A. Teori Permintaan Islami
Permintaan diartikan
sebagai kuantitas barang atau jasa yang orang bersedia untuk membelinya pada
berbagai tingkat harga dalam periode waktu tertentu.
Berbicara tentang
permintaan, berarti kita mengetahui permintaan para konsumen akan barang dan
jasa yang notabene dipengaruhi oleh faktor-faktor:
1.
Pendapatan
2.
Harga
barang lain yang terkait
3.
Selera
4.
Jumlah
penduduk
Faktor-faktor tersebut
kita kenal dari teori permintaan konvensional. Adapun dalam teori permintaan
Islam, kita akan bertemu lagi dengan faktor-faktor tersebut. Hanya saja akan
ada penambahan faktor-faktor yang mengandung unsur nilai-nilai Islami (nilai-nilai
moral dan agama). Dalam teori permintaan Islami, faktor-faktor di atas di
iringi oleh faktor-faktor berikut:
1. Tidak
boleh berlebih-lebihan. Prilaku ini berarti bahwa pola permintaan lebih
didorong oleh kebutuhan (needs) daripada keinginan (wants).
2. Mengkonsumsi
yang halal dan thayyib. Dalam permintaan Islami, konsumen akan dihadapkan pada
berbagai pilihan terhadap barang dan jasa, halal maupun haram. Orang-orang
Islam harus memprioritaskan permintaannya terhadap barang dan jasa yang halal
zatnya dan baik cara memperolehnya.
Jadi, pada dasarnya teori
permintaan Islami sama dengan teori permintaan konvensional. Hanya saja dalam
teori permintaan Islami, konsumen diajak untuk melaksanakan nilai-nilai Islami
(moral dan agama) untuk kemaslahatan individu dan sosial.
B. Teori Penawaran Islami
Penawaran adalah
kuantitas barang atau jasa yang orang bersedia untuk menjualnya pada berbagai
tingkat harga dalam suatu periode waktu tertentu.
Lain halnya dengan
permintaan yang dipengaruhi oleh segala hal yang berhubungan dengan konsumen,
maka dalam penawaran faktor-faktor yang mempengaruhinya berhubungan dengan
produsen. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Harga
barang
2. Biaya
produksi
3. Jumlah
penjualan
4. Biaya
produksi
5. Kebijakan
pemerintah
6.
Ekspektasi
Karena yang ditawarkan
adalah hasil produksi, maka dalam teori penawaran Islami terdapat faktor-faktor
yang mengandung nilai-nilai agama dan moral yang harus diperhatikan oleh para
konsumen selain faktor-faktor di atas. Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Tidak
boleh menimbulkan kerusakan. Aturan ini mempengaruhi fungsi penawaran, di mana
jika proses produksi menghasilkan polusi atau kerusakan lingkungan, tentu saja
biaya kerusakan dan polusi itu dihitung sebagai ongkos produksi. Kalau ongkos produksi meningkat maka
kuantitas barang yang bisa ditawarkan akan menurun
2.Penawaran
dipengaruhi oleh zakat perniagaan. Jika seorang produsen memaksimalkan
keuntungan yang akan diperolehnya, maka pada saat yang sama ia telah
memaksimalkan besarnya zakat yang akan dibayarnya.
Dapat disimpulkan bahwa
sama halnya dengan teori permintaan Islami, teori penawaran Islami juga dipengaruhi oleh
nilai-nilai agama dan moral yang akan memberi maslahat bagi individu dan sosial,
produsen ataupun konsumen, bahkan negara.
C. Keseimbangan Pasar Islami
Ekonomi konvensional
mengajarkan bahwa keseimbangan pasar terjadi karena adanya “invisible hands”
yang diartikan sebagai mekanisme pasar. Mekanisme pasar ini memperlihatkan
bahwa tarik menarik antara permintaan dan penawaran merupakan penentu harga
yang akan berlaku di pasaran.
Dalam
Islam ada berbagai pendapat yang berkaitan dengan keseimbangan pasar ini. Di
antaranya:
“Tidak ada batasan tertentu tentang murah dan
mahal yang dapat dipastikan. Hal tersebut ada yang mengaturnya. Prinsipnya
tidak dapat diketahui. Murah bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga
mahal bukan karena kelangkaan makanan. Murah dan mahal merupakan ketentuan
Allah. Terkadangan makanan melimpah tetap mahal, dan terkadang makanan sangat
sedikit tapi murah.”[2]
Di sini Abu Yusuf
berpendapat bahwa harga barang yang beredar di pasaran tidak hanya dipengaruhi
oleh penawaran saja, tapi harga juga sangat tergantung pada kuatnya permintaan.
Abu Yusuf juga tidak sepakat dengan pengendalian harga oleh pemerintah di mana
penguasa yang menetapkan harga. Menurut abu Yusuf, seperti kebanyakan pendapat
lain, masalah kenaikan harga bisa di atasi dengan melakukan pembersihan pasar
dari praktek penimbunan, monopoli dan praktek korup lainnya, sehingga penentuan
harga kembali pada kekuatan permintaan dan penawaran.
2. Yahya
bin Umar[3]
berpendapat bahwa harga ditentukan oleh kekuatan pasar, yakni kekuatan
permintaan dan penawaran. Dia menambahkan bahwa mekanisme harga tersebut harus
tunduk pada kaidah-kaidah seperti pemerintah berhak melakukan intervensi ketika
terjadi penyelewengan dan kecurangan dalam penentuan harga di pasar, seperti
adanya penimbunan barang yang dapat menyebabkan harga barang melambung tinggi
yang akan berakibat pada buruknya perekonomian negara.
3.
Al-Ghazali[4] berbicara tentang “harga yang berlaku, seperti yang ditentukan oleh
praktik-praktik pasar.” Konsep ini kemudian dikenal dengan dikalangan orang
Islam sebagai harga yang adil, atau dalam ranah konvensional konsep ini disebut
harga keseimbangan.
4.
Ibnu
Taimiyah[5]
memberikan konsep harga yang adil, yang dalam aspek ekonomi disebutnya dengan
harga yang setara. Menurut Ibnu Taimiyah, harga yang setara itu bervariasi,
ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran serta dipengaruhi oleh
kebutuhan dan keinginan masyarakat. Dia menulis:
“Harga yang setara adalah harga standar yang
berlaku ketika mesyarakat menjual barang-barang dagangannya dan secara umum
dapat diterima sebagai sesuatu yang setara bagi barang-barang tersebut atau
barang-barang serupa pada waktu dan tempat khusus.”
5.
Ibnu
Khaldun[6]
menguraikan suatu teori yang menunjukkan interaksi antara permintaan dan
penawaran. Permintaan menciptakan penawarannya sendiri yang pada gilirannya
menciptakan permintaan yang bertambah. Baginya harga adalah hassil dari hukum
permintaan dan penawaran, kecuali harga emas dan perak karena keduanya
merupakan standar moneter.
Berdasarkan uraian di
atas dapat dilihat bahwa antara konsep Islam dan Konvensional tentang
keseimbangan pasar pada hakikatnya sama yaitu bergantung pada kekuatan
permintaan dan penawaran. Tapi dalam konsep Islam teori keseimbangan itu
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang mengandung nilai-nilai agama dan
moral.
SUMBER:
Karim, Adiwarman A. Ekonomi Mikro Islami.
Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2007
. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 2004
Nasution
Mustafa Edwin, dkk. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2007
[1] Ya’qub bin Ibrahim bin Habib bin Khunais bin Sa’ad al-Anshari
al-Jalbi al-Kufiy al-Baghdadi. Lahir di Kufah tahun 731 M dan wafat di Baghdad
tahun 798 M.
[2] Abu Yusuf, Kitab al-Kharaj, (Beirut: Dar al-Ma’arif), hal.
48.
[3] Abu Bakar Yahya bin Umar bin Yusuf al-Kannani al-Andalusi. Lahir
tahun 213 H dan dibesarkan di Kordova, Spanyol.
[4] Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Tusi al-Ghazali. Lahir di Tus,
kota kecil di Khurasan, Iran pada tahun 1058 M.
[5] Taqiyuddin Ahmad bin Abdul Halim. Lahir di kota Harran tahun 1263
M.
[6] Abdurrahman Abu Zaid waliuddin bin Khaldun. Lahir di Tunisia tahun
1332 M.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar