Rabu, 11 April 2018

IDB DAN OJK (Peran dan Fungsi Bank Sentral dalam Sistem Ekonomi)_060914


Pengantar
Bank sentral sebagai pilar stabilitas keuangan darimanakah asalnya dan apa fungsinya? Lalu dalam sistem keuangan atau ekonomi Islam yang sekarang sedang mengalami pertumbuhan yang tinggi apakah juga memiliki bank sentral? Dan apakah fungsi dan tugasnya sama dengan bank sentral yang ada dalam sistem keuangan konvensional?
IDB sebagai bank pembangunan negara-negara Islam apakah merupakan bank sentral dalam sistem keuangan Islam? Apa tujuan dibentuknya IDB dan apa saja fungsinya?
Indonesia punya BI sebagai bank sentral dengan kedudukan, fungsi dan tugas layaknya bank sentral di negara-negara lain. Tapi kemudian muncul lembaga lain yang mengambilalih fungsi pengawasan BI. Lembaga yang mengambilalih fungsi pengawasan BI tersebut adalah OJK. Apa itu OJK? Kenapa tugas pengawasan BI diambilalih OJK? Lantas apa yang akan terjadi jika fungsi BI diambilalih? Apakah BI tidak akan bermanfaat lagi bagi masyarakat?
Makalah ini akan membahas tentang bank sentral, BI sebagai bank sentral di Indonesia, bank sentral dalam sistem ekonomi Islam, IDB, dan OJK.


Pembahasan
A.    Bank Sentral
Awalnya, bank sentral merupakan bank umum biasa yang memiliki tugas sama dengan bank-bank lain. Bank tersebut kemudian berkembang secara bertahap dengan perubahan tugas dan tanggung jawab yang lebih besar dibanding bank lain. Tugas-tugas tersebut misalnya saja menerbitkan uang, sebagai agen dan banker pemerintah dan sebagainya. Perubahan tugas ini kemudian menjadikan bank sentral tidak lagi sama dengan bank lain dan tidak bisa lagi menerima dana dari dan memberikan kredit kepada masyarakat.[1]
Bank sentral tidak ditujukan untuk mencari keuntungan seperti bank umum lainnya, melainkan memiliki tujuan sosial ekonomi terkait kepentingan nasional dan kesejahteraan umum. Misalnya saja, bank sentral menjaga stabilitas harga dan perkembangan ekonomi negara, menjaga aktivitas perbankan agar dapat berjalan dengan lancar sehingga dapat mendorong aktivitas ekonomi lainnya.[2]
Dalam rangka mencapai tujuan sosial ekonomi yang berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan negara, sebuah bank sentral memiliki tugas antara lain:[3]
a.    Menerbitkan uang sebagai komponen inti basis moneter
b.   Banker bagi pemerintah dan bank komersial dengan cara mengelola semua deposito pemerintah, mengelola cadangan devisa negara dan menjadi lender of last resort.
c.    Menentukan kebijakan moneter. Tugas ini pada tahun 1950-an baru sebagai tugas tambahan bagi bank sentral. Namun, sejak tahun 1990-an tugas ini menjadi tugas baku bagi bank sentral.
d.   Menjaga sistem keuangan modern[4]. Tugas ini mencakup pengawasan dan pembinaan sistem keuangan nasional.
e.    Fungsi riset. Tugas bank sentral dalam hal ini adalah menganalisis perkembangan makro ekonomi dan juga memantau daya tahan makro ekonomi tersebut terhadap tekanan dalam ataupun luar negeri.

Bank sentral dalam sejarahnya memiliki tiga komponen utama, yaitu independensi, fokus memerangi inflasi dan kebijakan moneter lewat metode tidak langsung.[5]



1.      Independensi
Bank sentral dalam aktivitasnya tidak seharusnya mendapat tekanan dari pihak manapun termasuk pemerintah. Dalam hal ini termasuk juga bahwa bank sentral tidak boleh dipaksa oleh pemerintah untuk membiayai defisit pemerintah.[6]
Independensi status dan kebijakan bank sentral merupakan kunci penentu tingkat inflasi. Inflasi yang lebih rendah atau barangkali stabil dapat dicapai jika bank sentral bebas dari semua jenis tekanan politik. Tingkat inflasi yang stabil dapat menstabilkan pertumbuhan ekonomi. Dengan begitu, independensi bank sentral dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi (meskipun sebagian pendapat mengatakan bahwa bank sentral independen atau tidak, tidak ada hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi).[7]

2.      Fokus pada inflasi
Fokus utama bank sentral untuk skala makro adalah mengatasi dan memerangi inflasi. Untuk itu, bank sentral tidak seharusnya bertanggungjawab dengan tujuan makro lain semisal tenaga kerja penuh, kebijaka-kebijakan yang menyokong industry ataupun alokasi kredit ke sektor-sektor sosial tertentu.[8]

3.      Kebijakan moneter – metode tidak langsung
Pada komponen ini, bank sentral dimaksudkan untuk tidak menggunakan alokasi kredit sebagai suku bunga yang disubsidikan, batasan kredit, ataupun kendali modal yang digunakan untuk mempengaruhi baik jumlah sekaligus alokasi kredit.[9]

Selain tiga komponen tersebut, bank sentral sebenarnya memiliki tiga peran yang kurang diperhatikan. Tiga peran tersebut adalah[10]:
a.       Peran distributif dari kebijakan bank sentral. Kebijakan bank sentral seringkalinya punya dampak yang beragam terhadap kelompok dan kelas tertentu. Dampak satu kebijakan bank sentral akan berbeda antara terhadap kaum pekerja dengan terhadap kaum pemodal, kelompok debitur dengan kreditur atau antara level keuangan dengan industri. Misalnya saja kebijakan moneter ekspansi. Para bankir akan menolak kebijakan ini karena akan menurunkan suku bunga dan menaikkan inflasi. Sementara itu, di sisi lain para pekerja dan industry barangkali menyukai kebijakan ini.
b.      Peran politis bank sentral. Sebagai lembaga yang independen, bank sentral memiliki peran politis dalam membangun kesatuan dan kedaulatan dengan melakukan penyatuan keuangan.
c.       Peran alokatif. Kebijakan bank sentral akan mempengaruhi tingkat profitabilitas dan juga akses terhadap kredit bagi beragam industry.

B.     Kedudukan dan Fungsi Bank Sentral dalam Ekonomi Islam
Dalam ekonomi Islam, bank sentral menjadi pusat sistem perbankan Islam dan jadi institusi pemerintah yang otonom serta bertanggungjawab mewujudkan sejumlah sasaran sosio-ekonomi perekonomian melalui uang dan perbankan.[11]
Dengan kedudukan tersebut, bank sentral dalam ekonomi Islam berfungsi dan bertugas sebagai berikut:[12]
a.    Tugas pokok stabilisasi uang riil dengan mengeluarkan uang.
b.   Mengusahakan stabilitas baik internal ataupun eksternal.
c.    Menjadi banker bagi pemerintah dan juga bank-bank umum lain
d.   Kliring dan penyelesaian cek serta transfer
e.    Lender of last resort
f.    Memberikan bimbingan, supervisi serta menetapkan regulasi bagi bank umum lain, lembaga keuangan non-bank, lembaga kredit khusus dan lembaga keuangan lainnya.
g.   Menghambat kemungkinan terjadinya konsentrasi kekuasaan serta kekayaan ditangan pihak-pihak tertentu di lembaga keuangan
h.   Mengimplementasikan kebijakan moneter negara.
i.     Menjadi teladan dengan aktif dalam usaha islamisasi serta evolusi kontinu sistem perbankan.

Alternatif sistem bank sentral dalam keuangan Islam yang diusulkan Chapra adalah[13]:
a.       Pengaturan monetary base (M0) dengan pembagian ketersediaan uang untuk pemerintah (dengan pinjaman tanpa bunga) dan untuk bank komersia serta lembaga keuangan khusus (dengan sistem mudharabah).
b.      Deposito berjangka untuk publik yang ditetapkan pada level 25% dialihkan kepada pemerintah untuk digunakan pada pembiayaan proyek yang bermanfaat bagi masyarakat.
c.       Cadangan minimal 10-20% yang biasanya ditetapkan oleh bank sentral tidak diperlukan karena sistem mudharabah tidak memerlukan hal ini.

Selain itu, Khan menambahkan bahwa bank sentral dalam keuangan Islam harus memberikan insentif bagi bank yang menyalurkan pembiayaan berbasis ekuitas dibanding berbasis utang dengan cara[14]:
a.       Pengurangan cadangan minimal agar ketersediaan dana untuk pembiayaan menjadi lebih tinggi
b.      Memperkuat liabilitas yang tidak terbatas
c.       Penurunan tingkat suku bunga secara kontinu agar investasi dengan instrumen berbasis utang kurang diminati dan menggantinya dengan instrumen berbasis ekuitas
d.      Menjadikan dividen sebagai biaya pengurang pajak
e.       Menyediakan insentif keuangan bagi perusahaan non-leverage dan sebaliknya tidak disediakan insentif bagi perusahaan dengan leverage.

C.    IDB
1.      Organisasi
Negara-negara Islam merasa perlu melakukan kolaborasi dan meningkatkan solidaritas antara mereka. Kebutuhan ini membawa mereka pada pembentukan Liga Islam, Konferensi Islam dan berakhir dengan terbentuknya Organization of Islamic Conference (OKI) pada tahun 1969 yang berpusat di Jeddah.[15] Terjalinnya kolaborasi dan meningkatnya solidaritas tidak lantas kemudian membuat negara Islam berhenti sampai di sini. Ekonomi yang carut marut di negara Islam yang merupakan negara berkembang dan di negara-negara maju memunculkan kesadaran baru dalam OKI sehingga muncullah Islamic Development Bank (IDB).[16]
Sidang Menlu negara-negara OKI pada tahun 1970 di Karachi merupakan tonggak awal dibentuknya IDB. Mesir sebagai salah satu negara anggota mengusulkan untuk didirikannya Bank Islam Internasional untuk perdagangan dan Pembangunan dan juga pendirian Federasi Bank Islam. Usulan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan agenda pembentukan bidang khusus dalam OKI yang menangani persoalan ekonomi dan keuangan pada Sidang Menlu di Libya tahun 1973. Kemudian pada Sidang Menlu OKI di Jeddah tahun 1975 distujuilah rancangan pendirian Bank Pembangunan Islam (IDB).[17]
IDB dibentuk dengan modal awal dua milyar dinar dengan anggotanya semua anggota OKI. Bank ini ditujukan untuk memupuk perkembangan ekonomi serta sosial negara-negara anggotanya dan masyarakat muslim secara luas.[18]

2.      Fungsi
Dalam rangka mencapai tujuan pengembangan ekonomi dan sosial negara anggota serta masyarakat muslim secara luas, IDB mengemban fungsi-fungsi sebagai berikut[19]:
a.       Berperan dalam modal usaha dan bantuan cuma-cuma ataupuan pinjaman bagi negara anggota untuk proyek produksi, industri dan juga pengembangan ekonomi dan sosial.
b.      Membentuk dan mengalokasikan dana khusus dengan tujuan tertentu, termasuk membantu masyarakat Islam di negara anggota.
c.       Menerima deposito dan mengumpulkan dana.
d.      Membantu dalam memajukan perdagangan luar negeri terutama negara anggota.
e.       Memberikan bantuan teknik kepada negara anggota.
f.       Memperluas sarana dan prasarana latihan para pegawai yang ikut dalam aktivitas pembangunan.
g.      Melakukan penelitian agar kegiatan ekonomi, perbankan dan keuangan di negara-negara Islam sesuai dengan prinsip syariah.

D.    Bank Indonesia sebagai Bank Sentral
1.      Status dan Kedudukan BI
Lembaga negara berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi lembaga dengan fungsi pemerintahan, fungsi perwakilan, fungsi pengadilan dan fungsi moneter. Lembaga-lembaga tersebut ada yang bersifat dependen dan ada yang independen. BI merupakan lembaga negara dengan fungsi moneter yang bersifat independen. Bebas campur tangan pemerintah dan pihak lain dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Status ini didasari oleh keberadaan UU No. 6 tahun 2009. Status khusus ini penting bagi BI dalam rangka menjalankan tugasnya secara efektif dan efisien pada fungsi moneternya.[20]
Selain sebagai lembaga independen, BI juga memiliki status sebagai badan hukum publik dan hukum perdata. Status badan hukum public memberikan kewenangan dan tugas bagi BI untuk menetapkan sejumlah peraturan pelaksanaan Undang-undang. Status badan hukum ini menjadikan peraturan tersebut mengikat bagi seluruh masyarakat dan lembaga yang berada di bawah pengawasan BI. Sedangkan status badan hukum perdata memberikan BI kewenangan untuk diri BI sendiri dan atas namanya sendiri di dalam pengadilan ataupun di luar pengadilan.[21]

2.      Peran dan Tugas BI
BI berperan mencapai dan mempertahankan stabilitas finansial. Dalam rangka mempertahankan stabilitas sistem finansial, BI memiliki sejumlah tugas utama, yaitu:[22]
a.    Mempertahankan stabilitas moneter lewat instrumen-instrumen tertentu, misalnya suku bunga pada operasi pasar terbuka.
b.   Menciptakan kinerja lembaga keuangan sehat, terutama perbankan melalui mekanisme pengawasan dan pengaturan.
c.    Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran dengan pengembangan mekanisme dan pengaturan dalam rangka mengurangi risiko sistem pembayaran yang condong meningkat.
d.   Mengakses berbagai informasi yang dianggap mengancam stabilitas finansial lewat fungsi riset dan pemantauan.
e.    Menjadi jaring pengaman sistem finansial lewat fungsinya sebagai lender of the resort.

Ginting menyebutkan bahwa stabilitas finansial dicapai BI dengan tiga tugas utama yaitu menetapkan dan menjalankan kebijakan moneter, mengatur dan mempertahankan kelancaran sistem pembayaran, dan mengatur serta mengawasi perbankan di tanah air. Masing-masing tugas tersebut diwujudkan dengan rincian pelaksanaan sebagai berikut:[23]
a.       Menetapkan dan menjalankan kebijakan moneter dengan menetapkan piranti moneter sebagai alat (operasi pasar terbuka, penentuan tingkat diskonto, reserve requirement), kebijakan nilai tukar, mengelola cadangan devisa, lender of the last resort.
b.      Mengatur dan mempertahankan kelancaran sistem pembayaran dengan mengeluarkan uang sebagai alat pembayaran yang sah. Pengeluaran uang tersebut mencakup proses mencetak, mengedarkan dan mengatur jumlah uang beredar.
c.       Mengatur dan mengawasi perbankan dengan memberi dan mencabut izin kelembagaan serta aktivitas usaha tertentu dari sebuah bank, menetapkan regulasi perbankan, melakukan pengawasan bank secara langsung atau tidak langsung, dan memberikan sanksi pada bank berdasarkan aturan yang berlaku.


E.     OJK
1.      Organisasi
Krisis tahun 1997-1998 menjadi alasan munculnya pandangan bahwa BI gagal dalam mengawasi perbankan sebagai institusi yang mendominasi industri jasa keuangan di tanah air. Tidak hanya itu, runtuhnya Bank Century tahun 2008 yang disertai juga krisis keuangan global menambah momok kegagalan BI sebagai bank sentral dengan otoritas pengawasan bank umum. Alasan-alasan ini kemudian memunculkan ide dibentuknya OJK.[24]
Akhirnya, berdasarkan UU No. 21 Tahun 2011, pada tahun 2011 dibentuklah Otoritas Jasa Keuangan (OJK)[25]. Lembaga negara ini mulai beroperasi Januari 2013 untuk Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank. Sementara untuk perbankan, baru dimulai pada tahun 2014.[26]
Keberadaan lembaga ini ditujukan untuk penyelenggaraan yang teratur, adil, transparan dan akuntabel pada seluruh aktivitas dalam sector jasa keuangan. Tidak hanya itu, OJK hendaknya mampu mewujudkan stabilitas dan kontinuitas pertumbuhan sistem keuangan serta melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat luas.[27]

2.      Fungsi dan Tugas
OJK ditujukan untuk penyelenggaraan kegiatan jasa keuangan yang transparan, teratur, adil dan akuntabel. Selain itu, OJK juga ditujukan untuk mewujudkan sistem keuangan yang stabil dan tumbuh secara kontinu serta melindungi kepentingan masyarakat dan konsumen.[28]
Adapun fungsi OJK sendiri adalah menyelenggarakan sistem pengaturan sekaligus pengasawan yang terintegrasi pada seluruh aktivitas sector jasa keuangan. Dalam rangka menjalankan fungsi ini, OJK mempunyai tugas untuk:
a.       Menetapkan pengaturan seluruh aktivitas jasa keuangan pada perbankan, Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non-bank, dan
b.      Melakukan pengawasan terhadap seluruh aktivitas jasa keuangan pada lembaga-lembaga tersebut (poin a)

3.      Kontroversi Pungutan[29] OJK
Pada masa awal bertugas di tahun 2013, OJK dimodali dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) senilai Rp 1.69 triliun. Dalam operasional kerjanya, lembaga ini memberlakukan iuran kepada lembaga keuangan yang akan digunakan sebagai biaya pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penelitian untuk masa satu tahun. Rincian biaya tersebut adalah sebagai berikut:
No
Besaran (%/Rp)
Basis
Lembaga
1
0.03-0.06
Aset
Bank Umum, BPR, BPRS, Asuransi, Reasuransi, Dana Pensiun Lembaga Keuangan, Dana Pensiun Pemberi Kerja, Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur dan Lembaga Keuangan Lain
2
7.5-15
Pendapatan Usaha
Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Penyelenggara Perdagangan SUN.
3
0.015-0.03
Aset
Penjamin Emisi Efek dan Pedagang efek yang mengadministasikan rekening efek nasabah
4
0.5-0.75
Fee
Manajer Investasi
5
0.5
Fee
Bank Kustodian
6
Rp50-100 juta
Perusahaan
Agen Penjual Efek Reksadana
7
Rp7.5-15 juta
Perusahaan
Perusahaan Pemeringkat Efek
8
Rp2.5-5 juta
Perusahaan
Penasihat Investasi
9
Rp250-500 ribu
Orang
Penasihat Investasi
10
Rp50-100 juta
Rp25-50 juta
Rp17.5-35 juta
Rp7.5-15 juta
Aset
Emiten dan perusahaan publik dengan aset lebih dari Rp10 triliun
Emiten dan perusahaan publik dengan Rp5 triliun ≥ aset ≤ Rp10 triliun
Rp1 triliun ≥ aset < Rp5 triliun

Perusahaan dengan aset < Rp1 triliun
11
Rp2.5-5 juta
Perusahaan
Lembaga penunjang perbankan: lembaga pemeringkat, lembaga penunjang pasar modal: biro administrasi efek, bank kustodian dan wali amanat, lembaga penunjang lembaga keuangan non bank: perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, perusahaan penilai kerugian asuransi, perusahaan konsultan aktuaria, perusahaan agen asuransi, dan lembaga peniali efek.
12
Rp1.25-2.5 juta
Perusahaan
Penerbit daftar efek syariah
13
Rp2.5-5 juta
Perusahaan
Perantara pedagang efek yang tidak mengadministrasikan rekening efek nasabah
14
Rp1-2 juta
Orang
Profesi penunjang perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan non bank
15
Rp250-500 ribu
Orang
Wakil penjamin emisi efek
16
Rp125-250 ribu
Orang
Wakil perantara pedagang efek
17
Rp250-500 ribu
Orang
Wakil manajer investasi
18
Rp125-250 ribu
Orang
Wakil agen penjual efek reksadana

Angka-angka ini merupakan besaran iuran yang akan dipungut OJK dari lembaga jasa keuangan yang disosialisasikan pada akhir November 2012. Meskipun rincian tersebut belum final, banyak pihak (terutama industri keuangan) keberatan dengan iuran tersebut. Para bankir memandang bahwa angka tersebut cukup tinggi dan angka ini akan mempengaruhi biaya operasional lembaga mereka. Selain keberatan angka tersebut, banyak pihak juga meminta penjelasan dari OJK terkait dasar pemungutan tersebut. Apakah besaran pungutan tersebut akan memberikan sistem pengembangan yang berbeda jika dibandingkan dengan sistem perbankan yang dimiliki oleh BI? Jika tidak, maka angka tersebut tidaklah wajar.[30]

F.     Kedudukan dan Fungsi BI Pasca OJK
Pemisahan fungsi pengawasan dari bank sentral bukanlah barang baru sebenarnya.[31] Lebih kurang 40% negara di dunia telah berhasil memisahkan fungsi pengawasan dari bank sentral mereka. Dari sekian banyak yang berhasil, tidak sedikit pula yang gagal. Salah satu contoh negara yang gagal tersebut adalah Inggris. Skema pembagian tugas yang lemah dan kurangnya akses informasi antara Bank of England (BoE) sebagai bank sentral dan Financial Services Authority (FSA) merupakan penyebab kegagalan tersebut. Akibat kegagalan tersebut adalah kolapsnya Northern Rock Bank.[32]
Poin penting yang harus diperhatikan terkait pemisahan fungsi pengawasan dari BI ke OJK adalah pembagian tugas yang jelas dan tegas yang disertai dengan koordinasi yang baik antara kedua lembaga tersebut.[33] Keberadaan OJK menjadikan tugas micro dan macro-prudential supervisory yang diemban BI terbagi dua. Macro-prudential supervisory (persoalan makro ekonomi semisal kebijakan moneter dan penanganan krisis) tetap menjadi tugas BI. Sementara itu, micro-prudential supervisory (tugas mikro yakni melakukan pengawasan terhadap bank-bank) menjadi tugas OJK.[34]
Pengambilalihan tugas pengawasn BI oleh OJK tidak lantas menghilangkan manfaat BI bagi masyarakat. BI hanya tidak lagi mengawasi individual bank. Sementara tuga pengawasan risiko sistemik terkait stabilitas keuangan nasional tetap menjadi tanggung jawab BI. Selain itu, BI masih bertugas mengawasi stabilitas moneter dan stabilitas sistem pembayaran.[35]

Penutup
Bank sentral suatu negara pada awalnya merupakan bank umum biasa. Namun, bank tersebut kemudian mengalami perubahan tugas. Bank ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan layaknya bank umum,melainkan punya tugas tersendiri terkait kepentingan negara dan kesejahteraan masyarakat.
Pada dasarnya, kedudukan, fungsi dan tugas bank sentral pada sistem keuangan Islam sama dengan fungsi dan tugas bank sentral pada sistem keuangan konvensional. Hanya saja, dalam sistem keuangan Islam, bank sentral harus menghaspuskan sistem bunga, diskonto dan teman-temannya yang dilarang dalam Islam.
IDB merupakan “bank sentral” untuk negara-negara Islam dengan tujuan membantu pembangunan dan pengembangan ekonomi negara-negara anggota.
BI sebagai bank sentral di Indonesia mempunyai fungsi dan tugas yang sama dengan bank sentral di negara-negara lain. Sampai tahun 2013, BI masih menjalankan tugasnya mengawasi perbankan. Namun tahun 2014, karena sejumlah alasan barangkali (salah satunya kegagalan BI mengatasi krisis), fungsi pengawasan perbankan tersebut dialihkan kepada OJK. Pengalihan fungsi ini tidak lantas menghilangkan manfaat BI bagi masyarakat. Fungsi BI yang dialihkan ke OJK hanyalah fungsi level mikro, sedangkan fungsi level makro tetap berada di tangan BI.
Kunci utama agar kegagalan yang sama dalam fungsi pengawasan tidak terjadi kembali adalah pemisahan tugas yang jelas dan tegas antara OJK dan BI, koordinasi dan sinkronisasi, pertanggungjawaban, sumber daya manusia dan teknologi informasi yang mendukung dan juga anggaran keuangan yang tepat dan memadai.
Barangkali pemisahan tugas bank sentral ini akan berdampak baik bagi sistem keuangan Indonesia seperti kebanyakan negara lain. Namun, kekhawatiran lain yang muncul adalah apakah pemisahan fungsi pengawasan ini sudah tepat? OJK tidak hanya bertugas mengawasi perbankan, tapi juga bertanggungjawab mengawasi sector jasa keuangan lainnya. Dikhawatirkan tanggung jawab OJK sebagai fungsi pengawasan perbankan bisa jadi tidak maksimal dan akan mnimbulkan kegagalan yang sama yang pernah dilakukan BI sebelumnya. Jangan sampai Indonesia menjadi negara berikutnya yang gagal dalam pemisahan fungsi pengawasan bank sentral.


Referensi

Antonio, M. Syafi’i, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001.

BI, “Status dan Kedudukan BI,” www.bi.g.id, akses 10 April 2014.

         , “Memahami Tugas BI Pasca Terbentuknya OJK, Mengerti Kiat Pemanduan Museum,” Tentang BI, www.bi.go.id, akses 10 April 2014.

Chapra, Umer, Sistem Moneter Islam, terj. Ikhwan Abidin, Jakarta: Gema Insani Press, 2000.

Ciptaswara, Rio Fafen, “Implikasi Pembentukan OJK terhadap Pengaturan dan Pengawasan Perbankan Indonesia,” Senin, 22 April 2013, www.cwts.ugm.ac.id, akses 10 April 2014.

Corbo, Vittorio, “Financial Stability in a Crisis: What is the Role of the Central Bank?,” www.bis.org, akses 20 April 2014

Epstein, Gerald, “Central Bank as Agents of Economic Development,” UNU-WIDER Research Paper, No. 54, 2006.

Goodhart, Charles dan Dirk Schoenmaker, “Should the Functions of Monetary Policy and Banking Supevision be Separated?,” Oxford Economic Papers, Vol.47, No.4, Oktober 1995, hlm. 539-560.

Ginting, Jamin, “Kedudukan dan Fungsi Bank Sentral sebagai Lembaga Negara,” Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. VIII, No. 3, Februari 2008, hlm. 76-77.

Hossain, Akhand Akhtar, Bank Sentral dan Kebijakan Moneter di Asia Pasifik, terj. Haris Munandar, Jakarta: Rajawali Press, 2010.

Liputan Khusus OJK, “Pendanaan OJK Menuai Protes,” www.ojk.go.id, akses 22 Mei 2014.

Mannan, Abdul, Teori dan Praktik Ekonomi Islam: Dasar-dasar Ekonomi Islam, terj. Nastangin, Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1997.

Meenai, S.A., The Islamic Development Bank: a Case Study of Islamic Cooperation, London: Kegan Paul International, 1989.

OJK, “Tentang OJK,” www.ojk.go.id, akses  23 Februari 2014

            , “Peran Bank Indonesia dalam Stabilitas Keuangan,” www.ojk.go.id, akses 10 April 2014.

            , “Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,” www.ojk.go.id, akses 22 Mei 2014.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, “POJK No.3 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan,” www.ojk.go.id, akses 22 Mei 2014.

Pollard, Patricial S., “Central Bank Independence and Economic Performance,” www.research.stlouisfed.org, akses 20 April 2014.

Redaksi, “Harmonisasi BI dan OJK,” 23 November 2013, www.ekonomi.kompasiana.com, akses 10 April 2014.

Shaikh, Salman, “Role of Central Bank in Islamic Finance,” MPRA Paper, No. 26702, November 2010.

Sutedi, Adrian, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014.

Wibowo, M. Ghafur, Pengantar Ekonomi Moneter: Tinjauan Ekonomi Konvensional dan Islam, Yogyakarta: Biruni Press, 2007.


[1]Wibowo, Pengantar Ekonomi Moneter: Tinjauan Ekonomi Konvensional dan Islam, (Yogyakarta: Biruni Press, 2007), hlm. 59.
[2]Wibowo, Pengantar Ekonomi Moneter:……, hlm. 59.
[3]Hossain, Bank Sentral dan Kebijakan Moneter di Asia Pasifik, terj. Haris Munandar, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), hlm. 37-40.
[4]Pada dasarnya bank sentral ditujukan untuk menjaga stabilitas keuangan dengan menangani krisis keuangan yang terjadi. Tidak hanya bertugas menangani krisis, bank sentral juga dituntuk untuk mencegah terjadinya krisis. Pencegahan tersebut dapat dilakukan bank sentral dengan beberapa langkah: (1)tidak mendukung tindakan spekulatif lewat penggunaan rasio nilai pinjaman terhadap asset, rasio kebutuhan modal rata-rata, dan sebagainya, (2)mengurangi risiko sistematis dengan cara improvisasi pembayaran dan keamanan sistem serta menyediakan insentif untuk transaksi derifatif tertentu yang diselesaikan pada institusi lain, (3)mendesain prosedur terkait kegagalan institusi-institusi yang secara sistematis merupakan bagian penting aktivitas keuangan, (4)mendesain prosedur intervensi dalam rangka menghindari ketidaksesuaian tingkat kurs ril, dan (5)bekerjasama dengan institusi keuangan. Corbo, “Financial Stability in a Crisis: What is the Role of the Central Bank?,” www.bis.org, akses 20 April 2014.
[5]Epstein, “Central Bank as Agents of Economic Development,” UNU-WIDER Research Paper, No. 54, 2006, hlm. 2.
[6] Epstein, “Central Bank as Agents of Economic Development……, hlm. 2.
[7]Pollard, “Central Bank Independence and Economic Performance,” www.research.stlouisfed.org, akses 20 April 2014.
[8]Epstein, “Central Bank as Agents of Economic Development……, hlm. 2.
[9]Epstein, “Central Bank as Agents of Economic Development……, hlm. 2.
[10]Epstein, “Central Bank as Agents of Economic Development……, hlm. 3-4.
[11]Chapra, Sistem Moneter Islam, terj. Ikhwan Abidin, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hlm. 102.
[12] Chapra, Sistem Moneter Islam……, hlm. 102 & 106.
[13]Shaikh, “Role of Central Bank in Islamic Finance,” MPRA Paper, No. 26702, November 2010, hlm. 6.
[14] Shaikh, “Role of Central Bank in Islamic Finance……, hlm.7-8.
[15]Meenai, The Islamic Development Bank: a Case Study of Islamic Cooperation, (London: Kegan Paul International, 1989), hlm. 1.
[16] Meenai, The Islamic Development Bank……, hlm. 2.
[17]Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 19-21.
[18]Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 21 dan Mannan, Teori dan Praktik Ekonomi Islam: Dasar-dasar Ekonomi Islam, terj. Nastangin, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), hlm. 191. 
[19] dan Mannan, Teori dan Praktik Ekonomi Islam: Dasar-dasar Ekonomi Islam……, hlm. 191.
[20]Ginting, “Kedudukan dan Fungsi Bank Sentral sebagai Lembaga Negara,” Law Review, (Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. VIII, No. 3, Februari 2008), hlm. 76-77. Juga dalam BI, “Status dan Kedudukan BI,” www.bi.g.id, akses 10 April 2014.
[21] BI, “Status dan Kedudukan BI,” www.bi.g.id, akses 10 April 2014.
[22]OJK, “Peran Bank Indonesia dalam Stabilitas Keuangan,” www.ojk.go.id, akses 10 April 2014.
[23] Ginting, “Kedudukan dan Fungsi Bank Sentral……, hlm. 79-81.
[24]Redaksi, “Harmonisasi BI dan OJK,” 23 November 2013, www.ekonomi.kompasiana.com, akses 10 April 2014. Selain alasan krisis tersebut, alasan lain perlunya dibentuk OJK adalah pesatnya perkembangan sektor jasa keuangan dan beragamnya persoalan lintas sektor keuangan sehingga diperlukan lembaga tersendiri yang dapat berdampingan dengan BI dalam pengaturan dan pengawasan aktivitas keuangan nasional. Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014), hlm. 36.
[25]Berdasarkan UU ini, yang dimaksud dengan OJK adalah lembaga independen yang bebas dari campur tangan pihak lain yang mengemban fungsi, tugas, dan wewenang dalam pengaturan, penngawasan, pemeriksaan dan penyidikan lembaga jasa keuangan yang mencakup perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lain. Hal ini disebutkan dalam Ketentuan Umum Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan pasal 1. OJK, “Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,” www.ojk.go.id, akses 22 Mei 2014.  
[26]Ciptaswara, “Implikasi Pembentukan OJK terhadap Pengaturan dan Pengawasan Perbankan Indonesia,” Senin, 22 April 2013, www.cwts.ugm.ac.id, akses 10 April 2014.
[27]OJK, “Tentang OJK,” www.ojk.go.id, akses  23 Februari 2014.
[28]Bab 3 Tujuan, Fungsi, Tugas dan Wewenang, pasal 4, OJK, “Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,” www.ojk.go.id, akses 22 Mei 2014.
[29]Pada Bab II Tata Cara Pembayaran dan Perhitungan Pungutan OJK pasal 2 disebutkan bahwa pungutan yang berlaku di OJK ada dua, yaitu biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pengesahan dan penelaahah kegiatan korporasi dan biaya tahunan yang digunakan untuk pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penelitian. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, “POJK No.3 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan,” www.ojk.go.id, akses 22 Mei 2014.
[30]Liputan Khusus OJK, “Pendanaan OJK Menuai Protes,” www.ojk.go.id, akses 22 Mei 2014.
[31]Perdebatan terkait pemisahan fungsi bank sentral sudah diperdebatkan sejak tahun 1914-an. Ketika itu, bank sentral layaknya sekarang memiliki dua fungsi utama yaitu pengaturan moneter dan lender of the last resort. Pada dasarnya, bank sentral mengampu semua tanggung jawab keuangan mulai skal makro (stabilitas mata uang) hingga skala mikro (menyelamatkan bank dari krisis). Hanya saja, fungsi bank sentral pada skala mikro tersebut mengalami keterbatasan (skala dan skop). Pertama, bank sentral hanya mampu menyelamatkan bank dalam krisis sebatas dana yang dimiliki pemegang saham bank sentral. Kedua, bank sentral bukanlah agen resmi atau lembaga masyarakat sehinga punya keterbatasan regulatoris dan supervisi. Keterbatasn inilah yang kemudian memunculkan ide pemisahan fungsi pengawasan bank sentral. Meskipun ada yang berpendapat bahwa pemisahan tersebut dapat mengganggu stabilitas sistemik sistem keuangan. Goodhart dan Schoenmaker, “Should the Functions of Monetary Policy and Banking Supevision be Separated?,” Oxford Economic Papers, Vol.47, No.4, Oktober 1995, hlm. 540-544.
[32]Redaksi, “Harmonisasi BI dan OJK…….
[33]Selain aspek pembagian tugas yang jelas serta koordinasi dan sinkronisasi dua lembaga tersebut, aspek-aspek lain yang juga harus diperhatikan agar OJK tidak mengalami kegagalan layaknya lembaga pengawasan di negara-negara lain adalah aspek pertanggungjawaban masing-masing pihak, sumber daya manusia yang mumpuni untuk melaksanakan tanggung jawab di dalam lembaga, teknologi informasi sebagai pendukung aktivitas pengawasan dan juga anggaran yang jelas dan memadai. Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan......, hlm. 44-49.  
[34]Ciptaswara, “Implikasi Pembentukan OJK terhadap Pengaturan dan Pengawasan Perbankan Indonesia…….
[35]BI, “Memahami Tugas BI Pasca Terbentuknya OJK, Mengerti Kiat Pemanduan Museum,” Tentang BI, www.bi.go.id, akses 10 April 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam Selamat Datang

 Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh Selamat datang dan terimakasih kepada teman-teman yang sudah mampir ke laman rumahdialekis. ...