Rabu, 24 Januari 2018

BAY’ AL-INAH DAN BAY’ AL-DAYN: PERDAGANGAN OBLIGASI SYARIAH DI MALAYSIA_230111



A.  Prolog
Obligasi merupakan surat pengakuan utang. Dalam pasar modal konvensional, obligasi diperdagangkan dengan tingkat suku bunga tertentu. Dalam pasar modal syariah sendiri, kita mengenal ada istilah sukuk atau obligasi syariah. Islam melarang adanya jual beli utang. Utang tidak untuk diperdagangkan, lalu bagaimana dengan obligasi syariah, bukankah itu termasuk perdagangan utang?
Menjawab pertanyaan teresebut, definisi obligasi konteks syariah harus dibedakan dengan konvensional. Dalam pasar modal syariah, obligasi atau sukuk merupakan sertifikat penyertaan dalam bentuk akad sesuai syariah seperti mudharabah, ijarah, istishna’ dan sebagainya. Dengan begitu, transaksi jual-beli sertifikat sukuk bukan sepenuhnya jual-beli utang sehingga diperbolehkan dalam syariah.
Salah satu bentuk sukuk adalah bay’ al-inah dan bay’ al-dayn yang ada di pasar modal syariah di Malaysia. Dalam tulisan ini akan dilihat apa itu bay’ al-inah dan bay’ al-dayn. Bagaimana Islam memandang keduanya, seperti apa praktiknya di Malaysia yang diaplikasikan pada sukuk. Agar sampai pada aplikasi bay’ al-inah dan bay’ al-dayn, akan dibicarakan terlebih dahulu sukuk, jenis-jenis dan risiko perdagangannya.

B.  Sukuk
1.    Pengertian Sukuk
Kata sukuk berasal dari bahasa Arab, jamak dari sakk yang berarti sertifikat. AAOIFI mendefinisikan sukuk sebagai sertifikat bernilai sama yang merupakan bukti kepemilikan atas suatu asset, hak manfaat, jasa-jasa atau kepemilikan atas proyek maupun kegiatan investasi tertentu yang tidak dibagikan.[1]
Sukuk pertama kali diperkenalkan sebagai instrument keuangan Islam pada yurisprudensi keuangan Islam Islamic Development Bank pada tahun 2002. Sukuk berarti sertifikat dengan nilai nominal tertentu yang dilengkapi dengan bukti pembayaran kegiatan dalam jumlah tertentu yang disebutkan oleh pembeli kepada penerbit sukuk, dan pemegang sertifikat tersebut akan menjadi pemilik sejumlah asset atau keuntungan yang didapat dari asset, ataupun keuntungan yang diperoleh dari proyek atau investasi khusus.[2]
Berdasarkan definisinya, sukuk memiliki karakteristik berupa: (1) bukti kepemilikan asset atau hak manfaat, (2) pendapatan dari sukuk berupa imbalan atau kupon, margin, bagi hasil sesuai dengan akad yang digunakan, (3) bebas dari unsure riba, gharar dan maysir, (4) diterbitkan melalui Special Purpose Vehicle, (5) memerlukan underlying asset, dan (6) proceed harus digunakan sesuai syariah.
Keuntungan atau manfaat yang dapat diperoleh dari sukuk ini antara lain: (1) sukuk merupakan produk pasar modal sesuai dengan syariah yang dapat diperdagangkan dan memberikan return tetap ataupun variabel, untuk jangka menengah ataupun untuk jangka panjang, (2) pendapatan periodic dalam jumlah tertentu mengalir selama periode investasi secara mudah dan efektif serta apresiasi modal sukuk, dan (3) sukuk merupakan instrument likuid yang bisa diperdagangkan di pasar sekunder.[3]

2.    Penggunaan Underlying Asset
Dalam rangka menerbitkan sukuk, diperlukan sejumlah asset tertentu yang akan menjadi objek perjanjian (underlying asset). Asset sebagai objek perjanjian tersebut harus memiliki nilai ekonomis yang data berupa asset berwujud maupun asset tidak berwujud. Fungsi underlying asset ini sendiri adalah:[4]
a.    Untuk menghindari riba
b.    Sebagai prasyarat untuk dapat memperdagangkan sukuk di pasar sekunder
c.    Sebagai penentu jenis struktur sukuk
Pada sukuk Ijarah al-Muntahiya Bittamlik ataupun Ijarah Sale and Lease Back, penjualan asset tidak disertai dengan penyerahan fisik asset tapi yang dialihkan adalah hak manfaat sementara kepemilikan asset (legal title) tetap pada obligor. Pada akhir periode sukuk, SPV wajib menjual kembali asset tersebut kepada obligor.


3.    Pihak yang Terlibat dalam Penerbitan Sukuk[5]
a.    Obligor sebagai pihak yang bertanggungjawab atas pembayaran imbalan dan nilai nominal sukuk yang diterbitkan sampai dengan waktu jatuh temponya sukuk.
b.    Special Purpose Vehicle sebagai badan hokum yang didirikan khusus untuk penerbitan sukuk dengan fungsi (1) sebagai penerbit sukuk, (2) menjadi counterpart obligor dalam pengalihan asset, (3) sebagai wali amanat untuk mewakili kepentingan investor
c.    Investor sebagai pemegang sukuk yang memiliki hak atas imbalan, margin dan nilai nominal sukuk sesuai dengan partisipasi masing-masing

4.    Perbandingan Sukuk dan Obligasi
Hal mendasar yang membedakan sukuk dengan obligasi antara lain adalah (1) penggunaan konsep imbalan dengan bagi hasil sebagai pengganti bunga, (2) adanya transaksi pendukung atau underlying transaction sebagai dasar penerbitan sukuk, dan (3) adanya akad/ perjanjian antara pihak-pihak terkait. Lebih jelasnya, perbandingan sukuk dan obligasi dapat dilihat sebagai berikut:[6]

Deskripsi
Sukuk
Obligasi
Penerbit
Pemerintah, korporasi
Pemerintah, Korpo-


rasi
Sifat instrumen
Sertifikat ke-
Instrumen pengakuan

pemilikan /penyertaan
utang

atas suatu aset

Penghasilan
Imbalan, bagi hasil, margin
Bunga/kupon, capital gain
Jangka waktu
Pendek - menengah
Menengah - panjang
Underlying asset
Perlu
Tidak perlu
Pihak yang ter-kait
Obligor, SPV, inves-tor, Trustee
Obligor/issuer, inves-tor
Price
Market Price
Market Price
Investor
Islami, konvensional
konvensional
Pembayaran
Bullet atau amortisasi
Bullet atau amortisasi
pokok


Penggunaan hasil
Harus sesuai syariah
Bebas
penerbitan



5.    Jenis-jenis Sukuk[7]
Klasifikasi asset dapat menentukan jenis atau tipe sertifikat yang akan diterbitkan. Asset-aset tersebut dapat disiapkan untuk menerbitkan sertifikat trust dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan entitas penerbit.
a.    Sukuk Ijarah murni
Sertifikat ini diterbitkan atas asset tunggal. Asset tersebut dapat berupa sebidang tanah atau peralatan yang dapat disewakan seperti kapal dan pesawat terbang. Tingkat return dalam bentuk sewa pada sukuk ini bisa tetap atau bervariasi tergantung originator tertentu.
b.    Sukuk Hybrid/ Pooled
Sekelompok underlying asset dapat terdiri dari Istishna’, Murabahah, dan Ijarah. Portofolio asset yang terdiri dari jenis yang berbeda dapat menyebabkan mobilisasi dana yang besar di mana persentase terbesar merupakan asset Ijarah. Meskipun piutang Murabahah dan Istishna’ merupakan bagian dari kelompok asset ini, tetap saja return dari sertifikat tersebut bisa berupa tingkat return tetap yang ditentukan di awal
c.    Variable Rate Redeemable Sukuk
Dua tipe sukuk sebelumnya, sukuk ijarah murni dan sukuk hybrid secara parsial mencerminkan kekuatan neraca penerbit. Dalam beberapa kondisi, sukuk yang memperlihatkan kekuatan penuh neraca penerbit sukuk tersebut akan memberikan manfaat. Beberapa entitas perusahaan mengacu pada sukuk-suku ini seperti Musyarakah Term Finance Certificates (MTFCs). MTFCs dapat menjadi alternative sukuk karena posisinya yang lebih utama dalam hal ekuitas penerbit sukuk, sifatnya yang mudah didapatkan kembali, dan tingkat keuntungan yang relative lebih stabil dibandingkan pembagian dividen. Adapun ,manfaat MTFCs ini antara lain:
1)   Keuntungan pelaku Musyarakah lebih disukai dari sudut pandang ahli hukum polanya memperkuat paradigm perbankan Islam yang memandang kemitraan sebagai perwujudan prinsip inti dalam Islam
2)   Tingkat keuntungan sertifikat yang mengambang tidak akan tergantung pada benchmark dengan referensi pasar melainkan tergantung pada aktualisasi neraca perusahaan.
d.   Zero Coupon non-Tradable Sukuk
Ada juga jenis sukuk yang diterbitkan sementara asset yang akan dimobilisasi belum ada sama sekali. Sebagai konsekuensinya, tujuan dari mobilisasi dana adalah untuk menciptakan lebih banyak asset di neraca perusahaan melalui Istishna’. Pada dasarnya, sertifikat semacam ini belum bisa diperdagangkan karena batasan syariah. Kelompok asset utama yang akan dibuat dijamin dengan Istishna’ dan kontrak jual-beli angsuran yang akan menimbulkan kewajiban utang. Sertifikat berdasarkan kontrak tersebut bisa dikatakan sebagai fixed rate zero coupon sukuk.
e.    Embedded Sukuk
Jenis sukuk yang satu ini  bisa saja sukuk dengan zero-coupon, Ijarah murni atau hybrid dengan hak opsi yang melekat padanya untuk mengganti dengan asset lain tergantung pada kondisi tertentu.

C.  Risiko Sukuk[8]
Sama halnya dengan instrument keuangan lain, sukuk selain memiliki keunggulan yang dapat menjadi peluang kemajuan ekonomi tentunya tidak luput dari risiko-risiko yang akan ditemui dalam praktiknya. Risiko pasar, risiko operasional, risiko kredit, risiko kesesuaiannya dengan syariah dan sebagainya.
1.    Risiko Pasar
Risiko pasar dimaknai sebagai risiko pada instrument yang diperdagangkan dalam pasar yang telah disusun dengan baik. Ada dua jenis risiko pasar yang dapat diidentifikasi yaitu yang bersifat umum atau sistematis dan non-sistematis atau spesifik perusahaan. Risiko pasar terdiri dari risiko tingkat keuntungan, risiko perdagangan luar negeri, risiko harga ekuitas dan risiko komoditas.
a.    Risiko tingkat keuntungan
Risiko ini berlaku pada sukuk yang didasarkan pada rate tetap. Naiknya tingkat bunga pasar akan menyebabkan turunnya nilai sukuk dengan income tetap. Semua asset dengan return tetap seperti Ijarah, Istishna’, dan Salam akan menghadapi risiko ini. Hal ini juga akan berujung pada risiko re-investment dan opportunity cost untuk investasi dengan tingkat keuntungan baru, terlebih lagi pada asset yang tidak likuid seperti sukuk zero coupon yang didak bisa diperdagangkan. Jatuh tempo juga memainkan peranan yang sangat penting dalam meningkatkan dampak risiko tersebut.
b.    Risiko perdagangan luar negeri
Risiko mata uang muncul karena fluktuasi tingkat perdagangan yang tidak diinginkan yang tanpa diinginkan akan berdampak terhadap posisi perdagangan luar negeri. Perbedaan antara unit mata uang di mana asset kelompok sukuk diterbitkan, dan mata uang di mana dana sukuk diakumulasikan, investor sukuk akan mengalami risiko perdagangan.
2.    Risiko Kredit dan Counterparty
Risiko kredit mengacu pada probabilitas bahwa suatu asset atau pinjaman tidak dapat diperoleh kembali karena kegagalan atau keterlambatan dalam penyelesainnya. Jika hubungan mempengaruhi susunan kontrak maka kemudian risiko counterparty merupakan probabilitas bahwa counterparty menarik kembali persyaratan kontrak. Konsekuensinya, akan terjadi penurunan nilai asset bank. Pada keuangan Islam, bank Islam tidak memiliki akses terhadap instrument derivative dan mekanisme manajemen risiko kredit lainnya karena pertimbangan syariah.

3.    Risiko Sesuai Syariah
Risiko sesuai syariah mengarah pada kehilangan nilai asset sebagai dampak dari penebusan penerbit sukuk atas tanggung jawab kemitraannya dengan menjunjung tinggi kepatuhan terhadap syariah. Atau bisa juga dikatakan bahwa risiko sesuai syariah adalah tingkat keuntungan lebih dahulu dibandingkan tingkat pasar, sebagai dampak dari ketaatan terhadap syariah. Asosiasi supervisor syariah dengan penerbitan sukuk akan menjamin kepercayaan investor.

4.    Risiko Operasional
Ada beberapa risiko operasional yang dihadapi sukuk. Risiko-risiko tersebut mencerminkan mereka yang eksis di pasar obligasi konvensional dan beroperasi pada rasio bahwa mereka inheren dengan struktur penerbitan daripada dengan prinsip-prinsip Islam yang mendasarinya.
a.    Risiko default
Masing-masing prospektus memiliki pandangan kedepan untuk mengakhiri sertifikat ketika terjadi default pada penerbit obligasi atau sukuk. Ketika penerbit gagal atau tidak mampu membayar sewa berdasarkan kontrak Ijarah yang menimbulkan pembayaran kupon, pemegang sertifikat sukuk bisa saja mengeksekusi haknya untuk membatalkan kontrak dan memaksa penerbit untuk membeli kembali asetnya. Tidak hanya itu, ketika penerbit tidak mampu membayar kembali dana pokok maka pemegang sertifikat sukuk bisa melakukan tindakan hukum dan memaksa penerbit untuk melanjutkan utang.
b.    Risiko pembayaran kupon
Penerbit boleh jadi gagal membayar kupon yang diminta tepat pada waktunya. Setiap kupon yang tertunda akan menimbulkan pembayaran dalam jumlah tertentu yang akan diakumulasikan dengan SPV. Dana yang diakumulasikan tersebut direkomendasikan oleh dewan Syariah untuk didonasikan guna tujuan derma.
c.    Risiko penebusan asset
Penerbit harus membeli kembali underlying asset dari pemegang sertifikat sukuk. Dana pokok yang dibayarkan tidak boleh sama dengan jumlah penerbitan sukuk, dan akibatnya, terdapat risiko yang tidak dapat ditebus sepenuhnya oleh asset.
d.   Risiko spesifik SPV
SPV pada dasarnya didesain untuk menjadi badan independen penghubung dari penerbit. Mungkin saja ada kemungkinan risiko penyelesaian terkait dengan SPV di mana penerbit harus menyalurkan pembayaran melalui clearinghouse. Sementara itu, pemegang sertifikat kemudian akan membayar kembali melalui clearinghouse.
e.    Risiko spesifik investor
Pemegang sertifikat terkait dengan beberapa risiko yang berhubungan dengan struktur sukuk. Risiko-risiko tersebut terutama berkaitan dengan likuiditas. Struktur sukuk, ketika dikaitkan dengan isu manajemen likuiditas dalam keuangan Islam, diarahkan kepada risiko likuiditas karena di sana tidak ada pasar sekunder dengan struktur yang baik dan cukup likuid. Sertifikat-sertifikat dilist pada beberapa pasar local tapi ini saja tidak menandakan likuiditas sertifikat-sertifikat tersebut. Sertifikat sukuk merupakan kontrak jangka menengah dan jangka panjang dan akan terus sukses tergantung pada kemampuannya untuk berkembang ke dalam dana investasi yang sangat likuid dengan mekanisme manajemen risiko yang memadai.   
f.       Berbagai risiko terkait asset
Underlying asset sertifikat sukuk memiliki banyak risiko. Terutama, risiko kehilangan asset. Risiko ini tergolong minim jika pada asset Ijarah semisal sepetak lahan. Namun, dalam kasus peralatan dan tipe konstruksi dalam skala besar pada asset IDB, risiko kehilangan barangkali tidak dapat disepelekan. Berdasarkan prinsip syariah, SPV biasanya akan selalu dibutuhkan untuk mengemban tanggung jawab untuk memastikan pemeliharaan asset.

5.    Rigiditas Institusi
Sukuk mula-mula muncul di negara-negara berkembang. Infrastruktur di beberapa negara berkembang tersebut seperti Bahrain dan Malaysia juga mulai berkembang dengan baik. Namun begitu, pada umumnya infrastruktur ini lemah jika berada di negara yang ekonominya maju. Selain itu, sukuk juga memerlukan struktur unik yang sesuai dengan syariah. Hal ini menciptakan sebuah kondisi, yang bisa dikategorikan sebagai sebuah rigiditas institusional dan tidak bisa dipindahkan dalam waktu singkat, secara terus menerus akan meningkatkan risiko sukuk. Bentuk-bentuk dari kondisi tersebut antara lain:
a.    Kurang lindung-nilai dan proses engineering keuangan
b.    Tidak adanya pasar uang antar bank
c.    Kurangnya standar  dan penguasa pengaturan praktis terbaik
d.   Lemahnya proses pengadilan dan dukungan kerangka hukum, terutama dalam hal ancaman default
e.    Tidak satunya system akuntansi, audit dan pengakuan untung-rugi
f.       Penilaian investasi, infrastruktur promosi dan monitoring yang tidak sehat
g.    System penaksiran kredit eksternal yang tidak efektif
h.    Kondisi pasar keuangan yang belum sempurna
i.        Lemahnya jaringan dan dukungan antar segmen

D.  Sukuk di Malaysia
1.    Aplikasi dan Konsep Sekuritas Utang di Malaysia
Pasar modal Syariah di Malaysia muncul dan mengalami pertumbuhan yang begitu signifikan. Sekarang, pasar modal syariah di Malaysia dilengkapi berbagai produk, infrastruktur, institusi, agen-agen dan para investor yang memberikan kontribusi bagi perkembangan dan perluasan pasar modal. Pasar modal di Malaysia terdiri dari dua pasar utama:[9]
a.    Pasar ekuitas yang berhubungan dengan saham dan surat-surat berharga perusahaan
b.    Pasar obligasi yang berkaitan dengan sekuritas utang pribadi dan publik
Pertumbuhan dan perkembangan pasar obligasi syariah di Malaysia begitu luar biasa. Terjadi peningkatan angka dari RM0,3 milyar pada tahun 1994 menjadi RM42 milyar di tahun 2006. Selain itu, pasar modal Malaysia menguasai 67% sukuk dunia yang diterbitkan sekaligus Malaysia merupakan di antara yang pertama menerbitkan Sekuritas Utang Islami.  
Sukuk atau obligasi syariah bisa dikembangkan berdasarkan variasi kontrak dalam Islam semisal Murabahah, Bay’ Bithaman Ajil (BBA), Mudharabah, Musyarakah, Ijarah, dan Istishna’. Surat utang Murabahah merupakan bentuk pembiayaan syariah yang paling populer di Malaysia. Karena terdapat kontroversi syariah terkait konsep Bay’ al Inah dan Bay’ al-Dayn dalam obligasi syariah, maka Malaysia mengadopsi konsep Ijarah dalam isu baru obligasi syariah.[10]
Obligasi dengan konsep Mudharabah dan Musyarakah baru belakangan ini diaplikasikan di Malaysia. Tahun 2006, 27 dari 64 sukuk yang diterbitkan di Malaysia berdasarkan konsep Mudharabah dan Musyarakah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil. Tidak seperti pembiayaan konvensional, shahibul maal obligasi syariah dengan dua onsep ini juga harus menanggung risiko ekuitas selain risiko kredit. Oleh karena itu, insentif pajak yang ditawarkan pemerintah akan mengurangi biaya obligasi tipe ini dan menyebabkan aliran kas masuk di masa mendatang menjadi lebih menarik.

2.    Obligasi Syariah di Malaysia
Sejak tahun 1992, Agen Rating Malaysia dan Korporasi Agen Rating Malaysia menilai 20 sekuritas utang pribadi yang diterbitkan di Malaysia. Kebanyak obligasi yang diterbitkan dan diperdagangkan berdasarkan pada bay’ al-inah dan bay’ al-dayn. Agar lebih dapat memahami peran bay’ al-dayn dalam pasar obligasi syariah, akan lebih baik diperhatikan terlebih dahulu tiga tahapan utama yang tercakup dalam penerbitan obligasi yaitu (1) sekuritisasi yang merupakan tahapan pengadaan asset bay’ al-inah, (2) penerbitan obligasi yaitu penerbitan sertifikat obligasi (shahdah al-dayn), dan (3) perdagangan sertifikat utang di mana sertifikat utang diperjualbelikan di pasar kedua dengan menggunakan akad bay’ al dayn.[11]
a.    Tahapan pertama: Pengadaan asset Bay’ al-Inah
Sekuritisasi asset merupakan esensi penerbitan obligasi syariah di mana obligasi harus berperan sebagai harta atau property agar layak menjadi objek perdagangan. Jika sertifikat oligasi didukung dengan sebuah asset yang terbukti melalui proses sekuritisasi, maka obligasi tersebut berubah menjadi sebuah nilai objek dan layak untuk menjadi objek perdagangan yang dapat diperjualbelikan di pasar perdana dan sekunder. Kemudian, investor akan memiliki hak untuk menjual obligasi-obligasi tersebut. Pada sekuritisasi asset bay’ al-inah, pemodal membeli sebuah asset dari penerbit dan menjualnya kembali kepada pihak yang sama dengan harga kredit. Kontrak pembelian kembali ini akan memastikan bahwa penerbit akan menerima uang dalam bentuk kas sementara pemodal dibayar di depan atau jumlah yang disepakati di masa yang akan dating. Pembayaran utang akan tercipta melalui angsuran setelah penerbitan obligasi.[12]
b.    Tahapan kedua: Penerbitan surat utang syariah
Tahapan ini biasanya berlangsung di pasar perdana di mana dalam penyelesaian utang, perusahaan yang menerbitkan sertifikat akan menjual sertifikat utang alias obligasi kepada investor. Penerbitan sertifikat utang akan sah hanya jika penerbitan tersebut didukung dengan sebuah asset. Dengan kata lain, obligasi harus disekuritisasi. Dalam hal ini, underlying sekuritasnya adalah asset bay’ bitsamanin ajil atau asset murabahah, meskipun bisa juga menggunakan kontrak yang lain. Penerbitan obligasi syariah yang baru bisa dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu yang disebut dengan penerbitan obligasi disertai kupon dan penerbitan obligasi yang tidak disertai kupon. [13]
c.    Tahapan ketiga: Perdagangan sertifikat utang-Diskonto Bay’ al-dayn
Perdagangan obligasi di pasar sekunder sangat penting untuk tujuan likuiditas. Obligasi bisa dijual oleh investor kepada penerbit ataupun kepada pihak ketiga jika terdapat pasar kedua bagi obligasi syariah. Perdagangan atau jualbeli sertifikat ini dinamakan bay al-dayn. Ulama Timur Tengah tidak sepakat dengan kontrak bay’ al-dayn pada diskonto (karena dapat menimbulkan praktik riba), tapi di Malaysia, konsep ini diterima.[14]

3.    Melihat Praktik Bay’ al-Inah dan Bay’ al-Dayn di Malaysia dengan Perspektif Islam
a.    Bay’ al inah dan proses sekuritisasi
Obligasi sama seperti pinjaman di mana dalam investasi obligasi, investor secara efektif meminjamkan uang kepada penerbit obligasi untuk jangka waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Investor akan mendapatkan keuntungan berupa bunga. Bunga yang diperoleh investor dari obligasi lebih tinggi daripada bunga deposito di bank. Hal ini berlaku dalam dunia konvensional. Sementara dalam syariah, pinjaman itu adalah kontrak ribawi dan ketika peminjam menjamin keuntungan tergantung waktu peminjaman atau karena hal lainnya maka hal tersebut adalah riba.[15] 
Oleh karena itu, untuk melihat apakah obligasi syariah di Malaysia mengandung riba atau tidak, maka perlu diperhatikan terkait definisi dan sifat-sifat obligasi itu sendiri.
1)   Pengertian bay’ al-inah
Bay’ al-inah umumnya dikenal dengan perdagangan berbasis transaksi nasi’ah (penundaan). Aplikasinya, seorang yang berhutang menjual sesuatu kepada yang mempiutangi untuk mendapatkan uang kas secara langsung, dan di waktu bersamaan yang mempiutangi membeli objek yang sama secara langsung untuk mendapatkan jumlah yang lebih besar di masa yang akan dating. Transaksi ini sama dengan pinjaman dan perbedaan kedua harga akan menimbulkan bunga.  Lalu bagaimana pandangan Islam terkait kontrak seperti ini apakah perdagangan semacam ini diperbolehkan atau tidak.[16]
2)   Pandangan ulama tentang bay’ al-inah[17]
Menurut syafi’iyah, perdagangan semacam bay’ al-inah diperbolehkan karena kontraknya sah dengan fakta-fakta eksternal yang mereka penuhi yaitu niat kedua belah pihak untuk melakukan tindakan tersebut.
Sementara itu, Malikiyah dan pengikut Hambali menganggap bahwa bay’ ak-inah itu tidak sah karena menurut mereka motif kedua belah pihak terhadap kontrak menentukan legal atau tidaknya kontrak tersebut, dan dalam kontrak bay’ al-inah ini, motif kedua belah pihak adalah illegal sehingga jual beli tidak sah.
Dari dua pandangan yang berbeda tersebut bisa dikatakan bahwa ternyata bay’ al-inah merupakan praktik legal guna menanggulangi larangan riba dengan asumsi bahwa tidak seorangpun mau melakukan perdagangan semacam itu jika ia tidak bisa mendapatkan keuntungan. Namun begitu, praktik ini dilarang jika dia berbasis pada peningkatan yang tidak adil atau menerima keuntungan moneter tanpa memberikan countervalue.

 b.    Sifat bay’ al-dayn[18]
Persoalan terkait ba’ al-dayn muncul ketika obligasi atau sukuk diperdagangkan di pasar skunder pada tingkat diskon. Pantaslah jika dikatakan bahwa para pembeli di pasar sekunder merupakan speculator yang tidak berencana untuk menyimpan obligasi dengan tujuan investasi jangka panjang. Tujuan utama mereka adalah mendapatkan capital gain dengan cepat berdasarkan likuiditas pasar dan pergerakan tingkat suku bunga. Bagaimanapun, tidak ada kontroversi terkait bay’ al-dayn jika obligasi dijual pada par valuenya. Justru yang akan dikaji di sini adalah sifat bay’ al-dayn dalam pandangan Islam. Bay’ al-dayn bisa diartikan sebagai penjualan hak piutang kepada yang berhutang itu sendiri atau kepada pihak ketiga. Penjualan tersebut boleh jadi untuk pembayaran langsung ataupun tangguh. Perdagangan utang dengan pembayaran langsung boleh-boleh saja selama di bayar penuh dan tidak memberikan manfaat bagi yang membeli dengan rasionalisasi bahwa transaksi keuangan yang melibatkan utang tidak akan pernah membolehkan pembayaran berlawan dengan lama periode pinjaman. Jika hal itu terjadi maka itu adalah riba.
Jika dikaitkan dengan sukuk di Malaysia yang menggunakan prinsip bay’ al-Inah dan bay’ al-dayn, maka praktik perdagangan sukuk semacam itu masih diragukan kesesuainnya dengan syariah. Alasannya adalah keberadaan speculator di pasar kedua yang menjadi tempat diperdagangkannya bay’ al-dayn.

E.  Simpulan

Bay’ al-inah umumnya dikenal dengan perdagangan berbasis transaksi nasi’ah (penundaan). Aplikasinya, seorang yang berhutang menjual sesuatu kepada yang mempiutangi untuk mendapatkan uang kas secara langsung, dan di waktu bersamaan yang mempiutangi membeli objek yang sama secara langsung untuk mendapatkan jumlah yang lebih besar di masa yang akan dating. Transaksi ini sama dengan pinjaman dan perbedaan kedua harga akan menimbulkan bunga. Bay’ al-dayn diartikan sebagai penjualan hak piutang kepada yang berhutang itu sendiri atau kepada pihak ketiga. Penjualan tersebut boleh jadi untuk pembayaran langsung ataupun tangguh. Perdagangan utang dengan pembayaran langsung boleh-boleh saja selama di bayar penuh dan tidak memberikan manfaat bagi yang membeli dengan rasionalisasi bahwa transaksi keuangan yang melibatkan utang tidak akan pernah membolehkan pembayaran berlawan dengan lama periode pinjaman.
Jika dikaitkan dengan sukuk di Malaysia yang menggunakan prinsip bay’ al-Inah dan bay’ al-dayn, maka praktik perdagangan sukuk semacam itu masih diragukan kesesuainnya dengan syariah. Alasannya adalah keberadaan speculator di pasar kedua yang menjadi tempat diperdagangkannya bay’ al-dayn.




DAFTAR BACAAN
Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, Mengenal Sukuk: Instrumen Investasi dan Pembiayaan Berbasis Syariah
Mohamed, Zureena Bt. “Sukuk-A Brief Introduction”, dalam AZMI & Associates: a Member of Terralex World Wide, 2008
Pireh, Majid. “Islamic Financial Instrument”, dalam Securities and Exchange Organization, Tehran, Iran
Rosly, Saifuk Azhar dan Mahmood M. Sanusi. “The Application of Bay’ al-Inah and Bay’ al-Dayn in Malaysian Islamic Bonds: An Islamic Analysis”, dalam International Journal of Islamic Financial Services. Vol. 1. No. 2
Sukor M. Edil Abd., dkk. “Malaysian Sukuk: Issues in Accounting Standard”, dalam Syariah Journal. Vol. 16. No. 1, 2008
Tariq, Ali Arsalan. “Managing Financial Risks of Sukuk Structures”, Disertasi, Master of Sciences Loughborough University, UK, 2004


[1] Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, Mengenal Sukuk: Instrumen Investasi dan Pembiayaan Berbasis Syariah
[2] Majid Pireh, “Islamic Financial Instrument”, dalam Securities and Exchange Organization, Tehran, Iran, hlm. 3

[3] Zureena Bt. Mohamed, “Sukuk-A Brief Introduction”, dalam AZMI & Associates: a Member of Terralex Worl Wide, 2008, hlm. 1

[4]  Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah ……
[5]  Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah ……

[6]  Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah ……

[7] Ali Arsalan Tariq, “Managing Financial Risks Of Sukuk Structures”, Disertasi, Master of Sciences Loughborough University, UK, 2004, hlm. 20-23
[8] Ali Arsalan Tariq, “Managing Financial Risks Of Sukuk Structures”, ……, hlm. 43-54
[9] M. Edil Abd. Sukor, dkk., “Malaysian Sukuk: Issues in Accounting Standard”, Syariah Journal, Vol. 16, No. 1, 2008, hlm. 66  
[10] M. Edil Abd. Sukor, dkk., “Malaysian Sukuk: ……, hlm. 67

[11] Saiful Azhar Rosly dan Mahmood M. Sanusi, “The Application of Bay’ al-Inah and Bay’ al-Dayn in Malaysian Islamic Bonds: An Islamic Analysis”, dalam International Journal of Islamic Financial Services, vol. 1, no. 2, hlm. 2
[12] Saiful Azhar Rosly dan Mahmood M. Sanusi, “The Application of Bay’ al-Inah and Bay’ al-Dayn in Malaysian Islamic Bonds: ……, hlm. 3

[13]  Saiful Azhar Rosly dan Mahmood M. Sanusi, “The Application of Bay’ al-Inah and Bay’ al-Dayn in Malaysian Islamic Bonds: ……, hlm. 3

[14]  Saiful Azhar Rosly dan Mahmood M. Sanusi, “The Application of Bay’ al-Inah and Bay’ al-Dayn in Malaysian Islamic Bonds: ……, hlm. 6
[15]  Saiful Azhar Rosly dan Mahmood M. Sanusi, “The Application of Bay’ al-Inah and Bay’ al-Dayn in Malaysian Islamic Bonds: ……, hlm. 7

[16] Saiful Azhar Rosly dan Mahmood M. Sanusi, “The Application of Bay’ al-Inah and Bay’ al-Dayn in Malaysian Islamic Bonds: ……, hlm. 8

[17] Saiful Azhar Rosly dan Mahmood M. Sanusi, “The Application of Bay’ al-Inah and Bay’ al-Dayn in Malaysian Islamic Bonds: ……, hlm. 8
[18] Saiful Azhar Rosly dan Mahmood M. Sanusi, “The Application of Bay’ al-Inah and Bay’ al-Dayn in Malaysian Islamic Bonds: ……, hlm. 10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam Selamat Datang

 Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh Selamat datang dan terimakasih kepada teman-teman yang sudah mampir ke laman rumahdialekis. ...