dengan nilai nominalnya. Pada par value, obligasi akan dijual pada harga 100%.
b.    At premium ketika harga obligasi lebih besar dari nilai nominalnya. Misalnya saja, obligasi dijual dengan harga 103%.
c.    At discount, harga obligasi lebih kecil dari nilai nominal. Misalnya, obligasi dijual dengan  harga 97%.
Obligasi syariah berbeda dengan obligasi konvensional. Semenjak ada konvergensi pendapat bahwa bunga adalah riba, maka instrumen-instrumen yang punya komponen bunga (interest-bearing instruments) dikeluarkan dari daftar investasi halal. Karena itu, dimunculkan alternatif yang dinamakan Obligasi syariah.
Merujuk pada Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 32/DSN-MUI/IX/2002, "obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syari’ah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syari’ah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo".
Pada awalnya, penggunaan istilah "obligasi syariah" sendiri dianggap kontradiktif. Obligasi sudah menjadi kata yang tak lepas dari bunga sehingga tidak dimungkinkan untuk di- syariah-kan. Seperti halnya pengertian bank syariah adalah bank yang menjalankan prinsip syariah, tetap menghimpun dan menyalurkan dana, tetapi tidak dengan dasar bunga, demikian juga adanya pergeseran pengertian pada obligasi. Mulanya dikenal sebagai instrumen fixed income karena memberikan kupon dengan bunga tetap (fixed) sepanjang tenornya. Kemudian dikembangkan juga obligasi dengan kupon bunga mengambang (floating) sehingga bunga yang diterima pemegang obligasi tidak lagi tetap.
Menarik untuk memperhatikan bahwa Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 32/DSN- MUI/IX/2002 tersebut memberikan pertimbangan awal bahwa obligasi yang selama ini (konvensional) didefinisikan masih belum sesuai dengan syariah. Karenanya, obligasi yang dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang berdasarkan prinsip syariah.
Dari sisi pasar modal, penerbitan obligasi syariah muncul sehubungan dengan berkembangnya institusi-institusi keuangan syariah, seperti asuransi syariah, dana pensiun syariah, dan reksa dana syariah yang membutuhkan alternatif penempatan investasi.
Menariknya, investor obligasi syariah tidak hanya berasal dari institusi-institusi syariah saja, tetapi juga investor konvensional. Produk syariah dapat dinikmati dan digunakan siapa pun, sesuai falsafah syariah yang sudah seharusnya memberi manfaat (maslahat) kepada seluruh semesta alam. Investor konvensional akan tetap bisa berpartisipasi dalam obligasi syariah, jika dipertimbangkan bisa memberi keuntungan kompetitif, sesuai profil risikonya, dan juga likuid. Sementara obligasi konvensional, investor base-nya justru terbatas karena investor syariah tidak bisa ikut ambil bagian di dalamnya.
Bagi emiten, menerbitkan obligasi syariah berarti juga memanfaatkan peluang-peluang tertentu. Emiten dapat memperoleh sumber pendanaan yang lebih luas, baik investor konvensional maupun syariah. Selain itu, struktur obligasi syariah yang inovatif juga memberi peluang untuk memperoleh biaya modal yang kompetitif dan menguntungkan. Tetapi, tidak semua emiten dapat menerbitkan obligasi syariah. Untuk menerbitkan obligasi syariah, beberapa persyaratan berikut yang harus dipenuhi:
a.    Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No: 20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah Islam di antaranya adalah:(1) Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang; (2) Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional; (3) Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram; (4) Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
b.    Peringkat Investment Grade: (1) memiliki fundamental usaha yang kuat; (2) memiliki fundamental keuangan yang kuat; (3) memiliki citra yang baik bagi publik
c.    Persyaratan tambahan jika termasuk dalam komponen Jakarta Islamic Index (JII)Fatwa DSN – Obligasi Syariah:[2]
1)   Obligasi syariah adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/marjin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo
2)   Dalam hal akad Mudharabah atau Musyarakah pendapatan yang dibagikan merupakan bagi hasil.
3)   Dalam hal akad jual-beli seperti Murabahah, Salam, atau Istishna, pendapatan yang dibagikan merupakan marjin.
4)   Dalam hal akad Ijarah, pendapatan yang dibagikan merupakan fee (sewa) dari aset yang disewakan
5)   Kepemilikan obligasi syariah dapat dialihkan kepada pihak lain, selama disepakati dalam akad

C.  Konsep Dasar Obligasi Syariah
Biaya Modal adalah batas hasil minimum yang harus dicapai oleh suatu investasi agar dapat meningkatkan nilai perusahaan. Oleh karena itu, biaya modal sering dianggap sebagai cut off rate terhadap sebuah proyek investasi. Sebuah proyek investasi yang dapat menghasilkan keuntungan lebih besar dari biaya modalnya, maka investasi tersebut akan dapat menaikkan nilai perusahaan
Biaya modal obligasi konvensional merupakan tingkat keuntungan yang diharapkan oleh pemegang obligasi. Besarnya biaya modal tersebut telah ditetapkan di awal berupa persentase bunga tetap setiap periodenya. Biaya modal ini dapat diketahui dengan cara menilai harga beli obligasi atau present value obligasi tahun ke nol. Penilaian harga beli obligasi konvensional tidak bisa lepas dari konsep time value of money yang tidak diperbolehkan dalam konsep ekonomi  syariah. Pada obligasi syariah, ada beberapa akad penting yang dijadikan sebagai basis pengembangan obligasi. Akad-akad tersebut adalah:
a.    Akad Mudharabah: merupakan akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shahibul maal atau investor) menyediakan modal sedangkan pihak kedua (mudharib alias emiten) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara kedua pihak sesuai dengan kesepakatan di awal yang dituangkan dalam kontrak.
b.    Akad Musyarakah: adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan kontribusi dana sesuai dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
c.    Akad Ijarah: akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang/ jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak milik atas barang tersebut.
d.   Akad Murabahah: akad jual beli barang di mana pembeli dapat membayar harga barang yang disepakati pada jangka waktu yang telah ditentukan kedua pihak, dan penjual dapat menambah marjin pada harga pokok barang yang dijualnya.
e.    Akad Salam: kontrak jual beli dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.
f.     Akad Istishna: akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan atau pembeli dengan pembuat atau penjual.
Meskipun ada enam akad yang bisa digunakan dalam pengembangan obligasi syariah, namun hanya dua akad yang banyak digunakan yaitu akad Mudharabah dan Ijarah.
1.    Obligasi Mudharabah
Obligasi Mudharabah merupakan kerjasama dengan skema bagi hasil pendapatan atau keuntungan. Obligasi jenis ini memberikan return dengan menggunakan term indicative/ expected return karena sifatnya yang floating dan tergantung pada kinerja pendapata yang dibagihasilkan.
Pada praktiknya, Obligasi Mudharabah dikeluarkan oleh perusahaan (mudharib/ emiten) kepada investor (shahibul maal) dengan tujuan untuk pendanaan proyek tertentu yang dijalankan oleh perusahaan di mana proyek tersebut terpisah dari aktivitas umum perusahaan. Keuntungannya didistribusikan secara periodik berdasarkan nisbah tertentu yang telah disepakati, namun tidak ditentukan persentasenya pada awal perjanjian. Nisbahnya merupakan rasio pembagian keuntungan riil dengan basis profit-loss sharing.
Return Obligasi Syariah Mudharabah yang berbasis revenue sharing atau profit sharing berbeda dengan return keuntungan yang diharapkan (bunga) obligasi konvensional. Perbedaan ini tentunya berlanjut pada cara penilaian harga pasar obligasi syariah dan akhirnya juga menentukan biaya modal perusahaan yang menerbitkan obligasi syariah tersebut.
Mekanisme atau beberapa hal pokok mengenai Obligasi Syariah Mudharabah ini dapat diringkaskan dalam butir-butir berikut:
a.    Kontrak atau akad Mudharabah dituangkan dalam perjanjian perwaliamanatan;
b.    Rasio atau persentase bagi hasil (nisbah) dapat ditetapkan berdasarkan komponen pendapatan (revenue) atau keuntungan (profit; operating profit, EBIT, atau EBITDA). Tetapi, Fatwa No: 15/DSN-MUI/IX/2000 memberi pertimbangan bahwa dari segi kemaslahatan pembagian usaha sebaiknya menggunakan prinsip Revenue Sharing;
c.    Nisbah ini dapat ditetapkan konstan, meningkat, ataupun menurun, dengan mempertimbangkan proyeksi pendapatan Emiten, tetapi sudah ditetapkan di awal kontrak.
d.   Pendapatan Bagi Hasil berarti jumlah pendapatan yang dibagihasilkan yang menjadi hak dan oleh karenanya harus dibayarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi syariah yang dihitung berdasarkan perkalian antara nisbah pemegang obligasi syariah dengan pendapatan/ keuntungan yang dibagihasilkan yang jumlahnya tercantum dalam laporan keuangan konsolidasi emiten.
e.    Pembagian hasil pendapatan ini atau keuntungan dapat dilakukan secara periodik (tahunan, semesteran, kuartalan, bulanan);
f.     Karena besarnya pendapatan bagi hasil akan ditentukan oleh kinerja aktual emiten, maka obligasi syariah memberikan indicative return tertentu.
Contoh Obligasi Mudharabah: Berlian Laju Tanker menerbitkan Obligasi Mudharabah senilai Rp100 miliyar. Dana tersebut digunakan untuk membeli kapal tanker (66%) dengan tambahan modal kerja perusahaan (34%). Obligasi tersebut berjangka waktu 5 tahun dengan keuntungan yang diperoleh dari bagi hasil berdasarkan pendapatan perseroan dari pengoperasian kapal tanker MT Gardini atau kapal lainnya yang beroperasi melayani Pertamina, sehingga returnya berubah setiap tahun sesuai dengan pendapatan.

2.    Obligasi Ijarah
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna/ manfaat atas suatu barang atau jasa dalam wakatu tertentu melalui pembayaran sewa tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang tersebut. Pemegang Obligasi Ijarah akan mendapatkan keuntungan berupa fee (sewa) dari aset yang disewakan.
Ketentuan akad ijarah:
a.    Objeknya dapat berupa barang (harta fisik yang bergerak, tak bergerak, harta perdagangan) maupun berupa jasa.
b.     Manfaat dari objek dan nilai manfaat tersebut diketahui dan disepakati oleh kedua belah pihak.
c.    Ruang lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus dinyatakan secara spesifik.
d.   Penyewa harus membagi hasil manfaat yang diperolehnya dalam bentuk imbalan atau sewa / upah.
e.    Pemakai manfaat (penyewa) harus menjaga objek agar manfaat yang diberikan oleh objek tetap terjaga.
f.     Pembeli sewa haruslah pemilik mutlak.
Contoh Obligasi Ijarah: Obligasi Ijarah Matahari Departemen Store. Perusahaan tersebut mengeluarkan Obligasi Ijarah senilai Rp100 mialiyar dengan jangka waktu 5 tahun. Dananya digunakan untuk melaksanakan ijarah atas ruangan usaha dari pemiliknya (pemegang obligasi yang dalam hal ini adalah investor). Ruang usaha yang disewa adalah Cilandak Town Square di Jakarta. Ruang tersebut dimanfaatkan Matahari sesuai dengan akad ijarah, di mana atas manfaat tersebut Matahari melakukan pembayaran sewa (fee ijarah) dan pokok dana obligasi. Fee ijarah dibayarkan setiap tiga bulan, sedangkan dana obligasi dibayarkan pada saat pelunasan obligasi.





D.  Mekanisme Operasional Obligasi
1.    Mekanisme Operasional Obligasi Konvensional

            Tahapan-tahapan obligasi sebelum hingga sampai ke tangan pemodal:
a.    Sebelum ditawarkan kepada masyarakat pemodal, obligasi akan diperingkat (rating) oleh rating agency.
b.    Rating yang diberikan oleh rating agency akan memberikan pernyataan apakah obligasi berada pada tingkat investment grade atau non investment grade.
c.    Ada dua jenis rating yang diberlakukan yaitu coprporate rating dan securities rating.
d.   Identure merupakan kontrak atau perjanjian serta syarat-syarat dan kondisi yang terdapat pada surat obligasi.

2.    Mekanisme Operasional Obligasi Syariah
a.    Obligasi Mudharabah
1)   Kontrak atau akad Mudharabah dituangkan dalam perjanjian perwaliamanatan
2)   Rasio atau persentase bagi hasil (nisbah) dapat ditetapkan berdasarkan komponen pendapatan (revenue) atau keuntungan (profit; operating profit, EBIT, atau EBITDA). Tetapi, Fatwa No: 15/DSN-MUI/IX/2000 memberi pertimbangan bahwa dari segi kemaslahatan pembagian usaha sebaiknya menggunakan prinsip Revenue Sharing
3)   Nisbah ini dapat ditetapkan konstan, meningkat, ataupun menurun, dengan mempertimbangkan proyeksi pendapatan Emiten, tetapi sudah ditetapkan di awal kontrak
4)   Pendapatan Bagi Hasil berarti jumlah pendapatan yang dibagihasilkan yang menjadi hak dan oleh karenanya harus dibayarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi syariah yang dihitung berdasarkan perkalian antara nisbah pemegang obligasi syariah dengan pendapatan/keuntungan yang dibagihasilkan yang jumlahnya tercantum dalam laporan keuangan konsolidasi emiten
5)   Pembagian hasil pendapatan ini atau keuntungan dapat dilakukan secara periodik (tahunan, semesteran, kuartalan, bulanan)
6)   Karena besarnya pendapatan bagi hasil akan ditentukan oleh kinerja aktual emiten, maka obligasi syariah memberikan indicative return tertentu
Contoh Mekanisme Perdagangan Obligasi Mudharabah:
b.    Obligasi Ijarah
Obligasi ijarah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1)   Investor dapat bertindak sebagai penyewa (mustajir). Sedangkan emiten dapat bertindak  ebagai wakil investor. Dan propery owner, dapat bertindak sebagai orang yang menyewakan (mujir). Dengan demikian, ada dua kali transaksi dalam hal ini; transaksi pertama terjadi antara investor dengan emiten, dimana investor mewakilkan dirinya kepada emiten dengan akad wakalah, untuk melakukan transaksi sewa menyewa dengan property owner dengan akad ijarah. Selanjutnya, transaksi terjadi antara emiten (sebagai wakil investor) dengan property owner (sebagai orang yang menyewakan) untuk melakukan transaksi sewa menyewa (ijarah).
2)   Setelah investor memperoleh hak sewa, maka investor menyewakan kembali objek sewa ersebut kepada emiten. Atas dasar transaksi sewa menyewa tersebut, maka diterbitkanlah surat berharga jangka panjang (obligasi syariah ijarah), dimana atas penerbitan obligasi tersebut,  emiten waib membayar pendapatn kepada investor berupa fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.

E.  Sistem Kompensasi Obligasi
Pada obligasi konvensional, kompensasi yang diperoleh oleh pemegang obligasi antara lain:
a.    Pendapatan bunga, baik dalam bentuk kupon ataupun bunga tetap, bunga meningkat, dan tingkat bunga mengambang
b.    Capital gain, keuntungan dari selisih nominal obligasi dengan harga jual. Ada dua isltilah dalam penentuan capital gain alias yield:
1)   Current yield. Merupakan yield yang dihitung berdasarkan jumlah kupon yang diterima selama setahun terhadap harga obligasi.
2)   Yield to maturity (YTM). YTM adalah tingkat pengembalian atau pendapatan yang akan diperoleh investor apabila memiliki obligasi sampai jatuh tempo.
c.    Spesial feature gain
Selain itu, obligasi harus diukur tingkat pengembaliannya untuk mengetahui apakah obligasi tersebut akan mendatangkan keuntungan atau tidak. Tingkat pengembalian diukur dari sumber-sumber pendapatan yang mendasari obligasi yaitu bunga. Sementara itu, untuk mengukur pendapatan bunga terhadap harga pasar obligasi digunakan current yield.
Sedangkan pada obligasi syariah kompensasi yang akan diterima oleh pemegang obligasi antara lain pendapatan bagi hasil, imbalan atau fee.


F.   Perbedaan Obligasi Syariah dan Konvensional
Keterangan
Obligasi Konvensional
Obligasi Mudharabah
Obligasi Ijarah
Akad (transaksi)
Tidak ada
Mudharabah (bagi hasil)
Ijarah (sewa/ lease)
Jenis transaksi
-
Uncertanty contract
Certanty contract
Sifat
Surat utang
Investasi
Investasi
Harga penawaran
100%
100%
100%
Pokok obligasi saat jatuh tempo
100%
100%
100%
Kupon
Bunga
Pendapatan/ bagi hasil
Imbalan/ fee
Return
Float/ tetap
Indikatif berdasarkan pendapatan/ income
Ditentukan sebelumnya
Fatwa DSN
Tidak ada
No. 33/DSN-MUI/IX/2002
No: 41/DSN-MUI/III/2004
Jenis investor
Konvensional
Syariah/ konvensional
Syariah/ konvensional
Secara prinsipil perbedaan antara obligasi syariah dan obligasi konvensional sama seperti bisnis syariah lainnya, yaitu di mana prinsip-prinsip syariah menjadi acuan dasar yang harus diikuti. Di antaranya perbedaan tersebut dapat diketahui dari sisi:
1.    Orientasi
Obligasi konvensional hanya memperhitungkan keuntungannya semata. Tidak demikian bagi obligasi syariah, di samping memperhatikan keuntungan, obligasi syariah harus memperhatikan pula sisi halal-haram, artinya disetiap investasi yang ditanamkan dalam obligasi harus pada produk-produk yang sesuai dengan prinsip syariah. Pada kasus di Indonesia, obligasi syariah menggunakan akad mudharabah. Prinsip pokok penerbitan obligasi syariah mudharabah tersebut adalah:
a.    Kontrak atau akad mudharabah dituangkan dalam perjanjian perwaliamanatan
b.    Rasio atau persentase bagi hasil (nisbah) dapat ditetapkan berdasarkan komponen pendapatan (revenue) atau keuntungan (profit; operating profit, EBIT, atau EBITDA)
c.    Nisbah ini dapat ditetapkan konstan, meningkat, ataupun menurun, dengan mempertimbangkan proyeksi pendapatan emiten, tetapi sudah ditetapkan di awal kontrak
d.   Pendapatan bagi hasil berarti jumlah pendapatan yang dibagihasilkan yang menjadi hak dan oleh karenanya harus dibayarkan oleh emiten pada pemegang obligasi syariah yang dihitung berdasarkan perkalian antara nisbah pemegang obligasi syariah dengan pendapatan/keuntungan yang dibagihasilkan yang jumlahnya tercantum dalam laporan keuangan konsolidasi emiten

2.    Akad
Obligasi syariah disetiap transaksinya ditetapkan berdasarkan akad. Diantaranya adalah akad mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istisna dan ijarah. Dana yang dihimpun tidak dapat diinvestasikan ke pasar uang dan atau spekulasi di lantai bursa. Sedangkan untuk obligasi konvensional tidak terdapat akad di setiap transaksinya. Secara jelas aturan bagi investasi ke dalam bentuk obligasi syariah tidak dibenarkan kepada transaksi yang dilarang, baik investasi tersebut pada barang yang bersifat subhat ataupun makruh. Tidak dibenarkan jika bentuk investasi tersebut pada perusahaan yang telah memproduksi barang-barang yang dilarang, misalnya, perusahaan yang memproduksi minuman keras, atau perusahaan yang memproduksi rokok yang dimakruhkan.

3.    Keuntungan
Obligasi konvensional, keuntungannya di dapat dari besaran bunga yang ditetapkan, sedangkan obligasi syariah keuntungan akan diterima dari besarnya margin/fee yang ditetapkan ataupun dengan sistem bagi hasil yang didasarkan atas asset dan produksi.
4.    Kewajiban Emiten
Merujuk pada fatwa Dewan Syariah Nasional–Majlis Ulama Indonesia, Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Penerapan obligasi syariah menggunakan akad antara lain; akad musyarakah, mudharabah, murabahah, salam, istisna, dan ijarah. Emiten adalah mudharib sedang pemegang obligasi adalah shahibul mal (investor).

G. Penutup
Obligasi merupakan surat utang jangka menengah-panjang yang dapat dipindahtangankan yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut.
Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syari’ah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syari’ah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Obligasi konvensional hanya memperhitungkan keuntungannya semata. Tidak demikian bagi obligasi syariah, di samping memperhatikan keuntungan, obligasi syariah harus memperhatikan pula sisi halal-haram, artinya disetiap investasi yang ditanamkan dalam obligasi harus pada produk-produk yang sesuai dengan prinsip syariah. Pada kasus di Indonesia, obligasi syariah menggunakan akad mudharabah.
Obligasi syariah disetiap transaksinya ditetapkan berdasarkan akad. Diantaranya adalah akad mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istisna dan ijarah. Dana yang dihimpun tidak dapat diinvestasikan ke pasar uang dan atau spekulasi di lantai bursa. Sedangkan untuk obligasi konvensional tidak terdapat akad di setiap transaksinya.


DAFTAR BACAAN

Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekonosia FE UII, 2007


[1] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Ekonosia FE UII, 2007), hlm.  
[2] Nurul Huda, Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, Kencana Prenada Media  Group, Jakarta, tahun 2007, dalam Obligasi Syariah, Abdul Manan, http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/EKONOMI%20SYARIAH/OBLIGASI%20SYARIAH.pdf, diakses 12 April 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam Selamat Datang

 Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh Selamat datang dan terimakasih kepada teman-teman yang sudah mampir ke laman rumahdialekis. ...