A. Berbagai Risiko Institusi Keuangan
Risiko dapat dipahami
sebagai variabilitas atau volatilitas hasil-hasil yang tidak diinginkan dan
munculnya ketika ada satu kemungkinan lebih dari satu hasil dan hasil yang
paling pokok tidak diketahui. Ada berbagai cara mengelompokkan risiko. Ada
yang membedakan risiko ke dalam risiko bisnis dan risiko keuangan, dan ada juga yang membedakannya ke dalam risiko
sistematis dan risiko tidak sistematis. Sementara itu, Oldfield dan Santomero
membedakan risiko menjadi tiga jenis, yaitu (1) risiko yang bisa dieliminasi,
(2) risiko yang dapat dipindahkan kepada yang lain, dan (3) risiko yang dapat
dikelola oleh institusi (Khan dan
Ahmed, 2001: 25-26).
Industri keuangan
sendiri (bank) menghadapi risiko yang terbagi ke dalam dua kategori, yaitu
risiko keuangan yang terdiri dari risiko pasar dan risiko kredit, dan risiko
non-keuangan yang terdiri dari risiko operasional, regulatoris, dan hukum (Khan dan Ahmed, 2001: 27).
1.
Risiko
Pasar merupakan risiko yang muncul dalam berbagai instrument dan asset yang
diperdagangkan di pasar tertentu.
2.
Risiko
Suku Bunga merupakan keterbukaan kondisi keuangan bank terhadap pergerakan suku
bunga.
3.
Risiko
Kredit adalah risiko ketika pihak peminjam gagal memnuhi kewajibannya tepat
waktu dan tepat jumlah sesuai kesepakatan. Ketika peminjam tidak mampu memenhui
kewajibannya pada waktu yang telah ditentukan, maka akan menyebabkan loan
credit risk. Sementara itu, ketika peminjam tidak mampu atau tidak ingin mengakhiri
kewajiban-kewajiban kontraktual dalam masa kontrak, maka akan menyebabkan trading
book credit risk.
4.
Risiko
Likuiditas adalah risiko yang muncul karena likuiditas yang tidak cukup untuk
kebutuhan operasional normal.
5.
Risiko
Operasional merupakan konsep yang tidak pasti dan barangkali timbul dari
kesalahan atau kecelakaan manusia dan tekhnis.
6.
Risiko
Hukum berhubungan dengan tidak mengikatnya kontrak keuangan (Khan dan Ahmed, 2001: 27-28).
B. Manajemen Risiko: Latar Belakang dan Evolusi
Penelitian resmi
terkait manajemen risiko telah dimulai pertengahan akhir abad lalu. Temuan
Markowitz (1959) mengindikasikan bahwa pemilihan portofolio merupakan persoalan
maksimalisasi return yang diharapkan dan meminimalisir risiko. Dia juga
mengemukakan tentang komponen-komponen risiko sistematis dan tidak sistematis.
Risiko tidak sistematis dapat dikurangi lewat diversifikasi asset, sedangkan
risiko sistematis harus ditanggung oleh investor. Model Markowitz ini mengalami
kelemahan ketika dihadapkan pada banyak asset terlibat (Khan dan Ahmed, 2001: 28-29).
Tahun
1964, Capital Asset Pricing Model (CAPM)-nya Sharpe memperkenalkan konsep
risiko sistematis dan residual. Risiko residu bisa didiversifikasi, beta
mengukur sensitivitas portofolio terhadap lingkaran bisnis. Ketergantungan CAPM
terhadap indeks tunggal untuk menjelaskan risiko yang melekat pada aset terlalu
sederhana (Khan dan Ahmed, 2001: 29).
Tahun
1976, Ross mengajukan Arbitrage Pricing Theory yang mengasumsikan bahwa banyak
faktor yang memperngaruhi tingkat pengembalian sebuah aset. Implikasi
penggunaan Model Banyak Faktor ini adalah bahwa total risiko merupakan jumlah
beragam faktor yang berhubungan dengan risiko dan risiko residu. Meskipun model
ini diterima luas, namun tidak terdapat kesepakatan terkait faktor-faktor yang
mempengaruhi risiko sebuah aset atau bagaimana risiko tersebut diestimasi (Khan
dan Ahmed, 2001: 29).
Proses
dan strategi manajemen risiko modern mengadopsi bentuk teori-teori Markowitz,
Shape dan Ross tersebut dan mengadopsi banyak instrumen untuk menganalisis
risiko. Pada dasarnya ada dua pendekatan untuk mengukur keterbukaan risiko yang
dihadapi lembaga keuangan. Pertama adalah dengan mengukur risiko lewat jalan
segmentasi. Kedua adalah dengan mengukur keterbukaan risiko lewat jalan
konsolidasi (Khan dan Ahmed, 2001: 29-30).
C. Manajemen Risiko: Proses dan Sistem
1.
Menciptakan
lingkungan manajemen risiko yang tepat dan prosedur serta kebijakan yang
terukur
Pada tahapan ini
seluruh tujuan dan strategi bank terhadap risiko dan kebijakan manajemen risiko. Dewan direksi bertanggung jawab menjelaskan tujuan
kebijakan dan strategi keseluruhan manajemen
risiko lembaga keuangan. Dewan direksi juga harus memastikan bahwa manajemen mengambil tindakan yang penting untuk mengidentifikasi,
mengukur, memonitor dan mengendalikan risiko-risiko tersebut (Khan dan Ahmed, 2001: 30).
Manajemen senior bertanggung
jawab melaksanakan spesifikasi yang telah disetujui oleh dewan direksi tersebut
lewat penetapan kebijakan dan prosedur yang akan digunakan untuk mengatur
risiko. Hal ini mencakup proses review manajemen risiko, batas penangan risiko yang tepat, sistem pengukuran
risiko yang cukup, sistem pelaporan komprehensif dan pengendalian internal yang
efektif (Khan dan Ahmed, 2001: 30-31).
2.
Mempertahankan
proses pengukuran, mitigasi dan monitoring manajemen risiko yang tepat
Bank harus memiliki
sistem informasi reguler untuk mengkur, memonitor, mengendalikan dan melaporkan berbagai
kemungkinan risiko. Bank juga bisa menggunakan sumber-sumber eksternal untuk
menekan risiko misalnya dengan menggunakan reting kredit atau kriteria penanganan risiko
supervisori seperti CAMEL (Khan dan
Ahmed, 2001: 31).
3.
Kontrol internal yang tepat
Bank harus memiliki
pengendalian internal untuk memastikan bahwa semua kebijakan dijalankan. Sebuah
sistem pengendalian yang efektif mencakup proses yang cukup untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi berbagai jenis
risiko dan memiliki sistem informasi yang cukup sebagai pendukung.
Bagian
penting pengendalian internal adalah memastikan pemisahan tugas-tugas mereka
yang mengatur, memonitor dan mengendalikan risiko (Khan dan Ahmed, 2001: 31).
D. Proses Manajemen terhadap Risiko Tertentu
1.
Manajemen
risiko kredit
Manajemen
senior bank bertanggung jawab mengembangkan prosedur tertulis yang menunjukkan
strategi keseluruhan dan memastikan pelaksanaannya. Prosedur tersebut mencakup
kebijakan-kebijakan untuk mengidentifakasi, mengukur, memonitor dan
mengendalikan risiko kredit.
Bank
harus memiliki sebuah sistem untuk administrasi beragam portofolio yang
menanggung risiko kredit. Bank harus beroperasi berdasarkan kriteria kredit yang
baik agar bisa melakukan penanganan yang komprehensif terhadap risiko yang
ditimbulakan oleh peminjam atau pihak ketiga.
Bank
harus mengidentifiakasi dan mengatur risiko kredit dengan cara hati-hati
mereview karakteristik risiko aset atau aktifitas.
Bank
harus memiliki satu sistem untuk memonitor kredit individu termasuk menentukan
kecukupan pengembalian. Bank harus mengembangkan sistem peringkat risiko
internal untuk mengatur risiko kredit. Bank juga harus memiliki laporan kredit
berjalan independen untuk dewan direksi dan manajemen senior (Khan dan Ahmed,
2001: 33-34).
2.
Manajemen
risiko suku bunga
Bank
harus mempertahankan proses review manajemen risiko suku bunga, batasan
penangan risiko yang tepat, sistem pengukuran risiko yang tepat, sistem
pelaporan risiko suku bunga yang komprehensif dan pengendalian internal yang
efektif. Bank harus secara jelas menentukan kebijakan dan prosedur untuk
membatasi dan mengendalikan risiko suku bunga dengan menentukan tanggung jawab
akuntabilitas melalui keputusan manajemen risiko suku bunga dan menentukan
instrumen yang tepat, strategi lindung nilai dan kesempatan pengambilalihan
posisi.
Bank
harus memiliki sistem manajemen risiko suku bunga yang mengukur dampak
perubahan suku bunga terhadap pendapatan sekaligus nilai ekonomis. Bank harus
mengembangkan sebuah sistem batasan suku bunga guna mengontrol dan memonitor
risiko suku bunga.
Bank
harus memiliki sistem kontrol internal yang efektif untuk risiko suku bunga
yang mencakup proses identifikasi dan evaluasi risiko dan sistem informasi pendukung (Khan dan
Ahmed, 2001: 35-36).
3.
Manajemen
risiko likuiditas
Risiko
likuiditas muncul ketika terdapat selisih antara likuiditas dan profitabilitas
dan ketidaksesusian antara permintaan dan penawaaran aset lancar. Keputusan manajemen
likuiditas harus dilakukan dengan memperhatikan seluruh wilayah pelayanan dan
departemen bank.
Bank
harus mengembangkan proses pengukuran dan pemonitoran kebutuhan dana netto
denhgan memperhatikan aliran kas masuk dan keluar. Bank harus memiliki
pngendalian internal yang tepat dalam proses manajemen risiko likuiditas serta
sistem informasi yang layak (Khan dan Ahmed, 2001: 36-38).
4.
Manajemen
risiko operasional
Bank
perlu mengembangkan standar umum untuk mengidentifikasi dan mengatur risiko
operasional yang mungkin muncul. Kompleksitas risiko operasional menyebabkan
risiko ini sulit diukur. Kebanyakan teknik pengukuran risiko operasional hanya
bersifat sederhana dan eksperimental.
Sumber-sumber
risiko operasional beragam, sehingga perlu ditangani dengan jalan yang berbeda.
Misalnya saja risiko yang muncul dari orang-orang yang terlibat dalam
operasional memerlukan manajemen, monitor, dan pengendalian yang efektif (Khan
dan Ahmed, 2001:38-39)
E. Manajemen Risiko dan Teknik Mitigasi
1.
Analisis
GAP
Analisis
ini merupakan alat manajemen risiko suku bunga berbasis neraca. Analisis ini
fokus pada variabilitas potensial pendapatan bunga netto selama interval waktu
tertentu.
2.
Analisis
GAP Durasi
Analisis
ini merupakan alat lain untuk mengukur risiko suku bunga dan mengatur
pendapatan bunga yang diperoleh dengan memperhitungkan semua pemasukan dan
pengeluaran kas individu.
3.
VaR
Value
at Risk (VaR) adalah alat manajemen risiko terbaru. Alat ini mengindikasikan
sebebrapa banyak sebuah perusahaan bisa kehilangan atau memberikan probabilitas
untuk jangka waktu tertentu.
4.
RAROC
Risk
Adjusted Rate of Return (RAROC) dikembangkan pada akhir tahun 1970-an yang
mengukur risiko dengan memperhatikan risiko dan pengembalian asset dan
aktivitas yang berbeda.
5.
Sekuritisasi
Sekuritisasi
merupakan sebuah prosedur yang dilakukan dibawah sistem keuangan
terstruktur atau nota kredit.
Sekuritisasi asset dan pinjaman bank merupakan alat untuk meningkatkan dana
baru dan mengurangi risiko bank.
6.
Derivatif
Derivatif
merupakan sebuah instrumen yang nilainya tergantung pada nilai yang lain. Kategori
uatama dari derivatif adalan futures, option, dan kontrak swap.
7.
Swap suku
bunga
Swap
suku bunga membentuk hampir setengah dari nilai semua derivatif. Swap suku
bunga ini digunakan untuk mengurangi suku bunga. Ada dua bentuk dasar swap suku
bunga disini yaitu; pertama, yang paling sederhana yang melibatkan dua pihak
dimana satu pihak memiliki instrumen utang tetap dan yang lain punya kewajiban
suku bunga mengambang. Kedua, swap suku bunga dimana kedua pihak meningkatkan
dana dengan tingkat yang berbeda-beda
8.
Derivatif Kredit
Derivatif
kredit merupakan instrumen yang digunakan untuk mengatasi risiko kredit. Model
ini melibatkan bank yang menemukan pihak ketiga yang bersedia menanggung kredit
dengan imbalan fee, sementara bank mempertahankan asset dalam catatnnya.
F.
Lembaga
Keuangan Islam: Sifat Dasar dan Risiko
Ada
dua bentuk bank islam berdasarkan struktur assetnya. Pertama, Mudharabah dua
tingkat yang menggantikan bunga dengan bagi hasil. Kedua, mudharabah satu
tingkat dengan beragam instrumen investasi. Produk bank Islam mencakup
instrumen dengan pendapatan tetap seperti murabahah, jual beli angsuran seperti
salam atau istisna’ dan ijarah. Risiko dasar yang dihadapi bank Islam adalah
menggunakan instrumen bagi hasil (Khan dan Ahmed, 2001: 50-51).
1.
Risiko
dasar yang dihadapi lembaga keuangan Islam (Khan dan Ahmed, 2001: 51-53)
a.
Risiko kredit yang muncul berbentuk risiko pembayaran yang muncul ketika
satu pihak sepakat membayar sejumlah uang atau menyerahkan aset tertenu sebelum
memiliki uang atau aset tersebut.
b.
Risiko tolak ukur. Prubahan suku bunga pasar memberikan sejumlah risiko
bagi pendapatan lembaga keuangan islam karena lembaga tersebut menggunakan suku
bunga sebagai tolak ukur dalam menentukan harga instrumen keuangannya
(murabahah).
c.
Risiko likuiditas muncul bisa dari kesulitan memperoleh kas dari biaya
pemiinjaman atau bisa juga dari kesulitan menjual asset.
d.
Risiko operasional muncul ketika bank barangkali tidak memiliki profesional
di bidangnya, kapasitas dan kapabilitas untuk menjalankan oprasi keangan islam.
e.
Risiko hukum berhubungan dengan dokumentasi dan landasan hukum. Hal ini
terjadi karena tidak ada format standar untu kontrak beragam instrumen
keuangan. Biasanya bank islam menyiapkan kontrak tersebut hanya berdasarkan
pemahaman mereka terhadap syariah, hukum lokal dan kebutuhan.
f.
Risiko penarikan. Beragam tingkat pengembalian tabungan atau investasi
memberikan ketidakpastian terkait nilai riil deposito. Menyediakan asset guna
meminimaliris risiko kehilangan karena rendahnya tingkat pengembalian
barangkali menjadi faktor penting keputusan panarikan oleh depositor.
g.
Risiko jaminan. Tingkat pengembalian dari bunga pasar juga menimbulkan
risiko jaminan, ketika penabung/investor mengartikan rendahnya tingkat
pengembalian sebagai pelanggaran kontrak investasi atau kesalahan manajemen
dana pihak bank.
h.
Risiko komersial digantikan ini merupakan transfer risiko yang berhubungan
denga deposito kepada pemegang ekuitas. Risiko ini meuncul ketika dibawah
tekanan komersial bank memberikan sebagian keuntungan untuk membayar depositor
guna mencegah penarikan karena tingkat pengembalin yang rendah.
2.
Risiko model
pembiayaan lembaga keuangan Islam (Khan dan Ahmed,
2001: 54-55)
a.
Pembiayaan Murabahah
Risiko
paling penting yang dialami nasabah dalam Murabahah adalah sifat dasar kontrak
yang tidak pasti yang dapat menimbulkan persoalan hukum. Selain itu, risiko
juga dapat muncul terkait keterlambatan pembayaran oleh nasabah yang mana bank
tidak dapat menetapkan beban melebihi harga yang telah disepakati.
b.
Pembiayaan Salam
Risiko
dalam salam adalah kegagalan memenuhi pesanan tepat waktu atau tepat
spesifikasi dan biaya penyimpanan dan biaya lain yang dikeluarkan bank.
c.
Pembiayaan Istishna’
Risiko
yang dihadapi bank suplyer sama dengan yang dihadapi risiko salam. Risiko
terkait pembali adalah kegagalan membayar secara penuh tepat waktu. Jika
kontrak istishna’ dianggap pilihan dan tidak mengikat maka risiko bank ketika
supplier memilih untuk membatalkan kontrak. Jika pembeli diberi pilihan untuk membatalkan
kontrak dan tidak menerima barang yang sudah dibuatkan, maka bank akan mendapat
risiko tambahan.
d.
Pembiayaan Musyarakah-Mudharabah
Pembiayaan
ini dipandang sebagai kredit dengan risiko yang sangat tinggi, alasannya
karena; pertama tidak ada jaminan, kedua tingkat moral hazard yang
tinggi dan ketiga kopetensi bank dalam evaluasi proyek dan teknik terkait terbatas. Salah satu cara yang mungkin untuk
mengurangi risiko pada pembiayaan berbasis bagi hasil adalah bank islam
berfungsi sebagai bank universal.
Referensi: Khan, Tariqullah dan Habib Ahmed, “Risk management: an Analysis of Issues in Islamic Financial
Industry,” Occasional Paper, Jeddah (KT): 2001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar