A. Dasar Ekonomis
Pengendalian Regulatoris Risiko-risiko Bank
Proses pembayaran dan
pelunasan dalam dunia perbankan bereffek menular satu sama lain sehingga
kegagalan satu bank kecilpun dapat menjadi sumber ketidakstabilan sistemik yang
besar. Oleh karena itu, tujuan utama standar regulatoris dan supervisori adalah
(1) memastikan stabilitas sistemik, (2) melindungi kepentingan depositor, dan
(3) memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem intermediasi keuangan (bank) (Khan dan Ahmed, 2001: 77).
1.
Pengendalian risiko-risiko sistemik
Risiko
sistemik merupakan kemungkinan dari kegagalan bank kecil yang berdampak menular
kepada seluruh sistem pembayaran. Risiko ini akan menyebabkan (1) krisis
keuangan, (2) penurunan nilai aset, (3) gangguan pertumbuhan ekonomi, (4)
pengangguran, (5) penurunan kesejahteraan, dan
(6) ketidakstabilan sosial dan politik (Khan dan Ahmed, 2001: 77).
Bank menjadi satu-satunya institusi keuangan
yang signifikan atas risiko sistemik ini karena bank tidak hanya berfungsi
sebagai perusahaan bisnis tapi juga sebagai agen pembayaran, kliring dan sistem
pelunasan. Selain itu, bank juga menguasai sejumlah besar aktivitas off-balace
sheet (Khan dan Ahmed, 2001: 78).
2.
Peningkatan kepercayaan publik di pasar
Efisiensi
pasar keuangan tergantung sekali pada kepercayaan publik terhadap intermediari
keuangan. Kepercayaan ini pada akhirnya mengarah pada integritas lembaga
keuangan tersebut. Sejumlah keuntungan lembaga keuangan yang perlu didukung
dengan proses regulasi adalah (1) lembaga keuangan lebih tepat untuk
mengevaluasi risiko pihak lawan ketimbang penyimpan individu, (2) bank
mengurangi ketidaksesuaian antara pilihan dan kebutuhan penabung dan investor,
(3) bank lebih mampu memperkirakan risiko kesempatan investasi alternatif
dibandingkan penyimpan individu, dan (4) efisiensi dalam sistem pembayaran
sangatlah penting untuk mengurangi biaya transaksi. Langkah yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan publik adalah dengan melindungi
kepentingan para depositor dan pihak lain yang menggunakan jasa keuangan (Khan
dan Ahmed, 2001: 79-80).
3.
Pengendalian risiko moral hazard
Berbagai
kebijakan dan jaringan keamanan pada tataran regulasi kadangkal menjadi sumber moral
hazard baik dari pihak depositor ataupun pihak bank. Untuk mengantisipasi hal
ini, dibutuhkan regulasi dan supervisi yang tepat: (1) bank sentral harus
menetapkan biaya yang sangat tinggi untuk the lender of last resort dan
pihak swasta juga harus ikut serta dalam mengatasi krisis keuangan dengan
tanggung jawab langsung terhadap kerugian keuangan dan (2) mencegah atau
meminimalisir konsekuensi merugikan dari adanya jaminan bagi depositor (Khan
dan Ahmed, 2001: 81).
B. Instrumen Regulasi dan
Supervisi
1.
Pengaturan kapital risiko: standar yang ada dan usulan baru
Modal
bank merupakan sumber paling efektif perlindungan dari risiko. Modal ini juga
merupakan tujuan regulari yang paling efektif karena standar modal bisa
diperkuat secara sama antar institusi dan jurisdiksi (Khan dan Ahmed, 2001: 82).
Beberapa
bentuk regulasi standar modal yang ada dan ditawarkan antara lain:
a.
Kapital regulatoris untuk risiko kredit: standar-standar yang ada
Berdasarkan
Capital Accord 1988, modal yang dibutuhkan hanya untuk menghadapi risiko
kredit terkait on-balance sheet dan off-balance sheet. Total modal yang diperlukan untuk aset on-balnce sheet
diperoleh dengan menempatkan semua aset kedalam bagiannya dan menurunkan RWAs (Risk
Weighted Assets) sebagai langkah awal. Pada tahap kedua, modal yang
diperlukan untuk semua kategori ditambahkan untuk menghitung modal minimum yang
diperlukan untuk item on-balance-sheet. Sementara untuk kerugian off-balance
sheet non-derivatif, disediakan sistem konversi kredit dan serangkaian bbobot
risiko (Khan dan Ahmed, 2001: 83-84).
b.
Pembentukan kembali kapital regulatoris untuk risiko kredit: persetujuan
baru yang diusulkan
Accord
1988 direview dan akan digantikan
dengan New Accord 2005. Beberapa alasan penggantian tersebut adalah
(1)Accord yang ada hanya bisa dipakai untuk negara maju (10 negara), diharapkan
keberadaan Accord baru juga bisa memenuhi kebutuhan negara-negara lain,
(2)diperlukan regulasi untuk bobot risiko aset jangka pendek, tidak hanya aset
jangka panjang, (3) memperhitungkan perubahan-perubahan metode manajemen risiko
yang melibatkan sistem informasi dan komputerisasi dalam penentuan kecukupan
modal riil yang dibutuhkan bank, (4)kebijakan Accord berupa sekuritisasi
menyebabkan bank mengurangi kualitas keseluruhan aset sehingga bank menjadi
lebih berisiko, dan (5)New Accord yang diajukan mencakup semua hal
tersebut dan pertimbangan-pertimbangan lain terkait yang bertujuan untuk
memperkuat modal bank dan sistem manajemen risiko (Khan dan Ahmed, 2001:
84-86).
c.
Mengatasi risiko kredit berdasarkan persetujuan baru yang diusulkan
New Accord yang diajukan menawarkan tiga pendekatan untuk
menentukan modal risiko tertimbang untuk risiko kredit: (1)menangani risiko
kredit dengan pendekatan terstandardisasi. Tujuan pendekatan ini adalah
menggantikan metode bobot risiko Accord 1988 dengan pembobotan risiko aset berdasarkan
peringkat dari agensi penanganan kredit eksternal, dan (2)menangani risiko
kredit dengan pendekatan IRB. Pendekatan ini merupakan yang paling sederhana
yaitu dengan memetakan semua aset bank sesuai dengan karakteristik risiko
masing-masing aset (Khan dan Ahmed, 2001: 86-88).
d.
Perlakuan regulasi terhadap risiko pasar
Amandemen
Accord 1998 mengenalkan dua pendekatan dalam penanganan regulasi terhadap
risiko pasar, yaitu: (1)pendekatan terstandardisasi dan (2)pendekatan berbasis
peringkat internal (Khan dan Ahmed, 2001: 91).
e.
Risiko suku bunga buku bank
Risiko
ini merupakan kerugikan pendapatan atau nilai aset karena perubahan suku bunga
pasar. Risiko ini tergolong penting sehingga memerlukan alokasi modal. Risiko
ini berbeda antar bank sehingga tidak bisa ditetapkan satu standar seragam
untuk alokasi modal (Khan dan Ahmed, 2001: 92-93).
f.
Penanganan risiko sekuritisasi
New
Accord menyetujui sekuritisasi
yang mencoba meminimlisir arbitrase modal dengan jalan memastikan bahwa: (1)sekuritisasi
bank harus mencapai ‘clean break’ yaitu perpindahan aset harus lewat
perdagangan sah dan transparan, serta bank tidak boleh mengendalikan aset yang
disekuritisasi, (2)jika penerbit berkewajiban atas peningkatan kerugian kredit
pertama, maka harus dilakukan dengan mengurangi modalnya, dan (3)jika penerbit
berkewajiban atas peningkatan kerugian kredit kedua, posisinya harus
diperlakukan sebagai penggantian kredit langsung (Khan dan Ahmed, 2001: 93).
g.
Penanganan risiko operasional
New
Accord menetapkan jumlah modal
tertentu untuk menutup risiko operasional. Metodologi alternatif yang digunakan
untuk mengukur risiko ini adalah: (1)pendekatan indikator dasar, (2)pendekatan
terstandardisasi, (3)pendekatan manajemen internal, dan (4)pendekatan
distribusi kerugian (Khan dan Ahmed, 2001: 93-94).
2.
Supervisi efektif
Kunci
untuk mencapai efisiensi dan stabilitas keuangan adalah efektivitas supervisi bank.
Supervisi bank bertujuan untuk: (1)menjaga stabilitas dan kepercayaan dalam
sistem keuangan, (2)mendukung dan mencapai disiplin pasar dengan mendorong tata
kelola yang baik, (3)supervisor harus bekerja secara independen, (4)supervisor
harus memahami sifat bisnis yang dijalankan bank, (5)profil risiko bank
individu ditangani dan sumber-sumber pengawasan dialokasikan secara tepat,
(6)supervisor harus memastikan bahwa bank memiliki sumber-sumber yang pas untuk
menangani risiko, dan (7)kerjasama dengan supervisor lain. Selain itu,
supervisi yang efektif memastikan bahwa bank berfungsi dengan aman dan baik
sehingga sistem keuangan bisa mendapat kepercayaan penuh dari nasabah dan
investor (Khan dan Ahmed, 2001: 94-95).
3.
Pengungkapan risiko: pengungkapan transparansi terkait masa depan
Mekanisme
pasar akan berfungsi secara efektif dengan adanya informasi yang lengkap, yaitu
transparan dan tepat waktu. Ada banyak cara untuk mengungkapkan informasi
kepada pemegang saham, klien, kreditur, supervisor dan regulator. Diantaranya
adalah dengan laporan tahunan, laporan review supervisi dan regulasi dan
sebagainya. Pengungkapan informasi dianggap efektif jika: (1)menyediakan
informasi terkait risiko perusahaan dan (2)menyediakan informasi terkait proses
manajemen perusahaan (Khan dan Ahmed, 2001: 98).
Bagaimanapun
juga, lapora terkait risiko tersebut hanya bisa dilaporkan secara pasti terkait
yang sudah berlalu. Sementara untuk mengungkap/ memperkirakan risiko yang akan
dihadapi di masa mendatang tampaknya sulit dilakukan karena perubahan teknologi
manajemen risiko, perubahan industri keuangan itu sendiri, perubahan instrumen
lembaga keuangan, e-banking, dan motif-motif para peminjam untuk tidak
mengungkapkan informasi secara penuh. Oleh karena alasan-alasan ini, diperlukan
evolusi dan adopsi: (1)sistem akuntansi berbasis risiko, (2)sistem audit
berbasis risiko, (3)sistem informasi manajemen berbasis risiko, dan
(4)inventaris semua aset bank berbasis risiko (Khan dan Ahmed, 2001: 98-100).
C. Regulasi dan Supervisi
Bank Islam
Sejumlah
risiko yang dihadapi bank Islam berbeda dengan bank konvensional. Oleh karena
itu, sejumlah standar internasional yang ditujukan untuk bank konvensional barangkali
tidak relevan untuk bank Islam (Khan dan Ahmed, 2001: 102).
1.
Relevansi standar internasional untuk bank Islam (Khan dan Ahmed, 2001:
102-103)
a.
Dokumen psinsip inti menetapkan pra-syarat untuk supervisi perbankan
efektif. Pra-syarat ini kemudian ditambahkan khusus untuk supervisi perbankan
Islam.
b.
Terkait pengungkapan dan transparansi, ketentuan ini relevan untuk bank
Islam. Hanya saja prinsip dasar bank Islam berbagi risiko, maka bank memerlukan
sistem supervisi dan transparansi yang lebih efektif.
c.
Salah satu standar internasional yang sulit diterapkan bank Islam adalah
standar kecukupan modal. Alasannya: (1)bagi risiko menyebabkan bank Islam
membutuhkan standar kecukupan modal yang lebih besar daripada bank
konvensional, (2) perlu pemisahan modal antara akun simpanan dan investasi,
(3)kesesuaian dengan standar internasional mendorong bank Islam membentuk Dewan
Pengawas Layanan, dan (4)CAMEL sebagai sistem penilaian risiko dapat diadopsi
bank Islam.
d.
Berbagai keuntungan pendekatan IRB relevan untuk bank Islam
2.
Kondisi supervisi perbankan Islam sekarang (Khan dan Ahmed, 2001: 103-105)
Kebanyakan
bank Islam berada dalam negara-negara anggota IDB. Kondisi supervisi bank Islam
di zaman sekarang:
a.
Kesulitan mengadopsi standar internasional terkait modal risiko tertimbang
dan akuntansi karena sifat dasar bank Islam yang berbeda.
b.
Sebagian negara seperti Iran, Pakistan dan Sudan menjalankan program
pembentukan kembali sektor keuangan (merger).
c.
Menerapakan sistem supervisi pada off-site dan on-site. Sebagian negara
memperkenalkan hukum khusus untuk memfasilitasi bank Islam, dan sebagian
lainnya menggunakan hukum yang sudah ada saja.
d.
Hampir di semua negara tempat bank Islam beroperasi, fungsi bank komersial
dipisahkan dari bisnis sekuritas dan asuransi, serta masing-masingnya punya
otoritas supervisi yang berbeda. Hanya Malaysia yang bank dan asuransinya
disupervisi oleh bank sentral.
e.
Disebagian negara, bank konvensional boleh buka unit syariah, dan di
sebagian yang lain tidak boleh.
f.
Kebanyakan bank swasta memiliki Dewan Pengawas Syariah sendiri.
g.
Sejumlah karakteristik bank Islam memerlukan standar internasional yang
bisa diadopsi secara tepat untuk supervisi bank Islam secara efektif.
3.
Risiko sistemik perbankan Islam yang unik
a.
Mencegah penularan risiko
Penularan
risiko dapat terjadi antar dua akun yang akan menimbulkan masalah kepercayaan
publik . Langkah-langkah untuk mencegah hal tersebut antara lain:(1)pengadaan
100% cadangan untuk akun simpanan, (2)pemisahan aset yang dibiayai dengan
simpanan dan aset yang dibiayai dengan investasi, (3)cadangan untuk simpanan
lebih tinggi daripada cadangan untuk investasi, (4)kombinasi cadangan pada
bagian (2) dan(3), dan (5)tawaran AAOIFI, yaitu pemisahan dua jenis akun
investasi (investasi terikat untuk penggunaan tertentu dan investasi tidak
terikat untuk kegunaan umum) dan bank Islam harus menanggung semua risiko yang
dibiayai dengan akun simpanan dan modal (Khan dan Ahmed, 2001: 107-108).
b.
Mencegah penularan risiko ke deposito berjangka
Bank Islam bisa
menggunakan dua alternatif terkait cadangan modal yang diperlukan. Alternatif
pertama adalah menyimpan tabungan di buku bank dan deposito investasi di buku
perdagangan dengan pemisahan cadangan modal untuk keduanya. Alternatif kedua
adalah menyatukan deposito investasi kedalam satu sekuritas tambahan bank
dengan cadangan modal terpisah (Khan dan Ahmed, 2001: 109).
c.
Perhatian sistemik lainnya
1)
Pemisahan modal antara unit syariah dengan bank konvensional sebagai
induknya untuk mengendalikan penularan risiko pendapatan halal dan pendapatan
tidak halal.
2)
Membentuk cabang khusus dengan modal terpisah untuk menjaga tingkat
diversifikasi bisnis bank Islam.
3)
Risiko penarikan yang diakibatkan oleh upaya mempertahankan tingkat
likuiditas dapat dihindari dengan manajemen yang tepat terhadap model
pembiayaan bank Islam yang unik (tidak adanya instrumen keuangan, larangan jual
beli utang dan sebagainya) (Khan dan Ahmed, 2001: 112).
Referensi: Khan, Tariqullah dan Habib Ahmed, “Risk management: an Analysis of Issues in Islamic Financial
Industry,” Occasional Paper, Jeddah (KT): 2001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar