Selasa, 17 April 2018

MANAJEMEN RISIKO: KONSEP DASAR DAN TEKNIS_040414


A.  Berbagai Risiko Institusi Keuangan
Risiko dapat dipahami sebagai variabilitas atau volatilitas hasil-hasil yang tidak diinginkan dan munculnya ketika ada satu kemungkinan lebih dari satu hasil dan hasil yang paling pokok tidak diketahui. Ada berbagai cara mengelompokkan risiko. Ada yang membedakan risiko ke dalam risiko bisnis dan risiko keuangan, dan  ada juga yang membedakannya ke dalam risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Sementara itu, Oldfield dan Santomero membedakan risiko menjadi tiga jenis, yaitu (1) risiko yang bisa dieliminasi, (2) risiko yang dapat dipindahkan kepada yang lain, dan (3) risiko yang dapat dikelola oleh institusi (Khan dan Ahmed, 2001: 25-26).
Industri keuangan sendiri (bank) menghadapi risiko yang terbagi ke dalam dua kategori, yaitu risiko keuangan yang terdiri dari risiko pasar dan risiko kredit, dan risiko non-keuangan yang terdiri dari risiko operasional, regulatoris, dan hukum (Khan dan Ahmed, 2001: 27).
1.    Risiko Pasar merupakan risiko yang muncul dalam berbagai instrument dan asset yang diperdagangkan di pasar tertentu.
2.    Risiko Suku Bunga merupakan keterbukaan kondisi keuangan bank terhadap pergerakan suku bunga.
3.    Risiko Kredit adalah risiko ketika pihak peminjam gagal memnuhi kewajibannya tepat waktu dan tepat jumlah sesuai kesepakatan. Ketika peminjam tidak mampu memenhui kewajibannya pada waktu yang telah ditentukan, maka akan menyebabkan loan credit risk. Sementara itu, ketika peminjam tidak mampu atau tidak ingin mengakhiri kewajiban-kewajiban kontraktual dalam masa kontrak, maka akan menyebabkan trading book credit risk.
4.    Risiko Likuiditas adalah risiko yang muncul karena likuiditas yang tidak cukup untuk kebutuhan operasional normal.
5.    Risiko Operasional merupakan konsep yang tidak pasti dan barangkali timbul dari kesalahan atau kecelakaan manusia dan tekhnis.
6.    Risiko Hukum berhubungan dengan tidak mengikatnya kontrak keuangan (Khan dan Ahmed, 2001: 27-28).
B.  Manajemen Risiko: Latar Belakang dan Evolusi
Penelitian resmi terkait manajemen risiko telah dimulai pertengahan akhir abad lalu. Temuan Markowitz (1959) mengindikasikan bahwa pemilihan portofolio merupakan persoalan maksimalisasi return yang diharapkan dan meminimalisir risiko. Dia juga mengemukakan tentang komponen-komponen risiko sistematis dan tidak sistematis. Risiko tidak sistematis dapat dikurangi lewat diversifikasi asset, sedangkan risiko sistematis harus ditanggung oleh investor. Model Markowitz ini mengalami kelemahan ketika dihadapkan pada banyak asset terlibat (Khan dan Ahmed, 2001: 28-29).
Tahun 1964, Capital Asset Pricing Model (CAPM)-nya Sharpe memperkenalkan konsep risiko sistematis dan residual. Risiko residu bisa didiversifikasi, beta mengukur sensitivitas portofolio terhadap lingkaran bisnis. Ketergantungan CAPM terhadap indeks tunggal untuk menjelaskan risiko yang melekat pada aset terlalu sederhana (Khan dan Ahmed, 2001: 29).
Tahun 1976, Ross mengajukan Arbitrage Pricing Theory yang mengasumsikan bahwa banyak faktor yang memperngaruhi tingkat pengembalian sebuah aset. Implikasi penggunaan Model Banyak Faktor ini adalah bahwa total risiko merupakan jumlah beragam faktor yang berhubungan dengan risiko dan risiko residu. Meskipun model ini diterima luas, namun tidak terdapat kesepakatan terkait faktor-faktor yang mempengaruhi risiko sebuah aset atau bagaimana risiko tersebut diestimasi (Khan dan Ahmed, 2001: 29).
Proses dan strategi manajemen risiko modern mengadopsi bentuk teori-teori Markowitz, Shape dan Ross tersebut dan mengadopsi banyak instrumen untuk menganalisis risiko. Pada dasarnya ada dua pendekatan untuk mengukur keterbukaan risiko yang dihadapi lembaga keuangan. Pertama adalah dengan mengukur risiko lewat jalan segmentasi. Kedua adalah dengan mengukur keterbukaan risiko lewat jalan konsolidasi (Khan dan Ahmed, 2001: 29-30).
C.  Manajemen Risiko: Proses dan Sistem
1.    Menciptakan lingkungan manajemen risiko yang tepat dan prosedur serta kebijakan yang terukur
Pada tahapan ini seluruh tujuan dan strategi bank terhadap risiko dan kebijakan manajemen risiko. Dewan direksi bertanggung jawab menjelaskan tujuan kebijakan dan strategi keseluruhan manajemen risiko lembaga keuangan. Dewan direksi juga harus memastikan bahwa manajemen mengambil tindakan yang penting untuk mengidentifikasi, mengukur, memonitor dan mengendalikan risiko-risiko tersebut (Khan dan Ahmed, 2001: 30).
Manajemen senior bertanggung jawab melaksanakan spesifikasi yang telah disetujui oleh dewan direksi tersebut lewat penetapan kebijakan dan prosedur yang akan digunakan untuk mengatur risiko. Hal ini mencakup proses review manajemen risiko, batas penangan risiko yang tepat, sistem pengukuran risiko yang cukup, sistem pelaporan komprehensif dan pengendalian internal yang efektif (Khan dan Ahmed, 2001: 30-31).
2.    Mempertahankan proses pengukuran, mitigasi dan monitoring manajemen risiko yang tepat
Bank harus memiliki sistem informasi reguler untuk mengkur, memonitor, mengendalikan dan melaporkan berbagai kemungkinan risiko. Bank juga bisa menggunakan sumber-sumber eksternal untuk menekan risiko misalnya dengan menggunakan reting kredit atau kriteria penanganan risiko supervisori seperti CAMEL (Khan dan Ahmed, 2001: 31).
3.    Kontrol internal yang tepat
Bank harus memiliki pengendalian internal untuk memastikan bahwa semua kebijakan dijalankan. Sebuah sistem pengendalian yang efektif mencakup proses yang cukup untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi berbagai jenis risiko dan memiliki sistem informasi yang cukup sebagai pendukung.
Bagian penting pengendalian internal adalah memastikan pemisahan tugas-tugas mereka yang mengatur, memonitor dan mengendalikan risiko (Khan dan Ahmed, 2001: 31).
D.  Proses Manajemen terhadap Risiko Tertentu
1.    Manajemen risiko kredit
Manajemen senior bank bertanggung jawab mengembangkan prosedur tertulis yang menunjukkan strategi keseluruhan dan memastikan pelaksanaannya. Prosedur tersebut mencakup kebijakan-kebijakan untuk mengidentifakasi, mengukur, memonitor dan mengendalikan risiko kredit.
Bank harus memiliki sebuah sistem untuk administrasi beragam portofolio yang menanggung risiko kredit. Bank harus beroperasi berdasarkan kriteria kredit yang baik agar bisa melakukan penanganan yang komprehensif terhadap risiko yang ditimbulakan oleh peminjam atau pihak ketiga.
Bank harus mengidentifiakasi dan mengatur risiko kredit dengan cara hati-hati mereview karakteristik risiko aset atau aktifitas.
Bank harus memiliki satu sistem untuk memonitor kredit individu termasuk menentukan kecukupan pengembalian. Bank harus mengembangkan sistem peringkat risiko internal untuk mengatur risiko kredit. Bank juga harus memiliki laporan kredit berjalan independen untuk dewan direksi dan manajemen senior (Khan dan Ahmed, 2001: 33-34).

2.    Manajemen risiko suku bunga
Bank harus mempertahankan proses review manajemen risiko suku bunga, batasan penangan risiko yang tepat, sistem pengukuran risiko yang tepat, sistem pelaporan risiko suku bunga yang komprehensif dan pengendalian internal yang efektif. Bank harus secara jelas menentukan kebijakan dan prosedur untuk membatasi dan mengendalikan risiko suku bunga dengan menentukan tanggung jawab akuntabilitas melalui keputusan manajemen risiko suku bunga dan menentukan instrumen yang tepat, strategi lindung nilai dan kesempatan pengambilalihan posisi.
Bank harus memiliki sistem manajemen risiko suku bunga yang mengukur dampak perubahan suku bunga terhadap pendapatan sekaligus nilai ekonomis. Bank harus mengembangkan sebuah sistem batasan suku bunga guna mengontrol dan memonitor risiko suku bunga.
Bank harus memiliki sistem kontrol internal yang efektif untuk risiko suku bunga yang mencakup proses identifikasi dan evaluasi risiko  dan sistem informasi pendukung (Khan dan Ahmed, 2001: 35-36).
3.    Manajemen risiko likuiditas
Risiko likuiditas muncul ketika terdapat selisih antara likuiditas dan profitabilitas dan ketidaksesusian antara permintaan dan penawaaran aset lancar. Keputusan manajemen likuiditas harus dilakukan dengan memperhatikan seluruh wilayah pelayanan dan departemen bank.
Bank harus mengembangkan proses pengukuran dan pemonitoran kebutuhan dana netto denhgan memperhatikan aliran kas masuk dan keluar. Bank harus memiliki pngendalian internal yang tepat dalam proses manajemen risiko likuiditas serta sistem informasi yang layak (Khan dan Ahmed, 2001: 36-38).


4.    Manajemen risiko operasional
Bank perlu mengembangkan standar umum untuk mengidentifikasi dan mengatur risiko operasional yang mungkin muncul. Kompleksitas risiko operasional menyebabkan risiko ini sulit diukur. Kebanyakan teknik pengukuran risiko operasional hanya bersifat sederhana dan eksperimental.
Sumber-sumber risiko operasional beragam, sehingga perlu ditangani dengan jalan yang berbeda. Misalnya saja risiko yang muncul dari orang-orang yang terlibat dalam operasional memerlukan manajemen, monitor, dan pengendalian yang efektif (Khan dan Ahmed, 2001:38-39)  
E.  Manajemen Risiko dan Teknik Mitigasi
1.    Analisis GAP
Analisis ini merupakan alat manajemen risiko suku bunga berbasis neraca. Analisis ini fokus pada variabilitas potensial pendapatan bunga netto selama interval waktu tertentu.
2.    Analisis GAP Durasi
Analisis ini merupakan alat lain untuk mengukur risiko suku bunga dan mengatur pendapatan bunga yang diperoleh dengan memperhitungkan semua pemasukan dan pengeluaran kas individu.
3.    VaR
Value at Risk (VaR) adalah alat manajemen risiko terbaru. Alat ini mengindikasikan sebebrapa banyak sebuah perusahaan bisa kehilangan atau memberikan probabilitas untuk jangka waktu tertentu.
4.    RAROC
Risk Adjusted Rate of Return (RAROC) dikembangkan pada akhir tahun 1970-an yang mengukur risiko dengan memperhatikan risiko dan pengembalian asset dan aktivitas yang berbeda.
5.    Sekuritisasi
Sekuritisasi merupakan sebuah prosedur yang dilakukan dibawah sistem keuangan terstruktur  atau nota kredit. Sekuritisasi asset dan pinjaman bank merupakan alat untuk meningkatkan dana baru dan mengurangi risiko bank.
6.    Derivatif
Derivatif merupakan sebuah instrumen yang nilainya tergantung pada nilai yang lain. Kategori uatama dari derivatif adalan futures, option, dan kontrak swap.
7.    Swap suku bunga
Swap suku bunga membentuk hampir setengah dari nilai semua derivatif. Swap suku bunga ini digunakan untuk mengurangi suku bunga. Ada dua bentuk dasar swap suku bunga disini yaitu; pertama, yang paling sederhana yang melibatkan dua pihak dimana satu pihak memiliki instrumen utang tetap dan yang lain punya kewajiban suku bunga mengambang. Kedua, swap suku bunga dimana kedua pihak meningkatkan dana dengan tingkat yang berbeda-beda

8.    Derivatif Kredit
Derivatif kredit merupakan instrumen yang digunakan untuk mengatasi risiko kredit. Model ini melibatkan bank yang menemukan pihak ketiga yang bersedia menanggung kredit dengan imbalan fee, sementara bank mempertahankan asset dalam catatnnya.
F.   Lembaga Keuangan Islam: Sifat Dasar dan Risiko
Ada dua bentuk bank islam berdasarkan struktur assetnya. Pertama, Mudharabah dua tingkat yang menggantikan bunga dengan bagi hasil. Kedua, mudharabah satu tingkat dengan beragam instrumen investasi. Produk bank Islam mencakup instrumen dengan pendapatan tetap seperti murabahah, jual beli angsuran seperti salam atau istisna’ dan ijarah. Risiko dasar yang dihadapi bank Islam adalah menggunakan instrumen bagi hasil (Khan dan Ahmed, 2001: 50-51).
1.    Risiko dasar yang dihadapi lembaga keuangan Islam (Khan dan Ahmed, 2001: 51-53)
a.    Risiko kredit yang muncul berbentuk risiko pembayaran yang muncul ketika satu pihak sepakat membayar sejumlah uang atau menyerahkan aset tertenu sebelum memiliki uang atau aset tersebut.
b.    Risiko tolak ukur. Prubahan suku bunga pasar memberikan sejumlah risiko bagi pendapatan lembaga keuangan islam karena lembaga tersebut menggunakan suku bunga sebagai tolak ukur dalam menentukan harga instrumen keuangannya (murabahah).
c.    Risiko likuiditas muncul bisa dari kesulitan memperoleh kas dari biaya pemiinjaman atau bisa juga dari kesulitan menjual asset.
d.   Risiko operasional muncul ketika bank barangkali tidak memiliki profesional di bidangnya, kapasitas dan kapabilitas untuk menjalankan oprasi keangan islam.
e.    Risiko hukum berhubungan dengan dokumentasi dan landasan hukum. Hal ini terjadi karena tidak ada format standar untu kontrak beragam instrumen keuangan. Biasanya bank islam menyiapkan kontrak tersebut hanya berdasarkan pemahaman mereka terhadap syariah, hukum lokal dan kebutuhan.
f.     Risiko penarikan. Beragam tingkat pengembalian tabungan atau investasi memberikan ketidakpastian terkait nilai riil deposito. Menyediakan asset guna meminimaliris risiko kehilangan karena rendahnya tingkat pengembalian barangkali menjadi faktor penting keputusan panarikan oleh depositor.
g.    Risiko jaminan. Tingkat pengembalian dari bunga pasar juga menimbulkan risiko jaminan, ketika penabung/investor mengartikan rendahnya tingkat pengembalian sebagai pelanggaran kontrak investasi atau kesalahan manajemen dana pihak bank.
h.    Risiko komersial digantikan ini merupakan transfer risiko yang berhubungan denga deposito kepada pemegang ekuitas. Risiko ini meuncul ketika dibawah tekanan komersial bank memberikan sebagian keuntungan untuk membayar depositor guna mencegah penarikan karena tingkat pengembalin yang rendah.
2.    Risiko model pembiayaan lembaga keuangan Islam (Khan dan Ahmed, 2001: 54-55)
a.    Pembiayaan Murabahah
Risiko paling penting yang dialami nasabah dalam Murabahah adalah sifat dasar kontrak yang tidak pasti yang dapat menimbulkan persoalan hukum. Selain itu, risiko juga dapat muncul terkait keterlambatan pembayaran oleh nasabah yang mana bank tidak dapat menetapkan beban melebihi harga yang telah disepakati.
b.    Pembiayaan Salam
Risiko dalam salam adalah kegagalan memenuhi pesanan tepat waktu atau tepat spesifikasi dan biaya penyimpanan dan biaya lain yang dikeluarkan bank.
c.    Pembiayaan Istishna’
Risiko yang dihadapi bank suplyer sama dengan yang dihadapi risiko salam. Risiko terkait pembali adalah kegagalan membayar secara penuh tepat waktu. Jika kontrak istishna’ dianggap pilihan dan tidak mengikat maka risiko bank ketika supplier memilih untuk membatalkan kontrak. Jika pembeli diberi pilihan untuk membatalkan kontrak dan tidak menerima barang yang sudah dibuatkan, maka bank akan mendapat risiko tambahan.
d.   Pembiayaan Musyarakah-Mudharabah
Pembiayaan ini dipandang sebagai kredit dengan risiko yang sangat tinggi, alasannya karena; pertama tidak ada jaminan, kedua tingkat moral hazard yang tinggi dan ketiga kopetensi bank dalam evaluasi proyek dan teknik terkait  terbatas. Salah satu cara yang mungkin untuk mengurangi risiko pada pembiayaan berbasis bagi hasil adalah bank islam berfungsi sebagai bank universal.

Referensi:  Khan, Tariqullah dan Habib Ahmed, Risk management: an Analysis of Issues in Islamic Financial Industry, Occasional Paper, Jeddah (KT): 2001.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam Selamat Datang

 Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh Selamat datang dan terimakasih kepada teman-teman yang sudah mampir ke laman rumahdialekis. ...