Rabu, 02 Mei 2018

MANAJEMEN RISIKO: PERSPEKTIF REGULATORIS_220314


A.  Dasar Ekonomis Pengendalian Regulatoris Risiko-risiko Bank
Proses pembayaran dan pelunasan dalam dunia perbankan bereffek menular satu sama lain sehingga kegagalan satu bank kecilpun dapat menjadi sumber ketidakstabilan sistemik yang besar. Oleh karena itu, tujuan utama standar regulatoris dan supervisori adalah (1) memastikan stabilitas sistemik, (2) melindungi kepentingan depositor, dan (3) memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem intermediasi keuangan (bank) (Khan dan Ahmed, 2001: 77).
1.    Pengendalian risiko-risiko sistemik
Risiko sistemik merupakan kemungkinan dari kegagalan bank kecil yang berdampak menular kepada seluruh sistem pembayaran. Risiko ini akan menyebabkan (1) krisis keuangan, (2) penurunan nilai aset, (3) gangguan pertumbuhan ekonomi, (4) pengangguran, (5) penurunan kesejahteraan, dan  (6) ketidakstabilan sosial dan politik (Khan dan Ahmed, 2001: 77).
 Bank menjadi satu-satunya institusi keuangan yang signifikan atas risiko sistemik ini karena bank tidak hanya berfungsi sebagai perusahaan bisnis tapi juga sebagai agen pembayaran, kliring dan sistem pelunasan. Selain itu, bank juga menguasai sejumlah besar aktivitas off-balace sheet (Khan dan Ahmed, 2001: 78).
2.    Peningkatan kepercayaan publik di pasar
Efisiensi pasar keuangan tergantung sekali pada kepercayaan publik terhadap intermediari keuangan. Kepercayaan ini pada akhirnya mengarah pada integritas lembaga keuangan tersebut. Sejumlah keuntungan lembaga keuangan yang perlu didukung dengan proses regulasi adalah (1) lembaga keuangan lebih tepat untuk mengevaluasi risiko pihak lawan ketimbang penyimpan individu, (2) bank mengurangi ketidaksesuaian antara pilihan dan kebutuhan penabung dan investor, (3) bank lebih mampu memperkirakan risiko kesempatan investasi alternatif dibandingkan penyimpan individu, dan (4) efisiensi dalam sistem pembayaran sangatlah penting untuk mengurangi biaya transaksi. Langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan publik adalah dengan melindungi kepentingan para depositor dan pihak lain yang menggunakan jasa keuangan (Khan dan Ahmed, 2001: 79-80).
3.    Pengendalian risiko moral hazard
Berbagai kebijakan dan jaringan keamanan pada tataran regulasi kadangkal menjadi sumber moral hazard baik dari pihak depositor ataupun pihak bank. Untuk mengantisipasi hal ini, dibutuhkan regulasi dan supervisi yang tepat: (1) bank sentral harus menetapkan biaya yang sangat tinggi untuk the lender of last resort dan pihak swasta juga harus ikut serta dalam mengatasi krisis keuangan dengan tanggung jawab langsung terhadap kerugian keuangan dan (2) mencegah atau meminimalisir konsekuensi merugikan dari adanya jaminan bagi depositor (Khan dan Ahmed, 2001: 81).
B.  Instrumen Regulasi dan Supervisi
1.    Pengaturan kapital risiko: standar yang ada dan usulan baru
Modal bank merupakan sumber paling efektif perlindungan dari risiko. Modal ini juga merupakan tujuan regulari yang paling efektif karena standar modal bisa diperkuat secara sama antar institusi dan jurisdiksi (Khan dan Ahmed, 2001: 82).
Beberapa bentuk regulasi standar modal yang ada dan ditawarkan antara lain:
a.    Kapital regulatoris untuk risiko kredit: standar-standar yang ada
Berdasarkan Capital Accord 1988, modal yang dibutuhkan hanya untuk menghadapi risiko kredit terkait on-balance sheet dan off-balance sheet. Total modal  yang diperlukan untuk aset on-balnce sheet diperoleh dengan menempatkan semua aset kedalam bagiannya dan menurunkan RWAs (Risk Weighted Assets) sebagai langkah awal. Pada tahap kedua, modal yang diperlukan untuk semua kategori ditambahkan untuk menghitung modal minimum yang diperlukan untuk item on-balance-sheet. Sementara untuk kerugian off-balance sheet non-derivatif, disediakan sistem konversi kredit dan serangkaian bbobot risiko (Khan dan Ahmed, 2001: 83-84).
b.    Pembentukan kembali kapital regulatoris untuk risiko kredit: persetujuan baru yang diusulkan
Accord 1988 direview dan akan digantikan dengan New Accord 2005. Beberapa alasan penggantian tersebut adalah (1)Accord yang ada hanya bisa dipakai untuk negara maju (10 negara), diharapkan keberadaan Accord baru juga bisa memenuhi kebutuhan negara-negara lain, (2)diperlukan regulasi untuk bobot risiko aset jangka pendek, tidak hanya aset jangka panjang, (3) memperhitungkan perubahan-perubahan metode manajemen risiko yang melibatkan sistem informasi dan komputerisasi dalam penentuan kecukupan modal riil yang dibutuhkan bank, (4)kebijakan Accord berupa sekuritisasi menyebabkan bank mengurangi kualitas keseluruhan aset sehingga bank menjadi lebih berisiko, dan (5)New Accord yang diajukan mencakup semua hal tersebut dan pertimbangan-pertimbangan lain terkait yang bertujuan untuk memperkuat modal bank dan sistem manajemen risiko (Khan dan Ahmed, 2001: 84-86).
c.    Mengatasi risiko kredit berdasarkan persetujuan baru yang diusulkan
New Accord yang diajukan menawarkan tiga pendekatan untuk menentukan modal risiko tertimbang untuk risiko kredit: (1)menangani risiko kredit dengan pendekatan terstandardisasi. Tujuan pendekatan ini adalah menggantikan metode bobot risiko Accord 1988 dengan pembobotan risiko aset berdasarkan peringkat dari agensi penanganan kredit eksternal, dan (2)menangani risiko kredit dengan pendekatan IRB. Pendekatan ini merupakan yang paling sederhana yaitu dengan memetakan semua aset bank sesuai dengan karakteristik risiko masing-masing aset (Khan dan Ahmed, 2001: 86-88).
d.   Perlakuan regulasi terhadap risiko pasar
Amandemen Accord 1998 mengenalkan dua pendekatan dalam penanganan regulasi terhadap risiko pasar, yaitu: (1)pendekatan terstandardisasi dan (2)pendekatan berbasis peringkat internal (Khan dan Ahmed, 2001: 91).
e.    Risiko suku bunga buku bank
Risiko ini merupakan kerugikan pendapatan atau nilai aset karena perubahan suku bunga pasar. Risiko ini tergolong penting sehingga memerlukan alokasi modal. Risiko ini berbeda antar bank sehingga tidak bisa ditetapkan satu standar seragam untuk alokasi modal (Khan dan Ahmed, 2001: 92-93).
f.     Penanganan risiko sekuritisasi
New Accord menyetujui sekuritisasi yang mencoba meminimlisir arbitrase modal dengan jalan memastikan bahwa: (1)sekuritisasi bank harus mencapai ‘clean break’ yaitu perpindahan aset harus lewat perdagangan sah dan transparan, serta bank tidak boleh mengendalikan aset yang disekuritisasi, (2)jika penerbit berkewajiban atas peningkatan kerugian kredit pertama, maka harus dilakukan dengan mengurangi modalnya, dan (3)jika penerbit berkewajiban atas peningkatan kerugian kredit kedua, posisinya harus diperlakukan sebagai penggantian kredit langsung (Khan dan Ahmed, 2001: 93).
g.    Penanganan risiko operasional
New Accord menetapkan jumlah modal tertentu untuk menutup risiko operasional. Metodologi alternatif yang digunakan untuk mengukur risiko ini adalah: (1)pendekatan indikator dasar, (2)pendekatan terstandardisasi, (3)pendekatan manajemen internal, dan (4)pendekatan distribusi kerugian (Khan dan Ahmed, 2001: 93-94).
2.    Supervisi efektif
Kunci untuk mencapai efisiensi dan stabilitas keuangan adalah efektivitas supervisi bank. Supervisi bank bertujuan untuk: (1)menjaga stabilitas dan kepercayaan dalam sistem keuangan, (2)mendukung dan mencapai disiplin pasar dengan mendorong tata kelola yang baik, (3)supervisor harus bekerja secara independen, (4)supervisor harus memahami sifat bisnis yang dijalankan bank, (5)profil risiko bank individu ditangani dan sumber-sumber pengawasan dialokasikan secara tepat, (6)supervisor harus memastikan bahwa bank memiliki sumber-sumber yang pas untuk menangani risiko, dan (7)kerjasama dengan supervisor lain. Selain itu, supervisi yang efektif memastikan bahwa bank berfungsi dengan aman dan baik sehingga sistem keuangan bisa mendapat kepercayaan penuh dari nasabah dan investor (Khan dan Ahmed, 2001: 94-95).
3.    Pengungkapan risiko: pengungkapan transparansi terkait masa depan
Mekanisme pasar akan berfungsi secara efektif dengan adanya informasi yang lengkap, yaitu transparan dan tepat waktu. Ada banyak cara untuk mengungkapkan informasi kepada pemegang saham, klien, kreditur, supervisor dan regulator. Diantaranya adalah dengan laporan tahunan, laporan review supervisi dan regulasi dan sebagainya. Pengungkapan informasi dianggap efektif jika: (1)menyediakan informasi terkait risiko perusahaan dan (2)menyediakan informasi terkait proses manajemen perusahaan (Khan dan Ahmed, 2001: 98).
Bagaimanapun juga, lapora terkait risiko tersebut hanya bisa dilaporkan secara pasti terkait yang sudah berlalu. Sementara untuk mengungkap/ memperkirakan risiko yang akan dihadapi di masa mendatang tampaknya sulit dilakukan karena perubahan teknologi manajemen risiko, perubahan industri keuangan itu sendiri, perubahan instrumen lembaga keuangan, e-banking, dan motif-motif para peminjam untuk tidak mengungkapkan informasi secara penuh. Oleh karena alasan-alasan ini, diperlukan evolusi dan adopsi: (1)sistem akuntansi berbasis risiko, (2)sistem audit berbasis risiko, (3)sistem informasi manajemen berbasis risiko, dan (4)inventaris semua aset bank berbasis risiko (Khan dan Ahmed, 2001: 98-100).
C.  Regulasi dan Supervisi Bank Islam
Sejumlah risiko yang dihadapi bank Islam berbeda dengan bank konvensional. Oleh karena itu, sejumlah standar internasional yang ditujukan untuk bank konvensional barangkali tidak relevan untuk bank Islam (Khan dan Ahmed, 2001: 102).
1.    Relevansi standar internasional untuk bank Islam (Khan dan Ahmed, 2001: 102-103)
a.    Dokumen psinsip inti menetapkan pra-syarat untuk supervisi perbankan efektif. Pra-syarat ini kemudian ditambahkan khusus untuk supervisi perbankan Islam.
b.    Terkait pengungkapan dan transparansi, ketentuan ini relevan untuk bank Islam. Hanya saja prinsip dasar bank Islam berbagi risiko, maka bank memerlukan sistem supervisi dan transparansi yang lebih efektif.
c.    Salah satu standar internasional yang sulit diterapkan bank Islam adalah standar kecukupan modal. Alasannya: (1)bagi risiko menyebabkan bank Islam membutuhkan standar kecukupan modal yang lebih besar daripada bank konvensional, (2) perlu pemisahan modal antara akun simpanan dan investasi, (3)kesesuaian dengan standar internasional mendorong bank Islam membentuk Dewan Pengawas Layanan, dan (4)CAMEL sebagai sistem penilaian risiko dapat diadopsi bank Islam.
d.   Berbagai keuntungan pendekatan IRB relevan untuk bank Islam


2.    Kondisi supervisi perbankan Islam sekarang (Khan dan Ahmed, 2001: 103-105)
Kebanyakan bank Islam berada dalam negara-negara anggota IDB. Kondisi supervisi bank Islam di zaman sekarang:
a.    Kesulitan mengadopsi standar internasional terkait modal risiko tertimbang dan akuntansi karena sifat dasar bank Islam yang berbeda.
b.    Sebagian negara seperti Iran, Pakistan dan Sudan menjalankan program pembentukan kembali sektor keuangan (merger).
c.    Menerapakan sistem supervisi pada off-site dan on-site. Sebagian negara memperkenalkan hukum khusus untuk memfasilitasi bank Islam, dan sebagian lainnya menggunakan hukum yang sudah ada saja.
d.   Hampir di semua negara tempat bank Islam beroperasi, fungsi bank komersial dipisahkan dari bisnis sekuritas dan asuransi, serta masing-masingnya punya otoritas supervisi yang berbeda. Hanya Malaysia yang bank dan asuransinya disupervisi oleh bank sentral.
e.    Disebagian negara, bank konvensional boleh buka unit syariah, dan di sebagian yang lain tidak boleh.
f.     Kebanyakan bank swasta memiliki Dewan Pengawas Syariah sendiri.
g.    Sejumlah karakteristik bank Islam memerlukan standar internasional yang bisa diadopsi secara tepat untuk supervisi bank Islam secara efektif.
3.    Risiko sistemik perbankan Islam yang unik
a.    Mencegah penularan risiko
Penularan risiko dapat terjadi antar dua akun yang akan menimbulkan masalah kepercayaan publik . Langkah-langkah untuk mencegah hal tersebut antara lain:(1)pengadaan 100% cadangan untuk akun simpanan, (2)pemisahan aset yang dibiayai dengan simpanan dan aset yang dibiayai dengan investasi, (3)cadangan untuk simpanan lebih tinggi daripada cadangan untuk investasi, (4)kombinasi cadangan pada bagian (2) dan(3), dan (5)tawaran AAOIFI, yaitu pemisahan dua jenis akun investasi (investasi terikat untuk penggunaan tertentu dan investasi tidak terikat untuk kegunaan umum) dan bank Islam harus menanggung semua risiko yang dibiayai dengan akun simpanan dan modal (Khan dan Ahmed, 2001: 107-108).
b.    Mencegah penularan risiko ke deposito berjangka
Bank Islam bisa menggunakan dua alternatif terkait cadangan modal yang diperlukan. Alternatif pertama adalah menyimpan tabungan di buku bank dan deposito investasi di buku perdagangan dengan pemisahan cadangan modal untuk keduanya. Alternatif kedua adalah menyatukan deposito investasi kedalam satu sekuritas tambahan bank dengan cadangan modal terpisah (Khan dan Ahmed, 2001: 109).
c.    Perhatian sistemik lainnya
1)   Pemisahan modal antara unit syariah dengan bank konvensional sebagai induknya untuk mengendalikan penularan risiko pendapatan halal dan pendapatan tidak halal.
2)   Membentuk cabang khusus dengan modal terpisah untuk menjaga tingkat diversifikasi bisnis bank Islam.
3)   Risiko penarikan yang diakibatkan oleh upaya mempertahankan tingkat likuiditas dapat dihindari dengan manajemen yang tepat terhadap model pembiayaan bank Islam yang unik (tidak adanya instrumen keuangan, larangan jual beli utang dan sebagainya) (Khan dan Ahmed, 2001: 112).
Referensi:  Khan, Tariqullah dan Habib Ahmed, Risk management: an Analysis of Issues in Islamic Financial Industry, Occasional Paper, Jeddah (KT): 2001.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam Selamat Datang

 Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh Selamat datang dan terimakasih kepada teman-teman yang sudah mampir ke laman rumahdialekis. ...