Rabu, 24 Januari 2018

MONOPOLI PERSPEKTIF ISLAM_120109

A. Pendahuluan

Monopoli, sebagaimana dikenal banyak orang merupakan salah satu jenis pasar yang terjadi dan berlangsung di dunia bisnis. Dalam praktek monopoli, terdapat satu atau lebih penguasa faktor produksi dan penguasa pasar sehingga menyebabkan pelaku ekonomi lain mengalami kesulitan untuk memasuki pasar tersebut. Akibat dari adanya monopoli ini adalah terjadinya persaingan yang tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Meskipun begitu, praktek monopoli tetap terjadi di manapun. Lantas bagaimana Islam menilai praktek monopoli pasar ini? Apakah hal ini merupakan sesuatu yang boleh dalam Islam atau justru monopoli dilarang dalam ajaran Islam?

Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan coba dijawab dalam tulisan ini. Sebelum melihat bagaimana pandangan Islam terhadap praktek monopoli, perlu kiranya dihadirkan di dalam tulisan ini apa itu monopoli, bagaimana prakteknya, dan apa undang-undang yang membolehkan atau yang melarang praktek monopoli tersebut. Setelah mengetahui apa itu monopoli dan bagaimana prakteknya dalam dunia bisnis, maka kita akan beranjak pada pandangan Islam tentang praktek monopoli dalam dunia bisnis. 

B. Monopoli dan Kriterianya
1. Definisi Monopoli 
Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1995 tentang anti monopoli, monopoli diartikan sebagai penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Sementara itu, praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau atas jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.

Menurut Frank Fisher, monopoli adalah 'the ability to act in unconstrained way' (kemampuan bertindak dengan caranya sendiri, yang dimaksud bertindak di sini adalah menentukan harga).

Besanko menyatakan bahwa monopoli adalah 'penjual yang menghadapi little or no competition di pasar' (penjual hanya menemui adanya satu pesaing di pasar atau tidak sama sekali).

2. Ciri-ciri Monopoli
Berdasarkan definisi yang telah diutarakan di atas, maka pelaku usaha dapat dikatakan atau dicurigai melakukan tindakan monopoli apabila:
  • barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya, atau
  • mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama, atau
  • satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu
C. Islam Memandang Monopoli 

Di dalam al-Qur'an, pelaku monopoli telah disinggung Allah dalam surat al-Hasyr ayat 7 yang artinya "apa saja harta rampasan yang Allah berikan kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota, maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya."

Ayat ini menjelaskan bahwa harta atau sumber daya yang ada jangan sampai hanya beredar di tengah orang-orang kaya. Seharusnya harta dan berbagai sumber daya tersebut beredar di seluruh lapisan masyarakat, kaya dan miskin. 

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah dalam Islam, monopoli diartikan sebagai terbatasnya peredaran harta dan sumber daya di tengah orang-orang kaya? Jika memang monopoli dipahami seperti itu, maka otomatis monopoli haram dalam pandangan Islam berdasarkan dalil surat al-Hasyr ayat 7 di atas. Hal ini dikarenakan berdasarkan definisi tersebut, selain dipandang sebagai riba, monopoli juga merupakan komponen utama yang akan menyebabkan harta terkonsentrasi hanya pada segelintir orang yang akan berakibat pada kesenjangan sosial dan ekonomi.

Islam mengharamkan juga monopoli dalam bentuk menahan barang dari peredaran di pasar sehingga menyebabkan harga naik. Hal ini dikarenakan monopoli hanya akan memenuhi kepentingan pribadi pengusaha tanpa memperhatikan bahaya yang akan ditimbulkan di masyarakat karena monopoli bersumber dari egoisme dan kekerasan hati terhadap manusia.Dalam konteks ini (menahan barang), monopoli dalam Islam dikenal dengan istilah ihtikar (menimbun: menaharan barang dari perputaran di pasar sehingga harganya jadi naik). 

Islam memang menjamin kebebasan pasar dan kebebasan individu untuk melakukan bisnis. Namun begitu, Islam melarang perilaku mementingkan diri sendiri, mengeksploitasi keadaan yang umumnya disebabkan oleh sifat tamak dan rakus sehingga menyusahkan dan menyulitkan banyak orang. Salah satu tindakan yang dianggap menyulitkan tersebut adalah ihtikar atau dalam dunia konvensional dikenal dengan sebutan monopoli. Perbuatan ini sangat dilarang dalam Islam, sebagaimana pernah disabdakan Nabi Muhammad SAW yang artinya "seburuk-buruk hamba adalah orang yang melakukan ihtikar. Jika ia mendengar harga barang murah, dirusakkannya barang tersebut dan jika harga melambung tinggi, ia bergembira." (H.R. Muslim). Berdasarkan hadis ini, dapat diketahui bahwa ihtikar tidak boleh dilakukan karena perbuatan tersebut akan menyebabkan seseorang menjadi orang yang paling buruk di mata Allah. 

Ekonom Islam berbeda pendapat terkait apakah ihtikar dan monopoli merupakan produk yang sama atau tidak. Kita bisa lihat 2 pandangan berikut:

1. Ibnu Taimiyah
Menurut Ibnu Taimiyah, ajaran Islam sangat mendorong kebebasan untuk melakukan aktivitas ekonomi sepanjang tidak bertentangan dengan aturan agama. Kepemilikan dan penguasaan aset kekayaan di tangan individu merupakan sesuatu yang diperbolehkan dalam Islam. Namun begitu, jika kebebasan tersebut digunakan untuk  melakukan praktek-praktek monopolistik yang merugikan, maka pemerintah berkewajiban melakukan intervensi dan koreksi atas perilaku tersebut. Negara bertanggungjawab penuh dalam menciptakan keadilan ekonomi dengan memberikan kesempatan bagi setiap individu untuk berpartisipasi dalam setiap aktivitas ekonomi.

Terkait hal ini, Ibnu Taimiyah menyarankan perlunya lembaga Hisbah, lembaga negara ysng bertugas memonitor pasar, mengawasi kondisi perekonomian dan mengambil tindakan jika terjadi ketidakseimbangan pasar karena monopoli atau tindakan lain yang bertentangan dengan syariat Islam dan merugikan orang banyak.

2. Abu Dzar al-Ghifari
Jika Ibnu Taimiyah memandang monopoli sama dengan ihtikar  sehingga prakteknya dilarang dalam Islam, maka Abu Dzar al-Ghifari membedakan antara monopoli dan ihtikar. Menurut beliau, sebuah aktivitas ekonomi dikatakan suatu tindakan ihtikar jika memiliki syarat sebagai berikut:
  • objek penimbunan merupakan barang-barang kebutuhan masyarakat
  • tujuan penimbunan adalah untuk mengambil keuntungan di atas keuntungan normal 

Dengan demikian, menurut Abu Dzar al-Ghifari, ihtikar tidak identik dengan monopoli. Menurutnya Islam tidak melarang seseorang melakukan aktivitas bisnis, baik dalam kondisi dia sebagai satu-satunya penjual (monopoli) ataupun adanya penjual lain. Selain itu menurutnya, Islam juga tidak melarang penyimpanan barang untuk persediaan. Hal ini dikarenakan jika digambarkan dalam grafik, dalam setiap pasar, baik pasar persaingan sempurna ataupun pasar persaingan tidak sempurna, titik optimal akan terjadi ketika MC = MR. Hanya saja dalam pasar monopoli, karena hanya ada satu penjual atau produsen, maka permintaan yang dihadapinya adalah permintaan pasar. Sementara dalam pasar persaingan sempurna, karena ada banyak produsen, maka permintaan yang dihadapi masing-masing produsen adalah permintaan individu. Dengan demikian, dalam monopoli, produsen bertindak sebagai price maker, sedangkan dalam pasar persaingan sempurna, produsen bertindak sebagai price taker.

Meskipun Abu Dzar al-Ghifari tidak menyamakan ihtikar dan monopoli, namun menurutnya yang paling punya kesempatan untuk melakukan ihtikar adalah pasar monopoli. Hakikat ihtikar menurutnya adalah memproduksi lebih sedikit daripada kemampuan produksinya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar, dan hal ini lebih besar kemungkinannya dilakukan oleh pasar monopoli karena pasar monopoli merupakan price maker sehingga bisa memproduksi barang untuk mendapatkan keuntungan maksimal.

D. Solusi yang Ditawarkan
Ada beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan banyak pihak untuk mengatasi praktek monopoli:
  • memperkuat karakter bangsa yang memiliki kepercayaan dan keyakinan yang kuat terhadap kepentingan masyarakat terutama masyarakat lemah, serta memiliki etos kerja yang tinggi dan produktif
  • memanfaatkan secara optimal instrumen-intsrumen ekonomi alternatif dalam ekonomi Islam seperti sukuk dan zakat
  • penegakan hukum secara konsisten
  • diperlukannya hisbah (kontrol) pasar dan arus distribusi barang-barang
E. Kesimpulan


Monopoli yang merupakan penguasaan atas produksi atau pemasaran dan distribusi barang atau jasa oleh satu pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha, pada dasarnya tidak dilarang dalam Islam. Pelaku monopoli merupakan penguasa yang bertindak sebagai price maker yang bisa menetapkan harga dan menentukan ketersediaan barang di pasar. Ketika hak dan kekuasaan ini disalahgunakan sehingga merugikan banyak pihak dan menimbulkan sifat tamak dengan meraup keuntungan sebanyak mungkin untuk pribadi, maka monopoli menjadi sesuatu yang dilarang dalam Islam. Islam mengajarkan untuk saling menolong sesama manusia bukan malah saling merugikan dan saling tikam untuk kepentingan sendiri.

Dalam upaya untuk mengurangi dan mengatasi tindakan monopoli yang merugikan banyak pihak itu perlu diperhatikan beberapa hal berikut:
·      Mengutamakan kepentingan umum
·      Mengoptimalkan instrumen ekonomi seperti zakat dan sukuk
·      Penegakan hukum yang tegas
·      Kontrol pasar
  


DAFTAR BACAAN

Hafidhuddin, Didin. Monopoli dalam Pandangan Islam. http// www.republika.co.id, 29 Oktober 2008
Karim, Adiwarman Azhar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006
            . Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007
Qardhawi, Yusuf. Nora dan Etika Ekonomi Islam. Terj. Zainal Arifin. Jakarta: Gema Insani Press, 1997
Syafaul. Ekonomi Islam; handout mata kuliah Ekonomi Islam, 2007
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam Selamat Datang

 Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh Selamat datang dan terimakasih kepada teman-teman yang sudah mampir ke laman rumahdialekis. ...