1.
Pengertian
Riba
Kata Ar-Riba adalah isim maqshur, berasal dari rabaa
yarbuu, yaitu akhir kata ini ditulis dengan alif.
Asal arti kata riba adalah ziyadah ‘tambahan’;
adakalanya tambahan itu berasal dari dirinya sendiri, seperti firman Allah swt:
(ihtazzat wa rabat) “maka hiduplah bumi itu dan suburlah.” (QS
Al-Hajj: 5).
Dan, adakalanya lagi tambahan itu berasal
dari luar berupa imbalan, seperti satu dirham ditukar dengan dua dirham.
2. Hukum Riba
Riba, hukumnya berdasar Kitabullah, sunnah
Rasul-Nya dan ijma’ umat Islam:
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada
Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang
yang beriman. Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka
permaklumkanlah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu
bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kami tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS Al-Baqarah: 278-279).
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak
dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila.” (QS Al-Baqarah: 275).
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan shadaqah.” (QS Al-Baqarah: 276).
Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda, “Jauhilah
tujuh hal yang membinasakan.” Para sahabat bertanya, “Apa itu, ya
Rasulullah?” Jawab Beliau, “(Pertama) melakukan kemusyrikan kepada Allah,
(kedua) sihir, (ketiga) membunuh jiwa yang telah haramkan kecuali dengan cara
yang haq, (keempat) makan riba, (kelima) makan harta anak yatim, (keenam)
melarikan diri pada hari pertemuan dua pasukan, dan (ketujuh) menuduh berzina
perempuan baik-baik yang tidak tahu menahu tentang urusan ini dan beriman
kepada Allah.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari V:
393 no: 2766, Muslim I: 92 no: 89, ‘Aunul Ma’bud VIII: 77 no: 2857 dan Nasa’i
VI: 257).
Dari Jabir ra, ia berkata. “Rasulullah saw
melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, dua saksinya dan penulisnya.” Dan
Beliau bersabda, “Mereka semua sama.” (Shahih: Mukhtasar Muslim no:
955, Shahihul Jami’us Shaghir no: 5090 dan Muslim III: 1219 no: 1598).
Dari Ibnu Mas’ud ra bahwa Nabi saw bersabda, “Riba itu mempunyai
tujuh puluh tiga pintu, yang paling ringan (dosanya) seperti seorang anak
menyetubuhi ibunya.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 3539 dan
Mustadrak Hakim II: 37).
3.
Klasifikasi
Riba
Riba ada dua macam yaitu riba nasiah dan riba
fadhl.
Adapun yang dimaksud riba nasiah ialah tambahan yang
sudah ditentukan di awal transaksi, yang diambil oleh si pemberi pinjaman dari
orang yang menerima pinjaman sebagai imbalan dari pelunasan bertempo. Riba
model ini diharamkan oleh Kitabullah, sunnah Rasul-Nya, dan ijma’ umat Islam.
Sedangkan yang dimaksud riba fadhl adalah tukar
menukar barang yang sejenis dengan ada tambahan, misalnya tukar menukar uang
dengan uang, menu makanan dengan makanan yang disertai dengan adanya tambahan.
4. Beberapa
Barang Yang Padanya Diharamkan Melakukan Riba
Riba tidak berlaku, kecuali pada enam
jenis barang yang sudah ditegaskan nash-nash syar’i berikut:
Dari Ubaidah bin Shamir ra bahwa
Rasulullah saw bersabda, “(Boleh menjual emas dengan emas, perak dengan
perak, gandum dengan gandum, sya’ir (sejenis gandum) dengan sya’ir, kurma
dengan kurma, garam dengan garam, sebanding, sama dan tunai, tetapi jika
berbeda jenis, maka juallah sesukamu, apabila tunai dengan tunai.”
(Shahih: Mukhtashar Muslim no: 949, dan Muslim III: 1211 no: 81 dan 1587).
Dari Abi Sa’id al-Khudri ra bahwa
Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kamu menjual emas kecuali sama,
janganlah kamu tambah sebagiannya atas sebagian yang lain, janganlah kamu
menjual perak dengan perak kecuali sama, janganlah kamu tambah sebagiannya atas
sebagian yang lain, dan janganlah kamu menjual emas dan perak yang
barang-barangnya belum ada dengan kontan.” (Muttafaqun
‘alaih: Fathul Bari IV: 379 no: 2177, Muslim III: 1208 no: 1584, Nasa’i VII:
278 dan Tirmidzi II: 355 no: 1259 sema’na).
Manakala terjadi barter di antara enam jenis barang ini dengan lain
jenis, seperti emas ditukar dengan perak, bur dengan sya’ir, maka boleh ada
kelebihan dengan syarat harus diserahterimakan di majlis. Berdasar hadits
Ubadah tadi: “…tetapi jika berlainan jenis maka juallah sesukamu, apabila
tunai dengan tunai.”
Apabila salah satu jenis di antara enam jenis ini ditukar dengan
barang yang berlain jenis dan ‘illah ‘sebab’, seperti emas ditukar
dengan bur, atau perak dengan garam, maka boleh ada kelebihan atau secara
bertempo, kredit. Dari Aisyah ra bahwa Nabi saw pernah membeli makanan dari
seorang Yahudi secara bertempo, sedangkan Nabi saw menggadaikan sebuah baju
besinya kepada Yahudi itu. (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 1393 dan Fathul Bari IV:
399 no: 2200).
Dalam kitab Subulus Salam III: 38, al-Amir ash-Sha’ani menyatakan.
“Ketahuilah bahwa para ulama’ telah sepakat atas bolehnya barang ribawi (barang
yang bisa ditakar atau ditimbang, edt) ditukar dengan barang ribawi yang
berlainan jenis, baik secara bertempo meskipun ada kelebihan jumlah atau
berbeda beratnya, misalnya emas ditukar dengan hinthah (gandum), perak
dengan gandum, dan lain sebagainya yang termasuk barang yang bisa ditakar.”
5. Perbedaan Antara Bunga Dan Bagi Hasil
Sekali lagi, Islam mendorong praktek bagi
hasil serta mengharamkan riba. Keduanya sama-sama memberi keuntungan bagi
pemilik dana, namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan
itu dapat dijelaskan dalam tabel berikut. SISTEM BUNGA / Bagi Hasil
- Bunga : Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung / Bagi Hasil : Penentuan besarnya rasio/ nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi
- Bunga : Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan. / Bagi Hasil : Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
- Bunga : Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi. / Bagi hasil : tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
- Bunga : Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming”. /Bagi hasil : Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
- Bunga : Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh beberapa kalangan. / Bagi hasil : Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil
6.
Dampak Negatif Riba
1. Dampak Ekonomi
Di antara dampak ekonomi riba adalah dampak inflatoir yang diakibatkan oleh bunga sebagai biaya uang. Hal tersebut disebabkan karena salah satu elemen dari penentuan harga adalah suku bunga. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi juga harga yang akan ditetapkan pada suatu barang.
Dampak lainnya adalah bahwa hutang, dengan rendahnya tingkat penerimaan peminjam dan tingginya biaya bunga, akan menjadikan peminjam tidak pernah keluar dari ketergantungan, terlebih lagi bila bunga atas hutang tersebut dibungakan. Contoh paling nyata adalah hutang negara-negara berkembang kepada negara-negara maju. Meskipun disebut pinjaman lunak, artinya dengan suku bunga rendah, pada akhirnya negara-negara peng-hutang harus berhutang lagi untuk membayar bunga dan pokoknya. Sehingga, terjadilah hutang yang terus-menerus. Ini yang menjelaskan proses terjadinya kemiskinan struktural yang menimpa lebih dari separuh masyarakat dunia.
2. Sosial Kemasyarakatan
Riba merupakan pendapatan yang didapat secara tidak adil. Para pengambil riba menggunakan uangnya untuk memerintah-kan orang lain agar berusaha dan mengembalikan misalnya, dua puluh lima persen lebih tinggi dari jumlah yang dipinjam-kannya. Persoalannya, siapa yang bisa menjamin bahwa usaha yang dijalankan oleh orang itu nantinya mendapatkan keuntungan lebih dari dua puluh lima persen? Semua orang, apalagi yang beragama, tahu bahwa siapapun tidak bisa memastikan apa yang terjadi besok atau lusa. Dan siapapun tahu bahwa berusaha memiliki dua kemungkinan, berhasil atau gagal. Dengan menetapkan riba, berarti orang sudah memastikan bahwa usaha yang yang dikelola pasti untung
1. Dampak Ekonomi
Di antara dampak ekonomi riba adalah dampak inflatoir yang diakibatkan oleh bunga sebagai biaya uang. Hal tersebut disebabkan karena salah satu elemen dari penentuan harga adalah suku bunga. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi juga harga yang akan ditetapkan pada suatu barang.
Dampak lainnya adalah bahwa hutang, dengan rendahnya tingkat penerimaan peminjam dan tingginya biaya bunga, akan menjadikan peminjam tidak pernah keluar dari ketergantungan, terlebih lagi bila bunga atas hutang tersebut dibungakan. Contoh paling nyata adalah hutang negara-negara berkembang kepada negara-negara maju. Meskipun disebut pinjaman lunak, artinya dengan suku bunga rendah, pada akhirnya negara-negara peng-hutang harus berhutang lagi untuk membayar bunga dan pokoknya. Sehingga, terjadilah hutang yang terus-menerus. Ini yang menjelaskan proses terjadinya kemiskinan struktural yang menimpa lebih dari separuh masyarakat dunia.
2. Sosial Kemasyarakatan
Riba merupakan pendapatan yang didapat secara tidak adil. Para pengambil riba menggunakan uangnya untuk memerintah-kan orang lain agar berusaha dan mengembalikan misalnya, dua puluh lima persen lebih tinggi dari jumlah yang dipinjam-kannya. Persoalannya, siapa yang bisa menjamin bahwa usaha yang dijalankan oleh orang itu nantinya mendapatkan keuntungan lebih dari dua puluh lima persen? Semua orang, apalagi yang beragama, tahu bahwa siapapun tidak bisa memastikan apa yang terjadi besok atau lusa. Dan siapapun tahu bahwa berusaha memiliki dua kemungkinan, berhasil atau gagal. Dengan menetapkan riba, berarti orang sudah memastikan bahwa usaha yang yang dikelola pasti untung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar