Pengantar
Bank sentral sebagai pilar
stabilitas keuangan darimanakah asalnya dan apa fungsinya? Lalu dalam sistem
keuangan atau ekonomi Islam yang sekarang sedang mengalami pertumbuhan yang
tinggi apakah juga memiliki bank sentral? Dan apakah fungsi dan tugasnya sama
dengan bank sentral yang ada dalam sistem keuangan konvensional?
IDB sebagai bank pembangunan
negara-negara Islam apakah merupakan bank sentral dalam sistem keuangan Islam?
Apa tujuan dibentuknya IDB dan apa saja fungsinya?
Indonesia punya BI sebagai bank
sentral dengan kedudukan, fungsi dan tugas layaknya bank sentral di
negara-negara lain. Tapi kemudian muncul lembaga lain yang mengambilalih fungsi
pengawasan BI. Lembaga yang mengambilalih fungsi pengawasan BI tersebut adalah
OJK. Apa itu OJK? Kenapa tugas pengawasan BI diambilalih OJK? Lantas apa yang
akan terjadi jika fungsi BI diambilalih? Apakah BI tidak akan bermanfaat lagi
bagi masyarakat?
Makalah ini akan membahas tentang
bank sentral, BI sebagai bank sentral di Indonesia, bank sentral dalam sistem
ekonomi Islam, IDB, dan OJK.
Pembahasan
A.
Bank Sentral
Awalnya, bank sentral merupakan
bank umum biasa yang memiliki tugas sama dengan bank-bank lain. Bank tersebut
kemudian berkembang secara bertahap dengan perubahan tugas dan tanggung jawab
yang lebih besar dibanding bank lain. Tugas-tugas tersebut misalnya saja menerbitkan
uang, sebagai agen dan banker pemerintah dan sebagainya. Perubahan tugas ini
kemudian menjadikan bank sentral tidak lagi sama dengan bank lain dan tidak
bisa lagi menerima dana dari dan memberikan kredit kepada masyarakat.[1]
Bank sentral tidak ditujukan untuk
mencari keuntungan seperti bank umum lainnya, melainkan memiliki tujuan sosial
ekonomi terkait kepentingan nasional dan kesejahteraan umum. Misalnya saja,
bank sentral menjaga stabilitas harga dan perkembangan ekonomi negara, menjaga
aktivitas perbankan agar dapat berjalan dengan lancar sehingga dapat mendorong
aktivitas ekonomi lainnya.[2]
Dalam rangka mencapai tujuan sosial
ekonomi yang berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan
negara, sebuah bank sentral memiliki tugas antara lain:[3]
a.
Menerbitkan
uang sebagai komponen inti basis moneter
b.
Banker bagi
pemerintah dan bank komersial dengan cara mengelola semua deposito pemerintah,
mengelola cadangan devisa negara dan menjadi lender of last resort.
c.
Menentukan
kebijakan moneter. Tugas ini pada tahun 1950-an baru sebagai tugas tambahan
bagi bank sentral. Namun, sejak tahun 1990-an tugas ini menjadi tugas baku bagi
bank sentral.
d.
Menjaga sistem
keuangan modern[4].
Tugas ini mencakup pengawasan dan pembinaan sistem keuangan nasional.
e.
Fungsi riset.
Tugas bank sentral dalam hal ini adalah menganalisis perkembangan makro ekonomi
dan juga memantau daya tahan makro ekonomi tersebut terhadap tekanan dalam
ataupun luar negeri.
Bank sentral dalam sejarahnya
memiliki tiga komponen utama, yaitu independensi, fokus memerangi inflasi dan kebijakan
moneter lewat metode tidak langsung.[5]
1.
Independensi
Bank sentral dalam aktivitasnya
tidak seharusnya mendapat tekanan dari pihak manapun termasuk pemerintah. Dalam
hal ini termasuk juga bahwa bank sentral tidak boleh dipaksa oleh pemerintah
untuk membiayai defisit pemerintah.[6]
Independensi status dan kebijakan
bank sentral merupakan kunci penentu tingkat inflasi. Inflasi yang lebih rendah
atau barangkali stabil dapat dicapai jika bank sentral bebas dari semua jenis
tekanan politik. Tingkat inflasi yang stabil dapat menstabilkan pertumbuhan
ekonomi. Dengan begitu, independensi bank sentral dapat mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi (meskipun sebagian pendapat mengatakan bahwa bank sentral
independen atau tidak, tidak ada hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi).[7]
2.
Fokus pada
inflasi
Fokus utama bank sentral untuk
skala makro adalah mengatasi dan memerangi inflasi. Untuk itu, bank sentral
tidak seharusnya bertanggungjawab dengan tujuan makro lain semisal tenaga kerja
penuh, kebijaka-kebijakan yang menyokong industry ataupun alokasi kredit ke
sektor-sektor sosial tertentu.[8]
3.
Kebijakan
moneter – metode tidak langsung
Pada komponen ini, bank sentral
dimaksudkan untuk tidak menggunakan alokasi kredit sebagai suku bunga yang
disubsidikan, batasan kredit, ataupun kendali modal yang digunakan untuk
mempengaruhi baik jumlah sekaligus alokasi kredit.[9]
Selain tiga komponen tersebut, bank
sentral sebenarnya memiliki tiga peran yang kurang diperhatikan. Tiga peran
tersebut adalah[10]:
a.
Peran
distributif dari kebijakan bank sentral. Kebijakan bank sentral seringkalinya
punya dampak yang beragam terhadap kelompok dan kelas tertentu. Dampak satu
kebijakan bank sentral akan berbeda antara terhadap kaum pekerja dengan
terhadap kaum pemodal, kelompok debitur dengan kreditur atau antara level
keuangan dengan industri. Misalnya saja kebijakan moneter ekspansi. Para bankir
akan menolak kebijakan ini karena akan menurunkan suku bunga dan menaikkan
inflasi. Sementara itu, di sisi lain para pekerja dan industry barangkali
menyukai kebijakan ini.
b.
Peran politis
bank sentral. Sebagai lembaga yang independen, bank sentral memiliki peran
politis dalam membangun kesatuan dan kedaulatan dengan melakukan penyatuan
keuangan.
c.
Peran
alokatif. Kebijakan bank sentral akan mempengaruhi tingkat profitabilitas dan
juga akses terhadap kredit bagi beragam industry.
B.
Kedudukan dan
Fungsi Bank Sentral dalam Ekonomi Islam
Dalam ekonomi Islam, bank sentral
menjadi pusat sistem perbankan Islam dan jadi institusi pemerintah yang otonom
serta bertanggungjawab mewujudkan sejumlah sasaran sosio-ekonomi perekonomian
melalui uang dan perbankan.[11]
Dengan kedudukan tersebut, bank
sentral dalam ekonomi Islam berfungsi dan bertugas sebagai berikut:[12]
a.
Tugas pokok
stabilisasi uang riil dengan mengeluarkan uang.
b.
Mengusahakan
stabilitas baik internal ataupun eksternal.
c.
Menjadi banker
bagi pemerintah dan juga bank-bank umum lain
d.
Kliring dan
penyelesaian cek serta transfer
e.
Lender of last
resort
f.
Memberikan
bimbingan, supervisi serta menetapkan regulasi bagi bank umum lain, lembaga
keuangan non-bank, lembaga kredit khusus dan lembaga keuangan lainnya.
g.
Menghambat
kemungkinan terjadinya konsentrasi kekuasaan serta kekayaan ditangan
pihak-pihak tertentu di lembaga keuangan
h.
Mengimplementasikan
kebijakan moneter negara.
i.
Menjadi
teladan dengan aktif dalam usaha islamisasi serta evolusi kontinu sistem
perbankan.
Alternatif sistem bank sentral
dalam keuangan Islam yang diusulkan Chapra adalah[13]:
a.
Pengaturan monetary
base (M0) dengan pembagian ketersediaan uang untuk pemerintah (dengan
pinjaman tanpa bunga) dan untuk bank komersia serta lembaga keuangan khusus
(dengan sistem mudharabah).
b.
Deposito
berjangka untuk publik yang ditetapkan pada level 25% dialihkan kepada
pemerintah untuk digunakan pada pembiayaan proyek yang bermanfaat bagi
masyarakat.
c.
Cadangan
minimal 10-20% yang biasanya ditetapkan oleh bank sentral tidak diperlukan
karena sistem mudharabah tidak memerlukan hal ini.
Selain itu, Khan menambahkan bahwa
bank sentral dalam keuangan Islam harus memberikan insentif bagi bank yang
menyalurkan pembiayaan berbasis ekuitas dibanding berbasis utang dengan cara[14]:
a.
Pengurangan
cadangan minimal agar ketersediaan dana untuk pembiayaan menjadi lebih tinggi
b.
Memperkuat
liabilitas yang tidak terbatas
c.
Penurunan
tingkat suku bunga secara kontinu agar investasi dengan instrumen berbasis
utang kurang diminati dan menggantinya dengan instrumen berbasis ekuitas
d.
Menjadikan
dividen sebagai biaya pengurang pajak
e.
Menyediakan
insentif keuangan bagi perusahaan non-leverage dan sebaliknya tidak
disediakan insentif bagi perusahaan dengan leverage.
C.
IDB
1.
Organisasi
Negara-negara Islam merasa perlu
melakukan kolaborasi dan meningkatkan solidaritas antara mereka. Kebutuhan ini
membawa mereka pada pembentukan Liga Islam, Konferensi Islam dan berakhir
dengan terbentuknya Organization of Islamic Conference (OKI) pada tahun 1969
yang berpusat di Jeddah.[15]
Terjalinnya kolaborasi dan meningkatnya solidaritas tidak lantas kemudian
membuat negara Islam berhenti sampai di sini. Ekonomi yang carut marut di
negara Islam yang merupakan negara berkembang dan di negara-negara maju
memunculkan kesadaran baru dalam OKI sehingga muncullah Islamic Development
Bank (IDB).[16]
Sidang Menlu negara-negara OKI pada
tahun 1970 di Karachi merupakan tonggak awal dibentuknya IDB. Mesir sebagai
salah satu negara anggota mengusulkan untuk didirikannya Bank Islam
Internasional untuk perdagangan dan Pembangunan dan juga pendirian Federasi
Bank Islam. Usulan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan agenda pembentukan
bidang khusus dalam OKI yang menangani persoalan ekonomi dan keuangan pada
Sidang Menlu di Libya tahun 1973. Kemudian pada Sidang Menlu OKI di Jeddah
tahun 1975 distujuilah rancangan pendirian Bank Pembangunan Islam (IDB).[17]
IDB dibentuk dengan modal awal dua
milyar dinar dengan anggotanya semua anggota OKI. Bank ini ditujukan untuk
memupuk perkembangan ekonomi serta sosial negara-negara anggotanya dan
masyarakat muslim secara luas.[18]
2.
Fungsi
Dalam rangka mencapai tujuan
pengembangan ekonomi dan sosial negara anggota serta masyarakat muslim secara
luas, IDB mengemban fungsi-fungsi sebagai berikut[19]:
a.
Berperan dalam
modal usaha dan bantuan cuma-cuma ataupuan pinjaman bagi negara anggota untuk
proyek produksi, industri dan juga pengembangan ekonomi dan sosial.
b.
Membentuk dan
mengalokasikan dana khusus dengan tujuan tertentu, termasuk membantu masyarakat
Islam di negara anggota.
c.
Menerima
deposito dan mengumpulkan dana.
d.
Membantu dalam
memajukan perdagangan luar negeri terutama negara anggota.
e.
Memberikan
bantuan teknik kepada negara anggota.
f.
Memperluas
sarana dan prasarana latihan para pegawai yang ikut dalam aktivitas
pembangunan.
g.
Melakukan
penelitian agar kegiatan ekonomi, perbankan dan keuangan di negara-negara Islam
sesuai dengan prinsip syariah.
D.
Bank Indonesia
sebagai Bank Sentral
1.
Status dan
Kedudukan BI
Lembaga negara berdasarkan
fungsinya dapat dibedakan menjadi lembaga dengan fungsi pemerintahan, fungsi
perwakilan, fungsi pengadilan dan fungsi moneter. Lembaga-lembaga tersebut ada
yang bersifat dependen dan ada yang independen. BI merupakan lembaga negara
dengan fungsi moneter yang bersifat independen. Bebas campur tangan pemerintah
dan pihak lain dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Status ini
didasari oleh keberadaan UU No. 6 tahun 2009. Status khusus ini penting bagi BI
dalam rangka menjalankan tugasnya secara efektif dan efisien pada fungsi
moneternya.[20]
Selain sebagai lembaga independen,
BI juga memiliki status sebagai badan hukum publik dan hukum perdata. Status
badan hukum public memberikan kewenangan dan tugas bagi BI untuk menetapkan
sejumlah peraturan pelaksanaan Undang-undang. Status badan hukum ini menjadikan
peraturan tersebut mengikat bagi seluruh masyarakat dan lembaga yang berada di
bawah pengawasan BI. Sedangkan status badan hukum perdata memberikan BI
kewenangan untuk diri BI sendiri dan atas namanya sendiri di dalam pengadilan
ataupun di luar pengadilan.[21]
2.
Peran dan
Tugas BI
BI berperan mencapai dan
mempertahankan stabilitas finansial. Dalam rangka mempertahankan stabilitas
sistem finansial, BI memiliki sejumlah tugas utama, yaitu:[22]
a.
Mempertahankan
stabilitas moneter lewat instrumen-instrumen tertentu, misalnya suku bunga pada
operasi pasar terbuka.
b.
Menciptakan
kinerja lembaga keuangan sehat, terutama perbankan melalui mekanisme pengawasan
dan pengaturan.
c.
Mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran dengan pengembangan mekanisme dan
pengaturan dalam rangka mengurangi risiko sistem pembayaran yang condong
meningkat.
d.
Mengakses
berbagai informasi yang dianggap mengancam stabilitas finansial lewat fungsi
riset dan pemantauan.
e.
Menjadi jaring
pengaman sistem finansial lewat fungsinya sebagai lender of the resort.
Ginting menyebutkan bahwa
stabilitas finansial dicapai BI dengan tiga tugas utama yaitu menetapkan dan
menjalankan kebijakan moneter, mengatur dan mempertahankan kelancaran sistem
pembayaran, dan mengatur serta mengawasi perbankan di tanah air. Masing-masing
tugas tersebut diwujudkan dengan rincian pelaksanaan sebagai berikut:[23]
a.
Menetapkan dan
menjalankan kebijakan moneter dengan menetapkan piranti moneter sebagai alat
(operasi pasar terbuka, penentuan tingkat diskonto, reserve requirement),
kebijakan nilai tukar, mengelola cadangan devisa, lender of the last resort.
b.
Mengatur dan
mempertahankan kelancaran sistem pembayaran dengan mengeluarkan uang sebagai
alat pembayaran yang sah. Pengeluaran uang tersebut mencakup proses mencetak,
mengedarkan dan mengatur jumlah uang beredar.
c.
Mengatur dan
mengawasi perbankan dengan memberi dan mencabut izin kelembagaan serta
aktivitas usaha tertentu dari sebuah bank, menetapkan regulasi perbankan,
melakukan pengawasan bank secara langsung atau tidak langsung, dan memberikan
sanksi pada bank berdasarkan aturan yang berlaku.
E.
OJK
1.
Organisasi
Krisis tahun 1997-1998 menjadi
alasan munculnya pandangan bahwa BI gagal dalam mengawasi perbankan sebagai
institusi yang mendominasi industri jasa keuangan di tanah air. Tidak hanya
itu, runtuhnya Bank Century tahun 2008 yang disertai juga krisis keuangan
global menambah momok kegagalan BI sebagai bank sentral dengan otoritas
pengawasan bank umum. Alasan-alasan ini kemudian memunculkan ide dibentuknya
OJK.[24]
Akhirnya, berdasarkan UU No. 21
Tahun 2011, pada tahun 2011 dibentuklah Otoritas Jasa Keuangan (OJK)[25].
Lembaga negara ini mulai beroperasi Januari 2013 untuk Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan Non Bank. Sementara untuk perbankan, baru dimulai pada tahun 2014.[26]
Keberadaan lembaga ini ditujukan
untuk penyelenggaraan yang teratur, adil, transparan dan akuntabel pada seluruh
aktivitas dalam sector jasa keuangan. Tidak hanya itu, OJK hendaknya mampu
mewujudkan stabilitas dan kontinuitas pertumbuhan sistem keuangan serta
melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat luas.[27]
2.
Fungsi dan
Tugas
OJK ditujukan
untuk penyelenggaraan kegiatan jasa keuangan yang transparan, teratur, adil dan
akuntabel. Selain itu, OJK juga ditujukan untuk mewujudkan sistem keuangan yang
stabil dan tumbuh secara kontinu serta melindungi kepentingan masyarakat dan
konsumen.[28]
Adapun fungsi OJK sendiri adalah menyelenggarakan sistem pengaturan
sekaligus pengasawan yang terintegrasi pada seluruh aktivitas sector jasa
keuangan. Dalam rangka menjalankan fungsi ini, OJK mempunyai tugas untuk:
a.
Menetapkan
pengaturan seluruh aktivitas jasa keuangan pada perbankan, Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan Non-bank, dan
b.
Melakukan
pengawasan terhadap seluruh aktivitas jasa keuangan pada lembaga-lembaga
tersebut (poin a)
3.
Kontroversi
Pungutan[29]
OJK
Pada masa awal
bertugas di tahun 2013, OJK dimodali dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara
(APBN) senilai Rp 1.69 triliun. Dalam operasional kerjanya, lembaga ini
memberlakukan iuran kepada lembaga keuangan yang akan digunakan sebagai biaya
pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penelitian untuk masa satu tahun.
Rincian biaya tersebut adalah sebagai berikut:
No
|
Besaran (%/Rp)
|
Basis
|
Lembaga
|
1
|
0.03-0.06
|
Aset
|
Bank Umum, BPR, BPRS, Asuransi, Reasuransi, Dana Pensiun Lembaga
Keuangan, Dana Pensiun Pemberi Kerja, Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal
Ventura, Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur dan Lembaga Keuangan Lain
|
2
|
7.5-15
|
Pendapatan Usaha
|
Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian, Penyelenggara Perdagangan SUN.
|
3
|
0.015-0.03
|
Aset
|
Penjamin Emisi Efek dan Pedagang efek yang mengadministasikan rekening
efek nasabah
|
4
|
0.5-0.75
|
Fee
|
Manajer Investasi
|
5
|
0.5
|
Fee
|
Bank Kustodian
|
6
|
Rp50-100 juta
|
Perusahaan
|
Agen Penjual Efek Reksadana
|
7
|
Rp7.5-15 juta
|
Perusahaan
|
Perusahaan Pemeringkat Efek
|
8
|
Rp2.5-5 juta
|
Perusahaan
|
Penasihat Investasi
|
9
|
Rp250-500 ribu
|
Orang
|
Penasihat Investasi
|
10
|
Rp50-100 juta
Rp25-50 juta
Rp17.5-35 juta
Rp7.5-15 juta
|
Aset
|
Emiten dan perusahaan publik dengan aset lebih dari Rp10 triliun
Emiten dan perusahaan publik dengan Rp5 triliun ≥ aset ≤ Rp10 triliun
Rp1 triliun ≥ aset < Rp5 triliun
Perusahaan dengan aset < Rp1 triliun
|
11
|
Rp2.5-5 juta
|
Perusahaan
|
Lembaga penunjang perbankan: lembaga pemeringkat, lembaga penunjang pasar
modal: biro administrasi efek, bank kustodian dan wali amanat, lembaga
penunjang lembaga keuangan non bank: perusahaan pialang asuransi, perusahaan
pialang reasuransi, perusahaan penilai kerugian asuransi, perusahaan
konsultan aktuaria, perusahaan agen asuransi, dan lembaga peniali efek.
|
12
|
Rp1.25-2.5 juta
|
Perusahaan
|
Penerbit daftar efek syariah
|
13
|
Rp2.5-5 juta
|
Perusahaan
|
Perantara pedagang efek yang tidak mengadministrasikan rekening efek
nasabah
|
14
|
Rp1-2 juta
|
Orang
|
Profesi penunjang perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan non bank
|
15
|
Rp250-500 ribu
|
Orang
|
Wakil penjamin emisi efek
|
16
|
Rp125-250 ribu
|
Orang
|
Wakil perantara pedagang efek
|
17
|
Rp250-500 ribu
|
Orang
|
Wakil manajer investasi
|
18
|
Rp125-250 ribu
|
Orang
|
Wakil agen penjual efek reksadana
|
Angka-angka
ini merupakan besaran iuran yang akan dipungut OJK dari lembaga jasa keuangan
yang disosialisasikan pada akhir November 2012. Meskipun rincian tersebut belum
final, banyak pihak (terutama industri keuangan) keberatan dengan iuran
tersebut. Para bankir memandang bahwa angka tersebut cukup tinggi dan angka ini
akan mempengaruhi biaya operasional lembaga mereka. Selain keberatan angka
tersebut, banyak pihak juga meminta penjelasan dari OJK terkait dasar
pemungutan tersebut. Apakah besaran pungutan tersebut akan memberikan sistem
pengembangan yang berbeda jika dibandingkan dengan sistem perbankan yang
dimiliki oleh BI? Jika tidak, maka angka tersebut tidaklah wajar.[30]
F.
Kedudukan dan
Fungsi BI Pasca OJK
Pemisahan fungsi pengawasan dari
bank sentral bukanlah barang baru sebenarnya.[31]
Lebih kurang 40% negara di dunia telah berhasil memisahkan fungsi pengawasan
dari bank sentral mereka. Dari sekian banyak yang berhasil, tidak sedikit pula
yang gagal. Salah satu contoh negara yang gagal tersebut adalah Inggris. Skema
pembagian tugas yang lemah dan kurangnya akses informasi antara Bank of
England (BoE) sebagai bank sentral dan Financial Services Authority
(FSA) merupakan penyebab kegagalan tersebut. Akibat
kegagalan tersebut adalah kolapsnya Northern Rock Bank.[32]
Poin penting yang harus
diperhatikan terkait pemisahan fungsi pengawasan dari BI ke OJK adalah
pembagian tugas yang jelas dan tegas yang disertai dengan koordinasi yang baik
antara kedua lembaga tersebut.[33]
Keberadaan OJK menjadikan tugas micro dan macro-prudential
supervisory yang diemban BI terbagi dua. Macro-prudential supervisory
(persoalan makro ekonomi semisal kebijakan moneter dan penanganan krisis) tetap
menjadi tugas BI. Sementara itu, micro-prudential supervisory (tugas
mikro yakni melakukan pengawasan terhadap bank-bank) menjadi tugas OJK.[34]
Pengambilalihan tugas pengawasn BI
oleh OJK tidak lantas menghilangkan manfaat BI bagi masyarakat. BI hanya tidak
lagi mengawasi individual bank. Sementara tuga pengawasan risiko sistemik terkait
stabilitas keuangan nasional tetap menjadi tanggung jawab BI. Selain itu, BI
masih bertugas mengawasi stabilitas moneter dan stabilitas sistem pembayaran.[35]
Penutup
Bank sentral suatu negara pada
awalnya merupakan bank umum biasa. Namun, bank tersebut kemudian mengalami
perubahan tugas. Bank ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan layaknya
bank umum,melainkan punya tugas tersendiri terkait kepentingan negara dan kesejahteraan
masyarakat.
Pada dasarnya, kedudukan, fungsi
dan tugas bank sentral pada sistem keuangan Islam sama dengan fungsi dan tugas
bank sentral pada sistem keuangan konvensional. Hanya saja, dalam sistem
keuangan Islam, bank sentral harus menghaspuskan sistem bunga, diskonto dan
teman-temannya yang dilarang dalam Islam.
IDB merupakan “bank sentral” untuk
negara-negara Islam dengan tujuan membantu pembangunan dan pengembangan ekonomi
negara-negara anggota.
BI sebagai bank sentral di
Indonesia mempunyai fungsi dan tugas yang sama dengan bank sentral di
negara-negara lain. Sampai tahun 2013, BI masih menjalankan tugasnya mengawasi
perbankan. Namun tahun 2014, karena sejumlah alasan barangkali (salah satunya kegagalan
BI mengatasi krisis), fungsi pengawasan perbankan tersebut dialihkan kepada
OJK. Pengalihan fungsi ini tidak lantas menghilangkan manfaat BI bagi
masyarakat. Fungsi BI yang dialihkan ke OJK hanyalah fungsi level mikro,
sedangkan fungsi level makro tetap berada di tangan BI.
Kunci utama agar kegagalan yang
sama dalam fungsi pengawasan tidak terjadi kembali adalah pemisahan tugas yang
jelas dan tegas antara OJK dan BI, koordinasi
dan sinkronisasi, pertanggungjawaban, sumber daya manusia dan teknologi informasi
yang mendukung dan juga anggaran keuangan yang tepat dan memadai.
Barangkali pemisahan tugas bank
sentral ini akan berdampak baik bagi sistem keuangan Indonesia seperti
kebanyakan negara lain. Namun, kekhawatiran lain yang muncul adalah apakah pemisahan
fungsi pengawasan ini sudah tepat? OJK tidak hanya bertugas mengawasi
perbankan, tapi juga bertanggungjawab mengawasi sector jasa keuangan lainnya.
Dikhawatirkan tanggung jawab OJK sebagai fungsi pengawasan perbankan bisa jadi
tidak maksimal dan akan mnimbulkan kegagalan yang sama yang pernah dilakukan BI
sebelumnya. Jangan sampai Indonesia menjadi negara berikutnya yang gagal dalam
pemisahan fungsi pengawasan bank sentral.
Referensi
Antonio, M.
Syafi’i, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani
Press, 2001.
BI, “Status
dan Kedudukan BI,” www.bi.g.id, akses 10 April
2014.
, “Memahami
Tugas BI Pasca Terbentuknya OJK, Mengerti Kiat Pemanduan Museum,” Tentang BI,
www.bi.go.id, akses 10 April 2014.
Chapra, Umer, Sistem
Moneter Islam, terj. Ikhwan Abidin, Jakarta: Gema Insani Press, 2000.
Ciptaswara,
Rio Fafen, “Implikasi Pembentukan OJK terhadap Pengaturan dan Pengawasan
Perbankan Indonesia,” Senin, 22 April 2013, www.cwts.ugm.ac.id,
akses 10 April 2014.
Corbo,
Vittorio, “Financial Stability in a Crisis: What is the Role of the Central
Bank?,” www.bis.org, akses 20 April 2014
Epstein,
Gerald, “Central Bank as Agents of Economic Development,” UNU-WIDER Research
Paper, No. 54, 2006.
Goodhart,
Charles dan Dirk Schoenmaker, “Should the Functions of Monetary Policy and
Banking Supevision be Separated?,” Oxford Economic Papers, Vol.47, No.4,
Oktober 1995, hlm. 539-560.
Ginting,
Jamin, “Kedudukan dan Fungsi Bank Sentral sebagai Lembaga Negara,” Law
Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. VIII, No. 3,
Februari 2008, hlm. 76-77.
Hossain, Akhand
Akhtar, Bank Sentral dan Kebijakan Moneter di Asia Pasifik, terj. Haris
Munandar, Jakarta: Rajawali Press, 2010.
Liputan Khusus OJK, “Pendanaan OJK Menuai Protes,” www.ojk.go.id, akses 22 Mei 2014.
Mannan, Abdul,
Teori dan Praktik Ekonomi Islam: Dasar-dasar Ekonomi Islam, terj.
Nastangin, Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1997.
Meenai, S.A., The
Islamic Development Bank: a Case Study of Islamic Cooperation, London:
Kegan Paul International, 1989.
OJK, “Tentang OJK,” www.ojk.go.id,
akses 23 Februari 2014
, “Peran Bank
Indonesia dalam Stabilitas Keuangan,” www.ojk.go.id,
akses 10 April 2014.
, “Undang-Undang
No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,” www.ojk.go.id, akses 22 Mei 2014.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, “POJK No.3 Tahun 2014 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan,” www.ojk.go.id, akses 22 Mei 2014.
Pollard,
Patricial S., “Central Bank Independence and Economic Performance,” www.research.stlouisfed.org,
akses 20 April 2014.
Redaksi,
“Harmonisasi BI dan OJK,” 23 November 2013, www.ekonomi.kompasiana.com, akses
10 April 2014.
Shaikh,
Salman, “Role of Central Bank in Islamic Finance,” MPRA Paper, No.
26702, November 2010.
Sutedi, Adrian, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta: Raih
Asa Sukses, 2014.
Wibowo, M.
Ghafur, Pengantar Ekonomi Moneter: Tinjauan Ekonomi Konvensional dan Islam,
Yogyakarta: Biruni Press, 2007.
[1]Wibowo, Pengantar Ekonomi Moneter:
Tinjauan Ekonomi Konvensional dan Islam, (Yogyakarta: Biruni Press, 2007),
hlm. 59.
[2]Wibowo, Pengantar Ekonomi
Moneter:……, hlm. 59.
[3]Hossain, Bank Sentral dan
Kebijakan Moneter di Asia Pasifik, terj. Haris Munandar, (Jakarta: Rajawali
Press, 2010), hlm. 37-40.
[4]Pada dasarnya bank sentral
ditujukan untuk menjaga stabilitas keuangan dengan menangani krisis keuangan
yang terjadi. Tidak hanya bertugas menangani krisis, bank sentral juga dituntuk
untuk mencegah terjadinya krisis. Pencegahan tersebut dapat dilakukan bank
sentral dengan beberapa langkah: (1)tidak mendukung tindakan spekulatif lewat
penggunaan rasio nilai pinjaman terhadap asset, rasio kebutuhan modal
rata-rata, dan sebagainya, (2)mengurangi risiko sistematis dengan cara
improvisasi pembayaran dan keamanan sistem serta menyediakan insentif untuk
transaksi derifatif tertentu yang diselesaikan pada institusi lain,
(3)mendesain prosedur terkait kegagalan institusi-institusi yang secara
sistematis merupakan bagian penting aktivitas keuangan, (4)mendesain prosedur
intervensi dalam rangka menghindari ketidaksesuaian tingkat kurs ril, dan
(5)bekerjasama dengan institusi keuangan. Corbo, “Financial Stability in a
Crisis: What is the Role of the Central Bank?,” www.bis.org,
akses 20 April 2014.
[5]Epstein, “Central Bank as Agents of
Economic Development,” UNU-WIDER Research Paper, No. 54, 2006, hlm. 2.
[6] Epstein, “Central Bank as Agents
of Economic Development……, hlm. 2.
[7]Pollard, “Central Bank Independence
and Economic Performance,” www.research.stlouisfed.org,
akses 20 April 2014.
[8]Epstein, “Central Bank as Agents of
Economic Development……, hlm. 2.
[9]Epstein, “Central Bank as Agents of
Economic Development……, hlm. 2.
[10]Epstein, “Central Bank as Agents of
Economic Development……, hlm. 3-4.
[11]Chapra, Sistem Moneter Islam,
terj. Ikhwan Abidin, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hlm. 102.
[12] Chapra, Sistem Moneter Islam……,
hlm. 102 & 106.
[13]Shaikh, “Role of Central Bank in
Islamic Finance,” MPRA Paper, No. 26702, November 2010, hlm. 6.
[14] Shaikh, “Role of Central Bank in
Islamic Finance……, hlm.7-8.
[15]Meenai, The Islamic Development
Bank: a Case Study of Islamic Cooperation, (London: Kegan Paul
International, 1989), hlm. 1.
[16] Meenai, The Islamic Development
Bank……, hlm. 2.
[17]Antonio, Bank Syariah: Dari
Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 19-21.
[18]Antonio, Bank Syariah: Dari
Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 21 dan Mannan, Teori
dan Praktik Ekonomi Islam: Dasar-dasar Ekonomi Islam, terj. Nastangin,
(Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), hlm. 191.
[19] dan Mannan, Teori dan Praktik
Ekonomi Islam: Dasar-dasar Ekonomi Islam……, hlm. 191.
[20]Ginting, “Kedudukan dan Fungsi Bank
Sentral sebagai Lembaga Negara,” Law Review, (Fakultas Hukum Universitas
Pelita Harapan, Vol. VIII, No. 3, Februari 2008), hlm. 76-77. Juga dalam BI,
“Status dan Kedudukan BI,” www.bi.g.id, akses
10 April 2014.
[21] BI, “Status dan Kedudukan BI,” www.bi.g.id, akses 10 April 2014.
[22]OJK, “Peran Bank Indonesia dalam
Stabilitas Keuangan,” www.ojk.go.id, akses
10 April 2014.
[23] Ginting, “Kedudukan dan Fungsi
Bank Sentral……, hlm. 79-81.
[24]Redaksi, “Harmonisasi BI dan OJK,”
23 November 2013, www.ekonomi.kompasiana.com,
akses 10 April 2014. Selain alasan krisis tersebut, alasan lain perlunya dibentuk OJK adalah
pesatnya perkembangan sektor jasa keuangan dan beragamnya persoalan lintas
sektor keuangan sehingga diperlukan lembaga tersendiri yang dapat berdampingan
dengan BI dalam pengaturan dan pengawasan aktivitas keuangan nasional. Sutedi, Aspek
Hukum Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014), hlm. 36.
[25]Berdasarkan UU ini, yang
dimaksud dengan OJK adalah lembaga independen yang bebas dari campur tangan
pihak lain yang mengemban fungsi, tugas, dan wewenang dalam pengaturan,
penngawasan, pemeriksaan dan penyidikan lembaga jasa keuangan yang mencakup
perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan
lembaga jasa keuangan lain. Hal ini disebutkan dalam Ketentuan Umum
Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan pasal 1. OJK, “Undang-Undang No.
21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,” www.ojk.go.id,
akses 22 Mei 2014.
[26]Ciptaswara, “Implikasi Pembentukan
OJK terhadap Pengaturan dan Pengawasan Perbankan Indonesia,” Senin, 22 April
2013, www.cwts.ugm.ac.id, akses 10
April 2014.
[28]Bab 3 Tujuan, Fungsi, Tugas
dan Wewenang, pasal 4, OJK, “Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan,” www.ojk.go.id, akses 22 Mei
2014.
[29]Pada Bab II Tata Cara
Pembayaran dan Perhitungan Pungutan OJK pasal 2 disebutkan bahwa pungutan yang
berlaku di OJK ada dua, yaitu biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran,
pengesahan dan penelaahah kegiatan korporasi dan biaya tahunan yang digunakan
untuk pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penelitian. Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan, “POJK No.3 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pungutan
oleh Otoritas Jasa Keuangan,” www.ojk.go.id,
akses 22 Mei 2014.
[31]Perdebatan terkait pemisahan fungsi
bank sentral sudah diperdebatkan sejak tahun 1914-an. Ketika itu, bank sentral
layaknya sekarang memiliki dua fungsi utama yaitu pengaturan moneter dan lender
of the last resort. Pada dasarnya, bank sentral mengampu semua tanggung
jawab keuangan mulai skal makro (stabilitas mata uang) hingga skala mikro
(menyelamatkan bank dari krisis). Hanya saja, fungsi bank sentral pada skala
mikro tersebut mengalami keterbatasan (skala dan skop). Pertama, bank sentral
hanya mampu menyelamatkan bank dalam krisis sebatas dana yang dimiliki pemegang
saham bank sentral. Kedua, bank sentral bukanlah agen resmi atau lembaga
masyarakat sehinga punya keterbatasan regulatoris dan supervisi. Keterbatasn
inilah yang kemudian memunculkan ide pemisahan fungsi pengawasan bank sentral.
Meskipun ada yang berpendapat bahwa pemisahan tersebut dapat mengganggu
stabilitas sistemik sistem keuangan. Goodhart dan Schoenmaker, “Should the
Functions of Monetary Policy and Banking Supevision be Separated?,” Oxford
Economic Papers, Vol.47, No.4, Oktober 1995, hlm. 540-544.
[32]Redaksi, “Harmonisasi BI dan OJK…….
[33]Selain aspek pembagian
tugas yang jelas serta koordinasi dan sinkronisasi dua lembaga tersebut,
aspek-aspek lain yang juga harus diperhatikan agar OJK tidak mengalami
kegagalan layaknya lembaga pengawasan di negara-negara lain adalah aspek
pertanggungjawaban masing-masing pihak, sumber daya manusia yang mumpuni untuk
melaksanakan tanggung jawab di dalam lembaga, teknologi informasi sebagai
pendukung aktivitas pengawasan dan juga anggaran yang jelas dan memadai.
Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan......, hlm. 44-49.
[34]Ciptaswara, “Implikasi Pembentukan
OJK terhadap Pengaturan dan Pengawasan Perbankan Indonesia…….
[35]BI, “Memahami Tugas BI Pasca
Terbentuknya OJK, Mengerti Kiat Pemanduan Museum,” Tentang BI, www.bi.go.id, akses 10 April 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar