Rabu, 24 Januari 2018

KESEIMBANGAN PASAR PERSPEKTIF ISLAM_241008


A. Teori Permintaan Islami
Permintaan diartikan sebagai kuantitas barang atau jasa yang orang bersedia untuk membelinya pada berbagai tingkat harga dalam periode waktu tertentu.
Berbicara tentang permintaan, berarti kita mengetahui permintaan para konsumen akan barang dan jasa yang notabene dipengaruhi oleh faktor-faktor:
1. Pendapatan
2. Harga barang lain yang terkait
3. Selera
4. Jumlah penduduk
Faktor-faktor tersebut kita kenal dari teori permintaan konvensional. Adapun dalam teori permintaan Islam, kita akan bertemu lagi dengan faktor-faktor tersebut. Hanya saja akan ada penambahan faktor-faktor yang mengandung unsur nilai-nilai Islami (nilai-nilai moral dan agama). Dalam teori permintaan Islami, faktor-faktor di atas di iringi oleh faktor-faktor berikut:
1. Tidak boleh berlebih-lebihan. Prilaku ini berarti bahwa pola permintaan lebih didorong oleh kebutuhan (needs) daripada keinginan (wants).
2.  Mengkonsumsi yang halal dan thayyib. Dalam permintaan Islami, konsumen akan dihadapkan pada berbagai pilihan terhadap barang dan jasa, halal maupun haram. Orang-orang Islam harus memprioritaskan permintaannya terhadap barang dan jasa yang halal zatnya dan baik cara memperolehnya.

Jadi, pada dasarnya teori permintaan Islami sama dengan teori permintaan konvensional. Hanya saja dalam teori permintaan Islami, konsumen diajak untuk melaksanakan nilai-nilai Islami (moral dan agama) untuk kemaslahatan individu dan sosial.  


B. Teori Penawaran Islami
Penawaran adalah kuantitas barang atau jasa yang orang bersedia untuk menjualnya pada berbagai tingkat harga dalam suatu periode waktu tertentu.
Lain halnya dengan permintaan yang dipengaruhi oleh segala hal yang berhubungan dengan konsumen, maka dalam penawaran faktor-faktor yang mempengaruhinya berhubungan dengan produsen. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1.  Harga barang
2.  Biaya produksi
3.  Jumlah penjualan
4.  Biaya produksi
5.  Kebijakan pemerintah
6.  Ekspektasi
Karena yang ditawarkan adalah hasil produksi, maka dalam teori penawaran Islami terdapat faktor-faktor yang mengandung nilai-nilai agama dan moral yang harus diperhatikan oleh para konsumen selain faktor-faktor di atas. Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Tidak boleh menimbulkan kerusakan. Aturan ini mempengaruhi fungsi penawaran, di mana jika proses produksi menghasilkan polusi atau kerusakan lingkungan, tentu saja biaya kerusakan dan polusi itu dihitung sebagai ongkos produksi.  Kalau ongkos produksi meningkat maka kuantitas barang yang bisa ditawarkan akan menurun
2.Penawaran dipengaruhi oleh zakat perniagaan. Jika seorang produsen memaksimalkan keuntungan yang akan diperolehnya, maka pada saat yang sama ia telah memaksimalkan besarnya zakat yang akan dibayarnya.

Dapat disimpulkan bahwa sama halnya dengan teori permintaan Islami, teori  penawaran Islami juga dipengaruhi oleh nilai-nilai agama dan moral yang akan memberi maslahat bagi individu dan sosial, produsen ataupun konsumen, bahkan negara.  

C. Keseimbangan Pasar Islami


Ekonomi konvensional mengajarkan bahwa keseimbangan pasar terjadi karena adanya “invisible hands” yang diartikan sebagai mekanisme pasar. Mekanisme pasar ini memperlihatkan bahwa tarik menarik antara permintaan dan penawaran merupakan penentu harga yang akan berlaku di pasaran.
Dalam Islam ada berbagai pendapat yang berkaitan dengan keseimbangan pasar ini. Di antaranya:
1.  Abu Yusuf[1] mengatakan:
“Tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan. Hal tersebut ada yang mengaturnya. Prinsipnya tidak dapat diketahui. Murah bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal bukan karena kelangkaan makanan. Murah dan mahal merupakan ketentuan Allah. Terkadangan makanan melimpah tetap mahal, dan terkadang makanan sangat sedikit tapi murah.”[2]

Di sini Abu Yusuf berpendapat bahwa harga barang yang beredar di pasaran tidak hanya dipengaruhi oleh penawaran saja, tapi harga juga sangat tergantung pada kuatnya permintaan. Abu Yusuf juga tidak sepakat dengan pengendalian harga oleh pemerintah di mana penguasa yang menetapkan harga. Menurut abu Yusuf, seperti kebanyakan pendapat lain, masalah kenaikan harga bisa di atasi dengan melakukan pembersihan pasar dari praktek penimbunan, monopoli dan praktek korup lainnya, sehingga penentuan harga kembali pada kekuatan permintaan dan penawaran.

2. Yahya bin Umar[3] berpendapat bahwa harga ditentukan oleh kekuatan pasar, yakni kekuatan permintaan dan penawaran. Dia menambahkan bahwa mekanisme harga tersebut harus tunduk pada kaidah-kaidah seperti pemerintah berhak melakukan intervensi ketika terjadi penyelewengan dan kecurangan dalam penentuan harga di pasar, seperti adanya penimbunan barang yang dapat menyebabkan harga barang melambung tinggi yang akan berakibat pada buruknya perekonomian negara.
3.   Al-Ghazali[4] berbicara tentang “harga yang berlaku, seperti yang ditentukan oleh praktik-praktik pasar.” Konsep ini kemudian dikenal dengan dikalangan orang Islam sebagai harga yang adil, atau dalam ranah konvensional konsep ini disebut harga keseimbangan.
4. Ibnu Taimiyah[5] memberikan konsep harga yang adil, yang dalam aspek ekonomi disebutnya dengan harga yang setara. Menurut Ibnu Taimiyah, harga yang setara itu bervariasi, ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran serta dipengaruhi oleh kebutuhan dan keinginan masyarakat. Dia menulis:
“Harga yang setara adalah harga standar yang berlaku ketika mesyarakat menjual barang-barang dagangannya dan secara umum dapat diterima sebagai sesuatu yang setara bagi barang-barang tersebut atau barang-barang serupa pada waktu dan tempat khusus.”

5. Ibnu Khaldun[6] menguraikan suatu teori yang menunjukkan interaksi antara permintaan dan penawaran. Permintaan menciptakan penawarannya sendiri yang pada gilirannya menciptakan permintaan yang bertambah. Baginya harga adalah hassil dari hukum permintaan dan penawaran, kecuali harga emas dan perak karena keduanya merupakan standar moneter.
Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa antara konsep Islam dan Konvensional tentang keseimbangan pasar pada hakikatnya sama yaitu bergantung pada kekuatan permintaan dan penawaran. Tapi dalam konsep Islam teori keseimbangan itu dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang mengandung nilai-nilai agama dan moral.

SUMBER:
Karim, Adiwarman A. Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2007
            . Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2004
Nasution Mustafa Edwin, dkk. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007


[1] Ya’qub bin Ibrahim bin Habib bin Khunais bin Sa’ad al-Anshari al-Jalbi al-Kufiy al-Baghdadi. Lahir di Kufah tahun 731 M dan wafat di Baghdad tahun 798 M.
[2] Abu Yusuf, Kitab al-Kharaj, (Beirut: Dar al-Ma’arif), hal. 48.
[3] Abu Bakar Yahya bin Umar bin Yusuf al-Kannani al-Andalusi. Lahir tahun 213 H dan dibesarkan di Kordova, Spanyol.
[4] Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Tusi al-Ghazali. Lahir di Tus, kota kecil di Khurasan, Iran pada tahun 1058 M.
[5] Taqiyuddin Ahmad bin Abdul Halim. Lahir di kota Harran tahun 1263 M.
[6] Abdurrahman Abu Zaid waliuddin bin Khaldun. Lahir di Tunisia tahun 1332 M.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam Selamat Datang

 Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh Selamat datang dan terimakasih kepada teman-teman yang sudah mampir ke laman rumahdialekis. ...