Analisis
dan pemilihan saham dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu Analisis
Fundamental dan Analisis Teknikal. Secara sederhana, analisis fundamental
mengestimasi harga saham berdasarkan tiga faktor fundamental yaitu kondisi
ekonomi, industri dan perusahaan sedangkan analisis teknikal menggunakan
indikator-indikator dan grafik harga saham sebagai alat estimasi (Khanifar,
2012: 78-79).
A.
Analisis Fundamental
Harga
saham dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dalam analisis fundamental
diperlukan sejumlah tahapan. Tahapan tersebut dimulai dari analisis kondisi
makro ekonomi atau pasar. Kemudian dilanjutkan dengan analisis industri dan
terakhir analisis kondisi spesifik perusahaan (Husnan, 2009: 309).
1.
Analisis Ekonomi/Pasar
Menganalisis
kondisi pasar atau ekonomi secara umum tidak hanya pada masa sekarang tapi juga
ditujukan untuk mengetahui arah pengembangan pasar dan ekonomi di masa
mendatang. Tentunya pengetahuan tersebut tidaklah secara pasti, hanya perkiraan
saja. Perkiraan ini dapat dilakukan dengan beberapa indikator, yaitu indikator
moneter, kondisi pasar dan ekonomi serta model-model valuasi lainnya (Husnan,
2009: 312).
a.
Indikator moneter untuk memprakirakan kondisi pasar
Karena
perannya yang vital di dalam perekonomian, kebijakan moneter dipandang
mempunyai dampak penting baik bagi perekonomian maupun harga saham. Dengan
demikian untuk memahami perubahan harga saham, para perlu memahami berbagai
variabel moneter. Untuk memprakirakan kondisi perekonomian, para pemodal secara
tradisional selalu memperhatikan kemungkinan perubahan jumlah uang beredar
(Husnan, 2009: 313).
b.
Kondisi ekonomi dan Kondisi Pasar
Kondisi
pasar merefleksikan kondisi ekonomi, sehingga perubahan kondisi ekonomi
tentunya akan tercermin pada kondisi pasar. Masalahnya adalah bahwa kondisi
pasar saat ini mencerminkan harapan para pemodal terhadap kondisi ekonomi di
masa yang akan datang. Dengan kata lain, pasar mem-present value-kan
kondisi di masa yang akan datang.Secara umum, pasar sepertinya selalu
antisipatif terhadap kondisi ekonomi (misalnya kondisi cyclicality economy)
(Husnan, 2009: 314-315).
c.
Model-Model Valuasi Untuk Memprakirakan Kondisi Pasar
Pendekatan
yang dapat digunakan untuk memperkirakan kondisi pasar adalah (Husnan, 2009:
3317):
1.
Menggunakan
rumus Constant Growth Model (
)

2.
Menggunakan
model PER (1-b/r-g)
2.
Analisis Industri
Para
pemodal yang percaya bahwa kondisi ekonomi dan pasar cukup baik untuk melakukan
investasi, selanjutnya perlu menganalisis industri-industri apa yang diharapkan
akan memberikan hasil yang paling baik. Industri dianalisis lewat penelaahan
berbagai data yang menyangkut tentang penjualan, laba, dividen, struktur modal,
jenis produk yang dihasilkan, regulasi, inovasi dan sebagainya (Husnan, 2009:
318-321).
Analisis
industri dilakukan dengan beberapa langkah.Langkah pertama yang dapat dilakukan
adalah dengan mengidentifikasikan tahap kehidupan produknya. Langkah berikutnya
adalah menganalisis industri dalam kaitannya dengan kondisi perekonomian.
Langkah ketiga adalah analisis kualitatif terhadap industri tersebut, yang
dimaksudkan untuk membantu pemodal menilai prospek industri di masa yang akan
datang (Husnan, 2009: 322).
a.
Siklus Kehidupan Industri
Industri
menempuh siklus berupa tahap perkenalan, pertumbuhan dan penurunan. Karena
umumnya perusahaan baru go public setelah melewati masa perkenalan, dalam
analisis industri umumnya dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu (Husnan,
2009: 322-323:
1)
Tahap
Pertumbuhan yang ditandai dengan pertumbuhan penjualan yang relatif masih
tinggi, meskipun risiko sudah tidak setinggi pada tahap perkenalan. Produk yang
ditawarkan diterima oleh pasar.
2)
Tahap
Kedewasaan dimana pertumbuhan penjualan masih terjadi, tetapi sudah dalam tingkatan
yang lebih rendah daripada tahap pertumbuhan. Karena produksi sudah dalam
jumlah yang cukup besar untuk memenuhi permintaan pasar, umumnya laba yang
diperoleh cukup untuk membiayai pertumbuhan usaha.
3)
Tahap
Penurunan dimana permintaan akan produk tersebut sudah mengalami penurunan,
sehingga pertumbuhan penjualan menjadi negatif.
b.
Analisis Siklus Bisnis
Cara
kedua untuk melakukan analisis industri adalah dengan menganalisis hubungan
antara kemampuan operasi dengan kondisi perekonomian makro. Beberapa industri
mampu beroperasi cukup baik pada waktu resesi, sedangkan yang lain sangat jelek
kinerjanya. Berdasarkan hubungannya dengan kondisi makro ekonomi, industri
dibedakan jadi tiga kelompok yaitu Growth industryyang merupakan industri
dengan pertumbuhan laba jauh lebih tinggi dari rata-rata industri,Defensive
industrysebagai industri yang tidak banyak terpengaruh oleh kondisi
ekonomi, dan cyclical industrysebagai industri yang sangat peka terhadap
perubahan kondisi perekonomian (Husnan, 2009: 324-325).
c.
Aspek kualitatif dalam analisis industri
Beberapa
aspek kualitatif akan membantu analis dalam melakukan analisis industri, yaitu
kinerja historis, persaingan, kebijakan pemerintah, dan perubahan struktural.Kinerja
dimasa yang akan datang memang tidak selalu konsisten dengan kinerja di waktu
yang lalu. Hanya saja, beberapa jenis industri menunjukkan kinerja yang terus
menerus baik di waktu yang lalu sehingga tidak dapat diabaikan dalam analisis
dengan menggunakan pertumbuhan penjualan, laba dan perkembangan harga sebagai
indikator (Husnan, 2009: 325).
Sementara
itu, persaingan dapat berasal dari masuknya pesaing baru, meningkatnya bargaining
power para pembeli, persaingan antar pesaing yang ada, masuknya produk
substitusi, dan meningkatnya bargaining power para pemasok. Kebijakan
yang diambil oleh pemerintah akan secara langsung berpengaruh terhadap industri
tersebut serta dapat mempengaruhi industri lain. Perubahan struktural guna
meningkatkan daya saing (Husnan, 2009: 326).
3.
Analisis Perusahaan
Analisis fundamental memerlukan pemahaman terhadap beragam variabel
yang mempengaruhi harga saham. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, nilai
intrinsik suatu saham dapat ditaksir menggunakan dua metode, yaitudividend
discount model, dan multiplier laba (PER) (Husnan,
2009: 327).
Pemodal
sering kali memusatkan perhatian pada Laba Per Lembar Saham (Earning Per
Share, EPS) dalam melakukan analisis. Angka EPS biasanya disajikan paling
bawah dalam laporan rugi laba, dan karenanya sering disebut sebagai bottom
line (Husnan, 2009: 328).
Teknik
analisis lainnya adalah dengan menggunakan model kelipatan laba (PER) apabila
perusahaan tidak mengadopsi kebijakan payout ratio yang konstan dan/ analis
mengalami kesulitan untuk menggunakan model berbasis cash flow, terutama model
dengan pertumbuhan konstan (Husnan, 2009: 333).
PER
dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yaitu (1)Dividend payout ratioyang
akan meningkatkan PER jika rasio ini meningkat, (2)Discount rateatau tingkat
keuntungan yang dipandang layak yang akan menurunkan PER jika rasio ini turun,
dan (3)Pertumbuhan dividen yang berhubungan positif dengan PER (Husnan,
2009: 334).
Analisis
lain untuk menentukan harga saham secara sederhana juga bisa dilakukan dengan
basis variabel beriku (Husnan, 2009: 334):
a.
Pertumbuhan
penjualan
b.
Nilai
penjualan
c.
Penghasilan
di luar operasi
d.
Net
Profit Margin (rasio antara
laba bersih setelah pajak dengan total penghasilan)
e.
Price
Earning Ratio (PER).
B.
Analisis Teknikal
Analisis
ini merupakan upaya untuk memperkirakan harga saham (kondisi pasar) dengan
mengamati perubahan harga saham tersebut (kondisi pasar) di waktu yang lalu. Analisis
ini didasarkan pada asumsi (i) bahwa harga saham mencerminkan informasi yang
relevan, (ii) bahwa informasi tersebut ditunjukkan oleh perubahan harga di
waktu yang lalu, dan (iii) karenanya perubahan harga saham akan mempunyai pola
tertentu, dan pola tersebut akan berulang (Husnan, 2009: 341).
Analisis teknikal dapat dilakukan untuk saham-saham individual
ataupun untuk kondisi pasar secara keseluruhan. Alat utama analisis ini adalah
informasi tentang harga dan volume perdagangan yang dapat diketahui lewat
grafik ataupun beragam indikator teknis. Pada dasarnya, analisis ini adalah
suatu upaya untuk akan membeli (masuk ke pasar) atau menjual saham (keluar dari
pasar) (Husnan,
2009: 341-342).
1.
Indikator-indikator teknis
Beberapa indikator teknis yang sering dipergunakan adalah moving
average, new highs and lows, volume perdagangan, dan short-interest ratio.
a.
Moving Average
Moving
average dihitung berdasarkan sejumlah hari
tertentu. Di AS jumlah hari yang sering dipergunakan untuk menghitung moving
average adalah 200 hari moving average. Seri moving average tersebut
kemudian digambarkan dalam grafik yang sama dengan gambar perkembangan harga
saham aslinya (Husnan, 2009: 343).
Pedoman
yang dipergunakan adalah bahwa apabila harga saham “asli” berbeda dibawah harga
moving average, harga tersebut kemudian naik memotong harga moving
average dengan volume perdagangan yang cukup tinggi, maka saham tersebut
merupakan kandidat untuk dibeli. Sebaliknya apabila harga-harga saham diatas moving
average, dan harga saham tersebut turun memotong moving average, analisis
sebenarnya melakukan timming kapan suatu saham sebaliknya dibeli dan
kapan sebaliknya dijual.
Modifikasi
pedoman beli dan jual untuk analisis moving average dapat dilakukan
sebagai berikut. Suatu saham sebaiknya dijual apabila:
1.
Harga
saham aslinya berada dibawah garis moving average, harga saham tersebut
mendekati garis moving average tetapi kemudian tidak memotong garis
tersebut, bahkan kemudian menjauhinya.
2.
Mengikuti
suatu kenaikan, garis moving average kemudian mendatar atau menurun, dan
harga saham aslinya memotong garis tersebut dari atas.
3.
Harga
saham naik diatas garis moving average sedangkan garis tersebut tetap
turun.
b.
New highs and lows
Suatu
bursa mungkin melaporkan saham-saham yang mencapai harga tertinggi (terendah)
selama 52 minggu terakhir. Para analis teknikal menyimpulkan bahwa pasar akan bullish
(harga-harga akan naik) apabila sejumlah besar saham mencapai harga tertinggi
selama 52 minggu terakhir. Sebaliknya, para analis teknikal akan khawatir kalau
indeks pasar meningkat tetapi tidak banyak saham yang mencapai harga tertinggi
selama beberapa minggu terakhir (Husnan, 2009: 344).
c.
Volume perdagangan
Volume
perdagangan merupakan bagian yang diterima dalam analisis teknikal. Kegiatan
perdagangan dalam volume yang sangat tinggi di suatu bursa akan di tafsirkan
sebagai tanda pasar akan membaik (bullish). Peningkatan volume
perdagangan dibarengi dengan peningkatan harga merupakan gejala yang makin kuat
akan kondisi yang bullish(Husnan, 2009: 344-345).
d.
Short-interest ratio
Short-interest untuk suatu saham menunjukkan jumlah saham yang dilakukan short
selling tetapi belum dilakukan pembelian kembali. Short-interest ratio
didefinisikan sebagai 

Rasio
ini menunjukkan berapa hari perdagangan yang diperlukan agar short selling
tersebut dapat diselesaikan. Apabila rasio tersebut sama dengan 2,0 hal
tersebut berarti diperlukan dua hari kerja “menyelesaikan” jumlah short selling
tersebut (Husnan, 2009: 345).
2.
Penggunaan Grafik Atau Chart
Selain
indikator-indikator teknis, grafik atau chart merupakan alat analisis
lain yang digunakan dalam teknikal. Chart yang digunakan mungkin
berbentuk bar chart ataupun line chart.[1]
Dengan bar chart diperlukan informasi tentang harga tertinggi, harga terendah,
dan harga penutupan untuk digambarkan dalam chart tersebut. Sedangkan line
chart hanya memerlukan harga penutupan untuk digambarkan dalam chart tersebut. Penggunaan
chart dimaksudkan untuk mengenali pola-pola (patterns) dari gerakan
harga saham (indeks pasar) yang diamati. Pola-pola tersebut diantaranya adalah key
neversals, head and shoulders, triple tops, ascending and descending triangles (Husnan,
2009: 345).
a.
Key Reversals
Key
reversals terjadi pada suatu periode
(biasanya harian) kegiatan perdagangan. Pola ini terbagi dua, yaitu Key
reversals topyang menunjukkan gerakan harga yang secara cepat naik, tapi
pada akhir periode kembali lagi ke posisi awal periode dan key reversals
bottom dengan gerakan sebaliknya. Apabila pola semacam ini
diidentifikasi, maka aksi yang harus dilakukan adalah segera menjual saham
sewaktu mencapai puncak, dan membeli saham sewaktu mencapai dasar (Husnan,
2009: 346).
b.
Head and Shoulders
Seorang
analis yang percaya bahwa suatu saham berada pada titik A, akan memutuskan
untuk membeli saham tersebut, menahannya untuk jangka pendek untuk memperoleh capital
gains. Sebaliknya, kalau seorang analis percaya bahwa suatu saham telah
berada pada titik b, ia akan menjualnya (melakukan short selling) karena
diperkirakan harga akan turun (Husnan, 2009: 346).
c.
Triple Tops
Analis
yang percaya bahwa gerakan harga saham akan mengikuti pola triple tops
berpendapat, bahwa setelah melalui tiga puncak harga maka saham tersebut akan
jatuh harganya. Jadi apabila seorang analis “menemukan” bahwa suatu saham telah
menempuh tiga kali harga tinggi, maka saham tersebut harus dijual (short
selling) (Husnan, 2009: 346).
d.
Ascending and Descending Triangels
Pada
ascending triangels (segitiga yang meningkat) terjadi gerakan harga
antara garis batas atas horisontal dengan garis batas bawah yang mempunyai slope
meningkat. Pola ini terjadi apabila terjadi permintaan yang meningkat tetapi
masih dapat dipenuhi. Apabila permintaan tersebut mulai tidak dapat terpenuhi,
harga akan meningkatkan terus, ”keluar” dari pola tersebut. Sementara itu, padadescending
triangels (segitiga yang menurun), gerakan harga saham mengikuti pola yang
berkebalikan dengan ascending triangels. Pola ini terjadi pada saat
terjadi penambahan supply saham, tetapi dapat diimbangi dengan
permintaan (Husnan, 2009: 347).
e.
Relative strength
Relative
strength suatu saham menunjukkan rasio harga
saham tersebut dengan indeks pasar, atau indeks industri. Contoh perhitungan relative
strength untuk saham Indosat selama 40 hari setelah mulai diperdagangkan di
BEJ disajikan pada tabel 15.5 berikut. Hari tersebut menunjukkan hari pertama
saham tersebut mulai diperdagangkan di bursa. Pada hari ke-1 tersebut harga
saham dan indeks pasar (yang diwakili oleh IHSG) dipergunakan sebagai basis
(=100), sehingga relative strength-nya =100,00. Hari ke-2, relative
strength-nya sebesar 105,64 menunjukkan bahwa harga saham Indosat meningkat
lebih besar dari peningkatan IHSG. Relative strength di atas 100
menunjukkan bahwa saham tersebut outperform (mengalahkan) indeks pasar.
Relative
strength untuk periode yang cukup lama
mungkin dipergunakan untuk maksud-maksud peramalan. Karena dalam analisis
teknikal, trends (kecenderungan) diharapkan akan terjadi untuk beberapa
waktu, maka peningkatan rasio antara harga suatu saham dengan indeks pasar
ditafsirkan sebagai relative strength. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa saham tersebut outperform (mengalahkan) pasar, dan diharapkan
situasi akan berlangsung untuk beberapa lama. Hal yang sebaliknya apabila
peningkatan harga saham lebih rendah dari peningkatan indeks. Dalam situasi ini
dikatakan bahwa saham tersebut underperform pasar (Husnan,
2009: 348-349).
C.
Strategi Investasi
Terkait
dengan konsep pasar modal yang efisien, strategi investasi pada saham bisa
dibagi menjadi dua, yaitu strategi investasi pasif dan strategi investasi
aktif. Strategi mana yang akan dipilih dipengaruhi oleh sejauh mana pemodal
percaya akan konsep pasar modal yang efisien dan oleh pengalaman pemodal, waktu
investasi, dan sifat pemodal (Husnan, 2009: 355).
1.
Strategi Investasi Pasif
Strategi
ini berbasis asumsi bahwa (a) pasar modal tidak melakukan mispricing,
dan (b) meskipun terjadi mispricing, para pemodal berpendapat mereka
tidak bisa mengidentifikasikan dan memanfaatkannya. Dengan kata lain, penganut
strategi ini tidak bermaksud untuk mengalahkan (outperform) pasar.
Strategi ini bertujuan untuk menyususn portofolio yang sesuai dengan preferensi
risiko atau pola arus kas yang diinginkan oleh pemodal (Husnan,
2009: 355).
2.
Strategi Investasi Aktif
Strategi
ini berbasis asumsi bahwa (a) pasar modal melakukan kesalahan dalam penentuan
harga (mispriced), dan (b) para pemodal berpendapat bisa
mengidentifikasikan mispriced ini dan memanfaatkannya (apakah memang
kedua asumsi tersebut benar, masih merupakan masalah yang perlu diteliti.
Strategi ini dipakai oleh para pemodal yang tidak percaya sepenuhnya pada
konsep pasar modal yang efisien (Husnan, 2009: 356).
Salah
satu bentuk strategi aktif yang sering dilakukan adalah pemilihan sekuritas.
Strategi ini dilakukan terhadap saham-saham yang diperkirakan akan memberikan abnormal
return positif, dan biasanya dilakukan dengan analisis fundamental, meskipun
kadang-kadang analisis teknikal juga digunakan (atau kombinasinya) (Husnan,
2009: 357).
Referensi
Husnan, Suad, Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, edisi ke empat, Yogyakarta: YKPN, 2009
Khanifar, Hossein, dkk., “Studying Affecting Factors on Analyst’s
Decision Regarding Share Analysis in Tehran Stock Exchange: a Fundamental
Analysis Approach,” European Journal of Economics, Finance and
Administrative Sciences, Issue 44, 2012.
Murphy, John J.,Technical
Analysis of the Financial Markets: a Comprehensive Guide to Trading Methods and
Applications, NY: New York Institute of Finance, 1999.
[1]Bar chart
menunjukkan harga pembukaan, ketika tinggi, rendah dan harga penutupan.
Sedangkan line chart hanya menyoroti harga penutupan setiap hari secara
berturu-turut. Bagi kebanyakan ahli, harga penutupan merupakan harga yang
paling kritis sehingga model line chart dianggap lebih valid untuk
mengukur aktivitas harga. Selain dua bentuk ini, ada juga model chart
yang lain seperti candlestick, poin and figure dan kagi chart.Candlestick
merupakan bar chart versi
Jepang.Chart ini punya dua
bagian, yaitu thin line (shadow) yang merupakan rentang harga
harian dari yang tinggi hingga yang rendah dan wider portion (real
body) yang mengukur jarak antara harga pembukaan dengan penutupan (Murphy,
1999: 36-38).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar